Kamis, 28 April 2011

Ibadah-ibadah yang Dianjurkan di Hari Jum'at

Oleh : Badrul Tamam

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada penutup nabi dan Rasul, Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beserta keluarga dan para sahabatnya.

Saudaraku semiman, Allah 'Azza wa Jalla telah memuliakan umat ini dengan keistimewaan yang banyak dan keutamaan yang agung; di antaranya memuliakan mereka dengan hari Jum'at sesudah membiarkan sesat orang Yahudi dan Nasrani dalam menghargainya. Diriwayatkan dari Abu Hurairah dan Hudaifah Radhiyallahu 'Anhuma, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda :

أَضَلَّ اللَّهُ عَنْ الْجُمُعَةِ مَنْ كَانَ قَبْلَنَا فَكَانَ لِلْيَهُودِ يَوْمُ السَّبْتِ وَكَانَ لِلنَّصَارَى يَوْمُ الْأَحَدِ فَجَاءَ اللَّهُ بِنَا فَهَدَانَا اللَّهُ لِيَوْمِ الْجُمُعَةِ فَجَعَلَ الْجُمُعَةَ وَالسَّبْتَ وَالْأَحَدَ وَكَذَلِكَ هُمْ تَبَعٌ لَنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ نَحْنُ الْآخِرُونَ مِنْ أَهْلِ الدُّنْيَا وَالْأَوَّلُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمَقْضِيُّ لَهُمْ قَبْلَ الْخَلَائِقِ

"Allah telah menyesatkan orang-orang sebelum kita perihal hari Jum'at. Lalu bagi orang-orang Yahudi hari Sabtu dan bagi orang-orang Nashrani hari Ahad. Kemudian Allah mendatangkan kita dan memberi kita hidayah tentang hari Jum'at. Dan menjadikan (secara berurutan); hari Jum'at, Sabtu, dan Ahad. Mereka mengikuti kita pada hari kiamat. Kita adalah umat terakhir dari penduduk dunia, tetapi orang pertama yang diadili sebelum semua makhluk". (HR. Muslim)


Hari Jum'at : Hari Ibadah

Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan tentang penamaan hari Jum'at, bahwa dinamakan dengan Jum'ah itu karena dia pecahan dari perkumpulan. Sebab kaum muslimin berkumpul pada hari tersebut sekali dalam setiap pekannya di tempat yang besar. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kaum mukminin untuk berkumpul dalam rangka beribadah kepada-Nya. Allah Ta'ala berfirman yang artinya :

"Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli . Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui". (QS. Al-Jumu'ah: 9)

Maksudnya berjalanlah dan perhatikan shalat Jum'at tersebut, bukan berjalan cepat dan buru-buru, karena berjalan dengan buru-buru saat pergi ke masjid dilarang. Al-Hasan berkata, "Demi Allah, maksudnya tidak lain adalah berjalan kaki, karena mereka tidak boleh mendatangi shalat kacuali dalam keadaan tenang dan santai namun dengan hati, niat, dan khusyu". (Lihat Tafsir Ibnu Katsir : 4/385-386)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, "Makna hari Jum'at adalah hari ibadah. Kedudukannya dibandingkan hari-hari yang ada seperti bulan Ramadhan di antara bulan-bulan lainnya. Sementara waktu istijabah (dikabulkannya doa) yang ada pada hari itu seperti laiatul qadar di bulan Ramadhan". (Zaad al-Ma'ad: 1/398)

Karena itulah bagi setiap muslim wajib mengagungkan dan memuliakan hari tersebut, memperhatikan keutamaan-keutamaannya dengan bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah Ta'ala pada hari tersebut dengan melaksanakan berbagai kegiatan ibadah.

Ibnul qayyim berkata, "Adalah di antara petunjuknya Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengagungkan hari (Jum'at) ini dan memuliakannnya, serta mengistimewakannya dengan ibadah yang dikhususkan pada hari tersebut yang tidak dikhususkan pada hari lainnya...." (Zaad al-Ma'ad: 1/378)

Namun kita lihat berapa sering Jum'at berlalu melewati kita tanpa kita pernah memperhatikan dan mengistimewakannya dengan semestinya. Bahkan, di antara manusia ada yang menunggu-nunggu kedatangannya untuk bermaksiat kepada Allah 'Azza wa Jalla dengan bermacam-macam kemaksiatan dan penyimpangan.

bagi setiap muslim wajib mengagungkan dan memuliakan hari tersebut, memperhatikan keutamaan-keutamaannya dengan bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah Ta'ala pada hari tersebut dengan melaksanakan berbagai kegiatan ibadah.

