Kamis, 12 Mei 2011

MAQBAROH

Adat istiadat dan tradisi merupakan bagian integral dari helatan Haul di Gedongan. Salah satu pusaka adat yang tak terpisahkan dalam tradisi Haul Gedongan adalah "Maqbaroh".

MAQBAROH adalah kata serapan bahasa Arab yang lazim dipakai oleh kalangan pesantren untuk menyebut “kuburan” (=tempat pemakaman umum). Walaupun kuburan dan maqbaroh adalah dua kata yang bermakna sama dan bersumber dari kata dasar yang sama pula, yakni “qobbaro”/kubur, namun kadang penerapannya memiliki klasifikasi berbeda. Kata maqbaroh identik digunakan oleh kaum santri, sementara kuburan umumnya dipakai oleh kalangan di luaran santri (masyarakat abangan).

Maqbaroh Pesantren Gedongan terletak di sebelah barat pemukiman warga (sekitar 150 meter dari lokasi pondok). Areal seluas 250 meter persegi ini merupakan fasilitas pemakaman umum masyarakat Gedongan yang sudah ada semenjak pertama kali Gedongan ada. Dalam helatan Haul di Gedongan, maqbaroh memegang andil penting, karena di lokasi ini terdapat Makam Almarhum Al-Maghfurlah KH. Muhammad Said, Pendiri Pondok Pesantren Gedongan.
Sebagaimana umumnya makam para Ajengan, di lokasi pemakaman Kyai Said (biasa orang Gedongan menyebutnya) didirikan sebuah bangunan untuk memfasilitasi para peziarah. Dengan bentuk letter “L” terbalik, bangunan berlantai keramik putih ini berdiri tegak di atas fondasi batu bata merah. Besi pipa menjadi pilar penyangga setiap sudut dan kolomnya; asbes bergelombang menjadi atap pelindung dari terpaan hujan dan terik mentari; sementara tembok bercat putih setinggi satu meter dengan celah pintu di sisi utara dan di siku tengah bagian dalam, menjadi skat pemisah dengan kuburan warga yang bertebaran di sekelilingnya. Sekilas bila dilihat dari jauh, fisik bangunan ini tampak menyerupai bentuk koridor jalan di rumah sakit

Di dalam areal bangunan tersebut, selain terdapat makam Kyai Said (beriringan dengan makam Ibu Nyai Maemunah, Ghofarallahu Waridhallah ‘Anhuma), juga terdapat belasan makam para anak cucu dan kerabat. Hampir setiap harinya, areal ini menjadi objek ziarah beberapa santri untuk ngalap berkah (tabarruk) dengan bertahlil, bertadarrus (tahfidz) Al-Qur'an, dan ber-mujahadah. Khususnya pada hari Jum'at --terlebih Jum'at Kliwon-- peziarah yang datang lebih banyak lagi, karena sebagian mereka ada yang datang bersama jamaah. Hingga puncaknya adalah pada helatan Haul Gedongan, lokasi maqbarah benar-benar dipenuhi oleh para zairin yang bukan saja para santri atau warga Gedongan, tetapi juga para pendatang jauh dari luar Gedongan. Mereka adalah muslimun-muslimat; para wali santri, para alumni pondok, para kyai dan ustadz, para ulama dan habaib, serta para penggembira Haol Gedongan. Meski dengan serba keterbatasan, meski harus berdesakan-desakan, meski harus bersila di pelataran sempit dengan gelaran seadanya, meski harus berhimpitan di sela-sela gundukan tanah bernisan dan rumput ilalang, mereka rela hadir memadati areal pekuburan yang banyak ditanami pohon Albasia demi bisa mengikuti "tahlil massal", tahlil sebagai esensi Haul Gedongan.

Tahlil massal di areal maqbaroh Gedongan diselenggarakan ba’da ashar sampai selesai. Biasanya, sebelum ritual dzikir, tasbih, dan tahmid ini dimulai, prosesi didahului dengan penyampaian Mauidzah Khasanah serta Manaqibu Syaikh Almarhum Al-Maghfurlah KH. Muhammad Said. Akhir acara tahlil ditutup dengan do'a untuk para ahli kubur Maqbaroh Gedongan, kaum muslimin-muslimat, juga do'a-do'a khususiyah liqadhi-haajah dengan bertawassul.

Allahummaghfirlahum warhamhum,
Allahummaqdhi haajatii, aghitsna, aghitsna ....!!! Amien (ASF).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar