Rabu, 28 Juli 2010

Fenomena Banyu Zamzam Nisfu Sya'ban di Gedongan

Membuka kembali lembaran memori masa kecil penulis ketika pertengahan bulan Sya'ban; Di Gedongan, ada fenomena tak lazim (tidak umum, pen.) yang terjadi setiap tanggal 15 bulan Ruwah (Nisfu Sya'ban). Menjelang bedug maghrib (wayah sandakala, pen.) penduduk Gedongan/warga magarsari baik yang tua maupun muda, lelaki juga perempuan, dewasa dan kanak-kanak, keluar rumah menghampiri sumur-sumur tua. Mereka datang berbondong-bondong dengan tujuan untuk mandi (grujug) serta mengambil air sumur yang --konon-- airnya ketika itu berubah menjadi "Air Zamzam".

Tak lazim memang, karena sepanjang pengetahuan penulis, fenomena ini hanya ada dan terjadi di Gedongan (saja). Di daerah-daerah yang pernah penulis singgah dan diami; di Parung-Bogor, sebagian wilayah DKI Jakarta, Kabupaten/Kota Bekasi, Wilayah Lampung, kemudian di Jepara, Demak, Kudus, Pati, serta wilayah Semarang, dan sekarang mukim di Kecamatan Ketanggungan - Kabupaten Brebes, tidak pernah ditemui kelangkaan seperti fenomena di atas.

Kalau boleh dikatakan, ini adalah bagian dari keunikannya Gedongan --pedukuhan yang merupakan Cantilan Desa Ender Kecamatan Pangenan Kabupaten Cirebon, Jawa Barat-- juga merupakan kekhasan yang hanya dimiliki blok tersebut.

Lantas, apakah memang hal demikian benar-benar terjadi adanya?. Masih adakah fenomena seperti ini di tengah-tengah masyarakat yang hidup di era modern dan serba canggih?!.

Untuk mencari jawab atas pertanyaan ini, pada kesempatan Ziarah Jum'at Kliwon ke pusara kedua orang tua di Makbaroh Gedongan, penulis melakukan investigasi. Dari seorang Narasumber yang merupakan salah satu tokoh warga Magarsari, penulis memperoleh jawaban :"Ya, betul. --Banyu Zamzam Nisfu Sya'ban-- memang terjadi. Di Gedongan masih ada, dan tetap lestari hingga saat ini, walaupun pengamalannya tidak seperti yang dulu-dulu"

Narasumber yang dimaksud adalah Ust. Abdul Hadi, yang penulis temui di rumahnya. Walaupun hanya pertemuan singkat, namun penulis dapat lakukan wawancara berkenaan dengan Fenomena Banyu Zamzam Nisfu Sya'ban di Gedongan. Berikut petikannya :

Apa hubungannya antara bulan Sya'ban dengan air zamzam?

Bulan Sya’ban adalah bulannya Nabi Muhammad saw., sebagaimana ada hadits yang mengatakan : “Sesungguhnya Rajab adalah bulan Allah, Sya'ban adalah bulanku dan Ramadhan adalah bulan umatku .....". Sedangkan air zamzam, Umat Islam percaya, ini adalah sebaik-baiknya air di permukaan bumi, air yang digunakan Malaikat Jibril untuk mensucikan hati Rasulullah. Dan Nabi Muhammmad SAW pun memberkati dengan air ludah beliau yang kemudian berfungsi sebagai makanan, sekaligus obat segala macam penyakit.

Apa kaitanya dengan fenomena banyu zamzam yang ada di sumur Gedongan setiap pertengahan bulan Sya'ban?

Muhammad adalah sosok manusia yang dirindukan oleh Nabiullah Ibrahim as. dalam do'anya yang terdapat pada Surat Al-Baqarah ayat 124 : ...... Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu (Ibrahim) imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah mengabulkan do'a Nabi Ibrahim dalam hal ini, dengan menjadikan Nabi Muhammad saw. (keturunannya) sebagai "Imam bagi seluruh manusia". Begitu cintanya Nabi Ibrahim kepada Nabi Muhammad saw. maka air zamzam yang menjadi bukti Kenabian Ibrahim as. dicurahkan oleh Allah swt. pada bulan Sya'ban yang merupakan bulannya Nabi Muhammad saw. Walhasil, bukan cuma sumur-sumur di Gedongan, tapi semua sumur di dunia juga menyumberkan air zamzam pada sore Nisfu Sya'ban.

Tapi ini hanya terjadi di Gedongan, lho. Di tempat-tempat lain tidak pernah ada fenomena ini?

Wallahu a'lam. Tapi yang jelas, ini seperti yang didawuhkan oleh Mbah Romo Kyai Said(Pendiri Pesantren Gedongan) di depan warga magarsari dulunya. Mungkin Kyai Said hanya bersugesti kepada warga supaya mandi di saat surup matahari (ghurubus-syamsi) pada nisfu Sya'ban, mengingat hal ini adalah kesunnahan, yang manfaatnya agar dosa-dosa kita diringankan oleh Allah swt. Supaya sugestinya kuat, maka dikatakanlah bahwa air pada sore itu adalah air zamzam. Mungkin ......

Jadi tidak ada dasar hukumnya?

"Wallahu a'lam ...... "



****

Sebetulnya, sore itu penulis merencanakan menemui dua narasumber, Ust. Abdul Hadi, danKang Opik (panggilan akrab KH. Taufiqurrahman Yasin). Namun sayang, narasumber yang kedua tidak bisa ditemui ketika penulis sowan di rumahnya, beliau sedang kelelahan setelah beberapa hari melakukan safar --seperti yang dituturkan oleh kang Mundzir jugaNyai Likah, kakak dan orang tua Kang Opik. Walau demikian, penulis tetap melakukan diskusi kecil bersama kang Mundzir dengan topik serupa di atas, meski jawaban penguatan (ta'kid) atas permasalahan yang sedang penulis kaji tidak penulis dapatkan.

Dan untuk melengkapi kajian ini, penulis tambahkan beberapa referensi seputar Banyu Zamzam dan Nisfu Sya'ban sebagai berikut :


Kilas Sejarah Air Zamzam

Air yang paing baik di muka bumi ini adalah air zamzam. Selain bersih, air zamzam juga mengandung banyak khasiat yang sangat bermanfaat bagi kesehatan. Berjuta jamah haji setiap tahunnya mengambil air dari sumur zamzam, namun sumur tersebut tak pernah kering.

Kata zamzam berasal dari Zomë-zomë, yang artinya 'berhenti mengalir'. Sebagaimana kita ketahui, bahwa keberadaan air zamzam ini tak dapat dilepaskan dari sejarah Nabi Ibrahimdan Ismail. Jejakan kaki Ismail (waktu masih kecil), saat ditinggalkan bersama Siti Hajar oleh Nabi Ibrahim di padang nan gersang, menjadi lantaran bagi memencarnya sumber air zamzam tersebut, Allah terus melanggengkan pancaran air zamzam tersebut hingga detik ini. Sumber air zamzam tersebut berada di dalam kompleks Masjidil Haram.

Saat Nabi Ibrahim AS, Siti Hajar dan Ismail tiba di Makkah, mereka berhenti di bawah sebatang pohon yang kering. Tidak berapa lama kemudian Nabi Ibrahim AS meninggalkan mereka.

Siti Hajar memperhatikan sikap suaminya yang mengherankan itu lalu bertanya ;"Hendak kemanakah engkau Ibrahim?, Sampai hatikah engkau meninggalkan kami berdua di tempat yang sunyi dan tandus ini? ".

Pertanyaan itu berulang kali, tetapi Nabi Ibrahim tidak menjawab sepatah kata pun. Siti Hajar bertanya lagi; "Apakah ini memang perintah dari Allah?"

Barulah Nabi Ibrahim menjawab, "ya".

Mendengar jawaban suaminya yang singkat itu, Siti Hajar gembira dan hatinya tenteram. Ia percaya hidupnya tentu terjamin walaupun di tempat yang sunyi, tidak ada manusia dan tidak ada segala kemudahan. Sedangkan waktu itu, Nabi Ismail masih menyusu.

Selang beberapa hari, air yang dari Nabi Ibrahim habis. Siti Hajar berusaha mencari air di sekeliling sampai mendaki Bukit Shafa dan Marwah berulang kali sehingga kali ketujuh (terakhir) ketika sampai di Marwah, tiba-tiba terdengar oleh Siti Hajar suara yang mengejutkan, lalu ia menuju ke arah suara itu. Alangkah terkejutnya, bahwa suara itu ialah suara air memancar dari dalam tanah dengan derasnya. Air itu adalah air Zamzam.


Air Zamzam yang merupakan berkah dari Allah SWT, mempunyai keistimewaan dan keberkatan dengan izin Allah SWT, yang bisa menyembuhkan penyakit, menghilangkan dahaga serta mengenyangkan perut yang lapar. Keistimewaan dan keberkatan itu disebutkan pada hadits Nabi saw., Dari Ibnu Abbas ra., Rasulullah saw bersabda: "sebaik-baik air di muka bumi ialah air Zamzam. Air Zamzam merupakan makanan yang mengenyangkan dan penawar bagi penyakit".


Keistimewaan Nisfu Sya'ban

Sya’ban adalah bulan kedelapan penanggalan Hijriyah. Salah satu keistimewaan bulan ini terletak pada pertengahannya yang biasanya disebut sebagai Nisfu Sya'ban. Secara harfiyah istilah "Nisfu Sya’ban" berarti hari atau malam pertengahan bulan Sya'ban yaitu tanggal 15 Sya'ban, yang merupakan salah satu hari besar Umat Islam.

Rasulullah saw bersabda : “Wahai jiwa yang bernafas panjang, tahukah kamu malam ini? Malam ini adalah malam nishfu Sya’ban, di dalamnya rizki dibagikan, di dalamnya ajal dicatat. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa hamba-Nya malam ini…, dan Dia menurunkan para malaikat-Nya ke bumi Mekkah". (Mafatihul Jinan, bab 1, pasal 2)

Pada malam ini pula, turun 300 Rahmat, sebagaimana berita Jibril pada Muhammad :Seandainya catatan "pencabutan nyawa seseorang" untuk tahun depan sudah akan berlaku, pada malam 15 Sya'ban ini, catatan itu turun pada malaikat pencabut nyawa.

Aisyah berkata : Rasulullah berdiri dalam shalatnya selama separuh malam dan melakukan sujud yang begitu lama hingga aku mengira nyawanya telah dicabut. Lalu aku bermaksud untuk menggerakkan tumitnya, seketika beliau pun bergerak, jadi aku mundur. Ketika beliau mengangkat kepalanya dari posisi sujud dan menyelesaikan shalatnya, beliau lalu berkata : “Yaa Aisyah , Yaa Humayra! (si kecil yang pipinya merah) Apakah kamu pikir Nabi telah melanggar perjanjiannya denganmu?”

Aisyah lalu menjawab : “Tidak! Demi Allah Yaa Rasulullah saw., tetapi aku pikir nyawamu telah dicabut karena engkau sujud begitu lama".

Beliau membalas, “Apakah kamu tahu malam apakah sekarang?

Allah dan Rasul-Nya Maha Tahu!”, jawab Aisyah.

Rasulullah lalu menjelaskan : “Ini adalah malam pertengahan Sya’ban! Sesungguhnya Allah Yang Maha Suci dan Maha Mulia melihat hambaNya pada malam ini. Dia memaafkan siapapun yang memohon ampun dan Dia memberikan Rahmat kepada yang memintanya. Namun Allah akan menahannya terhadap pendengki dan orang-orang yang tidak mensyukuri keadaan mereka". (Hadits riwayat Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman)


Kaum Muslimin meyakini bahwa pada malam ini, dua malaikat pencatat amalan keseharian manusia, yakni Raqib dan Atid, menyerahkan catatan amalan manusia kepada Allah SWT, dan pada malam itu pula buku catatan-catatan amal yang digunakan setiap tahun diganti dengan yang baru.

Imam Ghazali mengistilahkan malam Nisfu Sya'ban sebagai malam yang penuh dengan syafaat (pertolongan). Menurut al-Ghazali, pada malam ke-13 bulan Sya'ban Allah SWT memberikan seperti tiga syafaat kepada hambanya. Sedangkan pada malam ke-14, seluruh syafaat itu diberikan secara penuh. Dengan demikian, pada malam ke-15, umat Islam dapat memiliki banyak sekali kebaikan sebagai penutup catatan amalnya selama satu tahun. Karena pada malam ke-15 bulan Sya’ban inilah, catatan perbuatan manusia penghuni bumi akan dinaikkan ke hadapan Allah SWT.

Para ulama menyatakan bahwa Nisfu Sya'ban juga dinamakan sebagai malam pengampunan atau malam maghfirah, karena pada malam itu Allah SWT menurunkan pengampunan kepada seluruh penduduk bumi, terutama kepada hamba-Nya yang saleh.

Dengan demikian, kita sebagai umat Islam semestinya tidak melupakan begitu saja, bahwa bulan sya’ban yang di dalamnya terdapat Nisfu Sya'ban adalah bulan yang mulia. Sesungguhnya bulan Sya'ban merupakan bulan persiapan untuk memasuki bulan suci Ramadhan. Dari sini, umat Islam dapat mempersiapkan diri sebaik-baiknya dengan mempertebal keimanan dan memanjatkan doa dengan penuh kekhusyukan.


Amalan-amalan Nisfu Sya'ban

Sekelompok ahlu tasawuf memanfaatkan malam ini untuk memohon pada Allah, agar seandainya catatan itu untuk kita sudah turun, mohon supaya ditangguhkan. Karenanya pada malam 15 bulan Sya'ban, dianjurkan sekali bagi orang Islam untuk melakukan amalan-amalan, di antaranya :

Melaksanakan Shalat Tasbih atau shalat Sunnat Mutlaq empat rakaat ba'da shalat maghrib, kemudian dilanjutkan dengan membaca Surat Yasin sebanyak tiga kali berturut-turut diikuti bacaan do'a Nisfu Sya'ban, dengan permohonan yang pertama supaya diberikan panjang umur, ditetapkan keimanan dan ketaqwaan hanya kepada Allah swt.; bacaan kedua memohon dijauhkan dari mara bahaya; dan bacaan yang terakhir mohon agar diberikan rizki yang halal dan barokah.

Pendapat lain mengatakan, bacaan pertama untuk meningkatkan maqam atau posisi seseorang; bacaan kedua memohon diberikan rezeki atau dipenuhi kebutuhan hidupnya; dan yang ketiga mohon perlindungan dari musuh.

Kemudian setelah shalat ‘Isya, melakukan shalat yang menurut Syaikh ‘Abdul Qadir AlJilani dalam kitabnya Alghunyatu lit-Taalibiyi l-Haqq disebut Shalat Khair (untuk memperoleh keberuntungan). Jumlah rakaat dalam shalat tidak ditentukan, namun seseorang diharuskan untuk membaca surat Al-Ikhlash sebanyak 300 kali atau 1000 kali secara keseluruhan. Ada yang mengerjakan shalat 40 rakaat dengan tiap rakaat dibaca surat Al-Ikhlash sebanyak 25 kali.

Dari Nabi saw. bersabda : "Barangsiapa di dalam nisfu Sya'ban melakukan shalat 12 rakaat dan setiap rakaat setelah Alfarihah membaca Surat Al-Ikhals sebanyak 11 kali, maka dihapuskanlah seluruh kesalahannya dan diberikan barkah hidupnya".


Terlepas dari kontroversi tentang amalan-amalan Nisfu Sya'ban tersebut di atas, namun setidaknya kita umat Islam senantiasa perbanyak dzikir dan meminta ampunan serta pertolongan dari Allah SWT. --kapanpun dan dimana pun-- terlebih di Malam Nisfu Sya'ban ini.

Sabda Rasulullah saw : “Allah melihat ciptaan-Nya pada malam pertengahan Sya’ban dan Dia mengampuni semua ciptaan-Nya kecuali orang musyrik (menyekutukan Tuhan) dan musyahin (orang yang penuh kebencian)".


Wallahu a' lam bish Shawaab ...... (ASF)