Ibadah dan Adab di Hari Jum'at

Di antara beberapa ibadah yang disunnahkan untuk ditegakkan pada hari terbaik selama sepekan tersebut adalah :

1. Disunnahkan pada shalat Shubuh di hari Jum'at, imam membaca surat al-Sajdah al-Insan secara sempurna. Hal ini sebagaimana yang telah dikerjakan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, karenanya jangan memotong sebagiannya seperti yang banyak dilakukan oleh para imam shalat.

Diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas radliyallah 'anhuma, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam membaca dalam shalat Fajar (Shubuh) hari Jum'at; Aliif Laam Miim Tanziil (Surat al-Sajdah) pada rakaat pertama dan pada rakaat kedua membaca Surat al-Insan" (HR. Bukhari dan Muslim serta yang lainnya)

2. Disunnahkan memperbanyak membaca shalawat untuk Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Hal ini berdasarkan hadits Aus bin Aus Radhiyallahu 'Anhu, dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau bersabda :

إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ قُبِضَ وَفِيهِ النَّفْخَةُ وَفِيهِ الصَّعْقَةُ فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ فِيهِ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ

"Sesungguhnya di antara hari kalian yang paling afdhal adalah hari Jum'at. Pada hari itu Adam diciptakan dan diwafatkan, dan pada hari itu juga ditiup sangkakala dan akan terjadi kematian seluruh makhluk. Oleh karena itu perbanyaklah shalawat di hari Jum'at, karena shalawat akan disampaikan kepadaku"

Para shahabat berkata : "Ya Rasulallah, bagaimana shalawat kami atasmu akan disampaikan padamu sedangkan kelak engkau telah lebur dengan tanah?"
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menjawab : "Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi memakan jasad para Nabi". (HR. Abu Dawud, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan al Hakim dengan sanad yang shahih).

3. Disunnahkan membaca surat al-Kahfi pada hari Jum'at berdasarkan hadits Abu Sa'id al-Khudri Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda :

مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ فِيْمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيْقِ

"Barangsiapa membaca surat al-Kahfi pada malam Jum’at, maka dipancarkan untuknya Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menyinarinya dengan cahaya antara dia dan Baitul 'atiq". (Sunan Ad-Darimi, no. 3273. Juga diriwayatkan al-Nasai dan Al-Hakim serta dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami' al-Shaghir, no. 736)

4. Melaksanakan shalat Jum'at bagi laki-laki muslim, merdeka, mukallaf, dan tinggal di negerinya. Atas mereka shalat Jum'at hukumnya wajib. Sementara bagi budak, wanita, anak kecil dan musafir, maka shalat Jum'at tidak wajib atas mereka. Namun, jika mereka menghadirinya, maka tidak apa-apa dan sudah gugur kewajiban Dzuhurnya. Dan kewajiban menghadiri shalat Jum'at menjadi gugur disebabkan beberapa sebab, di antaranya sakit dan rasa takut. (Lihat: Syarh al-Mumti': 5/7-24)

5. Mandi besar pada hari Jum'at juga termasuk tuntunan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Beliau bersabda :

إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْجُمُعَةِ فَلْيَغْتَسِلْ

"Apabila salah seorang kalian berangkat shalat Jum'at hendaklah dia mandi". (HR. Muslim)

6. Memakai minyak wangi, bersiwak, dan mengenakan pakaian terbagusnya merupakan adab menghadiri shalat Jum'at yang kudu diperhatikan oleh seorang muslim. Dari Abu Darda' Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَلَبِسَ ثِيَابَهُ وَمَسَّ طِيبًا إِنْ كَانَ عِنْدَهُ ثُمَّ مَشَى إِلَى الْجُمُعَةِ وَعَلَيْهِ السَّكِينَةُ وَلَمْ يَتَخَطَّ أَحَدًا وَلَمْ يُؤْذِهِ وَرَكَعَ مَا قُضِيَ لَهُ ثُمَّ انْتَظَرَ حَتَّى يَنْصَرِفَ الْإِمَامُ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ

"Siapa mandi pada hari Jum'at, lalu memakai pakaiannya (yang bagus) dan memakai wewangian, jika punya. Kemudian berjalan menuju shalat Jum'at dengan tenang, tidak menggeser seseorang dan tidak menyakitinya, lalu melaksanakan shalat semampunya, kemudian menunggu hingga imam beranjak keluar, maka akan diampuni dosanya di antara dua Jum'at." (HR. Ahmad dalam Musnadnya dan dishahihkan Ibnu Khuzaimah)

Dari Abu Sa'id al-Khudri Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

غُسْلُ يَوْمِ الْجُمُعَةِ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ وَسِوَاكٌ وَيَمَسُّ مِنْ الطِّيبِ مَا قَدَرَ عَلَيْهِ

"Mandi hari Jum'at itu wajib bagi setiap orang yang bermimpi. Begitu pula dengan bersiwak dan memakai wewangian jika mampu melaksanaknnya (jika ada)." (Muttafaq 'alaih; al-Bukhari dan Muslim)

7. Disunnahkan berangkat lebih pagi (lebih awal) saat menghadiri shalat Jum'at. Sunnah ini hampir-hampir saja mati dan tidak pernah terlihat lagi.

مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ حَضَرَتْ الْمَلَائِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ

"Barangsiapa mandi di hari Jum’at seperti mandi janabah, kemudian datang di waktu yang pertama, ia seperti berkurban seekor unta. Barangsiapa yang datang di waktu yang kedua, maka ia seperti berkurban seekor sapi. Barangsiapa yang datang di waktu yang ketiga, ia seperti berkurban seekor kambing gibas. Barangsiapa yang datang di waktu yang keempat, ia seperti berkurban seekor ayam. Dan barangsiapa yang datang di waktu yang kelima, maka ia seperti berkurban sebutir telur. Apabila imam telah keluar (dan memulai khutbah), malaikat hadir dan ikut mendengarkan dzikir (khutbah)”. (HR. Muttafaq 'alaih)

dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

إِذَا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ كَانَ عَلَى كُلِّ بَابٍ مِنْ أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ الْمَلَائِكَةُ يَكْتُبُونَ الْأَوَّلَ فَالْأَوَّلَ فَإِذَا جَلَسَ الْإِمَامُ طَوَوْا الصُّحُفَ وَجَاءُوا يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ

"Apabila hari Jum'at tiba, pada pintu-pintu masjid terdapat para Malaikat yang mencatat urutan orang datang, yang pertama dicatat pertama. Jika imam duduk, merekapun menutup buku catatan, dan ikut mendengarkan khutbah" (HR. Bukhari dan Muslim)

8. Saat menunggu imam datang, seorang muslim yang menghadiri shalat jum'at dianjurkan untuk menyibukkan diri dengan shalat, dzikir ataupun membaca Al-Qur'an.

9. Wajib mendengarkan khutbah yang disampaikan imam dengan seksama, tidak boleh sibuk sendiri sehingga tidak memperhatikannya. Akibatnya, Jum'atannya akan sia-sia.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda :

إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ

"Jika engkau berkata pada temanmu pada hari Jum'at, Diamlah!, sewaktu imam berkhutbah, berarti kemu telah berbuat sia-sia". (Muttafaq 'Alaih, lafadz milik al Bukhari)

Makna laghauta, menurut Imam al Shan'ani dalam Subulus Salam, ". . . makna yang paling mendekati kebenaran adalah pendapat Ibnul Muniir, yaitu yang tidak memiliki nilai baik. Adapula yang mengatakan, (maknanya) batal keutamaan (pahala-pahala) Jum’atmu dan nilainya seperti shalat Dhuhur.

Dalam hadits lain, beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا

"Barangsiapa bermain-main krikil, maka sia-sialah Jum'atnya". (HR. Muslim)

Imam an Nawawi rahimahullah menjelaskan dalam Syarh Shahih Muslim, "dalam hadits tersebut terdapat larangan memegang-megang krikil dan lainnya dari hal yang tak berguna pada waktu khutbah. Di dalamnya terdapat isyarat agar menghadapkan hati dan anggota badan untuk mendengarkan khutbah. Sedangkan makna lagha (perbuatan sia-sia) adalah perbuatan batil yang tercela dan hilang pahalanya."

laghauta : yaitu yang tidak memiliki nilai baik. Adapula yang mengatakan, (maknanya) batal keutamaan (pahala-pahala) Jum’atmu dan nilainya seperti shalat Dhuhur.

10. Pada saat masuk masjid, didapati imam sudah naik mimbar menyampaikan khutbah, maka tetap disunnahkan untuk shalat dua rakaat yang ringan sebelum ia duduk. Hal ini didasarkan kepada hadits Jabir bin Abdillah Radhiyallahu 'Anhu, yang menceritakan: Bahwa Sulaik al-Ghathafani datang ke masjid pada hari Jum'at saat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam berkhutbah. Sulaik langsung duduk, maka Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Jika salah seorang kalian mendatangi shalat Jum'at, dan (mendapati) imam sedang khutbah, maka hendaknya ia shalat dua rakaat lalu baru duduk" (HR. Muslim)

11. Jika sudah selesai melaksanakan shalat Jum'at, disunnahkan mengerjakan shalat sunnah sesudahnya. Di sebagian riwayat disebutkan, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam shalat sesudah Jum'at sebanyak dua rakaat, (Muttafaq' alaih). Dan terdapat dalam riwayat lain, beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam memerintahkan kepada orang yang melaksanakan shalat sesudah Jum'at sebanyak empat rakaat, (HR. Muslim)

Ishaq rahimahullah berkata, "Jika ia shalat (sunnah ba'da Jum'at) di masjid maka ia shalat empat rakaat. Dan jika melaksanakannya di rumahnya, maka ia shalat dua rakaat"

Abu Bakar al-Atsram berkata, "Kedua-duanya boleh". (al-Hadaiq, Ibnul Jauzsi: 2/183)

12. Memperbanyak doa di penghujung hari Jum'at, karena termasuk waktu mustajab untuk dikabulkannya doa. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radliyallah 'Anhu, dia bercerita : "Abu Qasim (Rasululah) Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda :

إِنَّ فِي الْجُمُعَةِ لَسَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا مُسْلِمٌ قَائِمٌ يُصَلِّي يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ

"Sesungguhnya pada hari Jum'at itu terdapat satu waktu yang tidaklah seorang hamba muslim berdiri berdoa memohon kebaikan kepada Allah bertepatan pada saat itu, melainkan Dia akan mengabulkannya." Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya, yang kami pahami, untuk menunjukkan masanya yang tidak lama (sangat singkat)". (Muttafaq 'Alaih)

wallahu Ta'ala a'lam.

Minggu, 24 April 2011

Jangan Panggil Aku Raden Ajeng!

R E S E N S I B U K U











Judul Buku | Panggil Aku Kartini Saja
Penulis : Pramoedya Ananata Toer
Penerbit : Lentera Dipantara, Jakarta
Cetakan : I, Juli 2003
Halaman : 301 halaman



Pada 1899, seorang perempuan pribumi menampik dipanggil Raden Ajeng. Sebagai putri seorang bupati, ia sebenarnya ia berhak menerima penghormatan itu. Tapi setegasnya ia tolak. Di sebuah suratnya, perempuan itu menulis: “Panggil Aku Kartini saja—itulah namaku!

Apa yang menarik dari kutipan di atas? Singkat saja: Kartini (diam-diam) sudah melakukan pemberontakan atas nilai-nilai kebudayaan Jawa yang feodalistik. Tentu saja ini simpulan yang mengagetkan. Bukan apa-apa, masalahnya pemahaman kita terhadap Kartini memang amat terbatas, jika tidak disebut dangkal, atau bahkan reduksionistik: Kartini adalah pelopor emansipasi perempuan. Titik. Simak pula ritus yang diadakan tiap 21 April sebagai selebrasi kelahirannya: lomba masak-memasak atau rias-merias, sedang Ibu-ibu Dharma Wanita atau PKK mendadak pakai kebaya.

Sedemikian lama pemahaman sempit tentang Kartini itu bertahan. Hanya segelintir yang tahu, kalau Kartini bukan sekadar pelopor emansipasi perempuan, melainkan juga “pengkritik yang tangguh dari feodalisme Jawa dengan segala tetek bengek kerumitannya”, sekaligus juga sebagai “pemula dari sejarah modern Indonesia”.

Panggil Aku Kartini Saja adalah biografi yang mencoba menelusuri riwayat Kartini selengkap-lengkapnya, termasuk peran-peran yang selama ini terlampau disempitkan dan disederhanakan, berikut segala kelebihan dan kekurangannya sebagai manusia.

****

Pramoedya langsung mengajak pembacanya berpolemik dengan mengatakan “Kartini sebagai pemikir modern Indonesia pertama-tama, yang tanpanya, penyusunan sejarah modern Indonesia tidaklah mungkin.” (hal. 14) Ini jelas menantang. Pram bukannya tidak mengerti betapa posisi Kartini di kalangan Indonesia sendiri masih diperdebatkan. Alih-alih menyebutnya “pahlawan bangsa”, sementara orang malah lebih menganggap Kartini sebagai “orang Belanda” yang dididik dengan cara dan dalam kultur Belanda, yang di kemudian hari juga hanya menulis dalam Belanda, bukan Melayu atau Jawa.

Masalahnya, demikian Pram, Kartini memang tidak pernah mendapat pelajaran bahasa Melayu atau Jawa (hal. 204). Pelajaran yang diterimanya di Sekolah Rendah memang hanya bahasa Belanda. Tetapi bukan berarti Kartini tak mencoba belajar menulis bahasa Melayu dan Jawa. Dalam surat bertarikh 11 Oktober 1902 untuk karibnya, Stella Zeehandelaar, Kartini sudah berangan-angan: “Kelak aku akan menempuh ujian bahasa-bahasa pribumi, Jawa dan Melayu".

Tapi faktanya, Kartini cuma dikenal sebagai pengarang berbahasa Belanda. Hal ini bisa jadi berkait erat dengan pilihan Kartini yang lebih memilih audiens yang berbahasa Belanda. Jadi ini soal pilihan. Lantas, kenapa Kartini lebih memilih pembaca berbahasa Belanda? Pram menjawab: “Kartini memang dengan sadar hendak memberikan arah baru pada kaum intelektual yang pada masa itu berbahasa Belanda. Lagi pula, jika ia menulis bahasa Jawa, toh masih amat sedikit publik Jawa yang bisa baca-tulis”. Ia khawatir yang ia tulis akan sia-sia.

Lantas, bagaimana menjelaskan Kartini sebagai “pemikir Indonesia modern pertama yang menjadi pemula sejarah Indonesia modern sekaligus?” Pram memberi ancang-ancang: Jangan lupakan kenyataan historis betapa Kartini saat itu hidup dalam taraf kesadaran nasional yang paling awal, yang masih berbentuk embrio serta masih jauh dari kebulatan. Dengan ancang-ancang itu, kita tak keget sewaktu membaca Door duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang) kita tak temui kata “kesadaran nasional”, “nasionalisme”, “demokrasi”, “negara”, “bangsa” hingga “kemerdekaan”. Tanpa pemahaman akan latar historis Kartini hidup, kita berarti tak mau tahu akan posisi Kartini.

Dalam gumpalan otak dan hati Kartini, kesadaran nasional itu muncul dalam bentuknya yang “halus dan diam-diam”, tapi bukannya tak disadari. Simak kata-katanya: “Rasa setiakawan memang tiada terdapat pada masyarakat Inlander, dan sebaliknya yang demikianlah justru yang harus disemaikan, karena tanpa dia kemajuan Rakyat seluruhnya tidak mungkin.” (hal. 106). Kita tahu, frase “setiakawan” yang disebutnya itu di kemudian hari kembali muncul dalam bentuk yang berbeda, tapi dengan arti yang kurang lebih hampir sama, yaitu “persatuan dan kesatuan”.

Dalam bentuk yang mungkin tak disadarinya, ia juga menjadi pelopor kesetiakawanan yang melintasi batas teritori dan budaya. Ketika Kartini terpaksa menampik beasiswa belajar ke Belanda, ia memohon (merekomendasi) agar beasiswa itu dialihkan saja kepada seorang pemuda Sumatera yang menurutnya amatlah pandai dan berbakat yang sayangnya tidak memiliki kecukupan biaya. Siapa pemuda yang dimaksudkan Kartini? Tak lain adalah Haji Agus Salim. Kartini tidak merekomendasikan salah satu adik perempuannya maupun pemuda Jawa lain yang ia kenal. Dengan demikian, pinjam bahasa Pram, ia sudah terbebas dari jebakan “provinsialisme”.

Kartini memang banyak mengemukakan kekaguman pada kebudayaan Eropa. Hanya saja penting diingat, bahwa Kartini tidak buta dan terpesona habis oleh prestasi bangsa Eropa. Kartini sudah sadar bahwa Eropa bukan satu-satunya pola yang harus diikuti. Ia juga sadar bahwa Eropa bukanlah surga.

Yang ia lakukan dan katakan karenanya bukanlah pembenaran terhadap penjajahan. Sama sekali tidak. Pram yakin, Kartini “...dengan ketajaman daya observasinya melihat kekuatan-kekuatan yang ada pada penjajah, mengambilnya, dibawanya pulang, untuk memperlengkapi bangsanya dengan kekuatan baru.” (hal. 124) Mungkin lebih tepat dikatakan, Kartini melakukan penguasaan atas realitas dan lantas menggunakannya.

Adalah luar biasa membayangkan seorang perempuan bumiputera berusia duapuluh (saat Kartini mulai menulis surat-suratnya), yang cuma tamatan Sekolah Rendah, tanpa kesempatan meneruskan sekolah, dan hanya susah payah belajar sendiri, bisa sedemikian maju pikiran, pengetahuan dan kepeloporannya. Karenanya janggal jika pribadi dengan kemampuan dan jasa yang demikian besar hanya dirayakan dan dihormati dengan ritus lomba masak-memasak dan rias-merias.


ZEN RACHMAT SUGITO,
Bekerja di Riset Independen Arsip Kenegaraan (RIAK) Jakarta

Rabu, 20 April 2011

Mati Sangit Ala Si Sarip

Gelar “syahid” yang menjadi ghordul akhir para Mujahidin nampaknya tidak pantas disandangkan kepada Muchamad Sarip, pelaku bom bunuh diri di Masjid Adz-Dzikro Mapolresta Cirebon, Jumat (15/4/2011). Atas tingkah konyolnya yang dilakukan, bukan mati syahid yang ia dapat, tapi “mati sangit”.

Sangit” dalam dialek Cerbon diistilahkan untuk menunjukkan sebuah aroma menyengat kurang sedap yang ditimbulkan dari sesuatu yang terbakar, misalnya aroma yang timbul dari masakan gosong atau barang yang telah hangus, seperti plastik, kayu, atau benda non cair lainnya. Mati sangit yang dilakoni lelaki jangkung dengan tinggi badan 181 sentimeter ini berarti mati dalam keadaan hangus terpanggang, gosong karena panas yang sangat.

Untuk menjadi seorang yang mati sangit, Si Sarip (biasa Muchammad Sarip dipanggil di lingkungannya) nampaknya sudah menyiapkan diri jauh-jauh hari. Dua pekan sebelum kejadian, dia pergi meninggalkan istrinya Sri Maliha (27) yang tinggal di Gg. 30 Bata RT 03/RW 01 Dusun Senen Desa Panjalin Kidul Kecamatan Sumber Jaya Kabupaten Majalengka,
pamit hendak merantau mencari uang untuk biaya persalinan anak pertama mereka. Sri sendiri saat ini tengah hamil 9 bulan.

Di lokasi kejadian, sebelum shalat Jum'at di Masjid Adz-Dzikro Mapolresta Cirebon dimulai, Si Sarip yang mengenakan pakaian serba hitam-hitam, mulai dari baju, celana panjang, jaket, hingga peci serta tas pinggang, sudah terlihat gelisah. Ia nampak mondar-mandir di kamar mandi dekat tempat wudlu, seakan sedang menyiapkan sesuatu. Namun jamaah yang mayoritas adalah anggota kepolisian Polresta Cirebon tidak ada yang menaruh curiga kepadanya.

Sekitar pukul 11.55 WIB, tertib salat Jumat mulai dilakukan, selang lima menit berikutnya, Ust. Abbas mulai menyampaikan khutbah. Pada saat itu Si Sarip masih belum masuk ke dalam masjid, ia masih mondar-mandir di sekitar kamar mandi.

Pukul 12.10 WIB, ketika Khatib telah menuntaskan khutbahnya, dan jamaah bersiap untuk melakukan salat Jum'at. Si Sarip masuk ke dalam masjid dan berbaur dengan jamaah lainnya, ia menempati shaf ke-3 dari depan.

Selang beberapa detik saat Imam mulai mengangkat tangan untuk takbiratul ihram, terdengar ledakan dahsyat dari shaf ketiga. “Duarrr....!!!”, keadaan sejenak hening, kemudian setelah itu jamaah gaduh riuh sesekali terdengan teriakan histeris dan rintihan. Sejumlah orang tergeletak, terluka, Si Sarip pun terkapar sangit, dia langsung ambruk dan tewas seketika dengan kondisi perut menganga. Jamaah yang berdekatan dengannya berjatuhan dan menderita luka serius, kemudian dievakuasi oleh jamaah lainnya.


Kapolresta Cirebon
AKBP Herukoco yang berada di shaf terdepan juga ikut menjadi korban. Punggungnya terluka akibat terkena serpihan bom, seperti paku, baut, dan mur.

Salat Jumat di masjid tersebut akhirnya urung dilanjutkan. Puluhan korban luka, termasuk Kapolresta langsung dibawa ke rumah sakit terdekat. Demikian halnya korban selamat juga langsung dievakuasi dari masjid. Sementara jasad Si Sarip, ditinggalkan di dalam masjid hingga datang petugas dari tim khusus kepolisian.

Dalam peristiwa itu, sekitar 27 orang menjadi korban dari luka ringan hingga luka berat akibat ulah bejat “Si Sarip yang diduga sarap” mengakhiri perjalanan hidupnya dengan “Mati Sangit”. (
ASF)

Minggu, 17 April 2011

Pelaku Bom Bunuh Diri Bernama Muchamad Sarip

Identitas pelaku bom bunuh diri di Masjid Ad-Zikra di lingkungan Mapolresta Cirebon, Jawa Barat, mulai terkuak. Pelaku bom bunuh diri diduga bernama Muchamad Sarip (sebelumnya ditulis bernama Muhammad Syarif).

“Iya mirip (Sarip). 80 Persen mirip cuma beda pada bagian mulut,” kata Kakak orangtua Syarif, Elang Rasid, saat disodori foto bergambar pelaku bom bunuh diri, di rumah orangtua Muchamad Sarip, Gang Rara Kuning II RT 3 RW 6 nomor 55, Petratean, Kecamatan Pekalipan, Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (16/4). Elang mengaku sempat dimintai keterangan oleh polisi.

Kediaman orangtua Sarip sepi. Rumah sederhana itu terletak di perkampungan padat. Rumah bercat merah jambu dan pintu pagar warna coklat itu tampak tertutup. Lampu di teras dibiarkan menyala. Tidak ada penghuni yang beraktivitas. Pelaku jarang bergaul dengan tetangga sekitar. Ia kerap marah-marah kepada orangtuanya.

Si Sarip itu jarang pulang, berangkat pagi pulang malam. Jarang bergaul dengan tetangga,” kata tetangga Sarip, Enjoh. Menurut dia, Sarip suka marah-marah apabila melihat sang ibunda, Ratu Srimulat, tidak mengenakan jilbab atau kerudung.

Dia juga marah kalau orang rumah sering nonton TV. Dia sering ngancam aku putus atau aku jual saja,” ujar Enjoh. Sarip lebih suka beribadah di musala di kawasan Kebon Pring. “Dia jarang salat di Musala Al Huda,” kata Enjoh.


Ketua RT 3, Ending, mengaku kurang kenal dengan Sarip. “Saya tidak terlalu kenal, dia jarang bergaul sama warga di sini. Dia berangkat pagi pulang malam,” kata Ending.

Bom Bunuh Diri Diduga Dikendalikan Lewat Remote Control

Bom bunuh diri di Mapolresta Cirebon diduga dikendalikan oleh sang sutradara tak jauh dari lokasi kejadian. Bom diledakkan saat pelaku sudah berada pada lokasi yang dinilai strategis.

Pada kasus bom di Mapolresta Cirebon, belum tentu juga pelaku melakukan bunuh diri, bisa jadi dikendalikan melalui remote control oleh sang sutradara yang berada di lokasi kejadian,” Ujar Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF), Mustofa B. Nahrawardaya, dalam siaran pers, Sabtu (16/4/2011).

Menurut Mustofa, pelaku sengaja menggunakan bom dengan skala kecil. Sehingga ledakan yang terjadi tidak menghancurkan kepala pengantin bom bunuh diri tersebut.

Jika memang ingin bunuh diri maupun berniat membunuh banyak korban, mestinya pelaku menggunakan bom besar yang sekaligus bisa menghancurkan tubuh dan kepalanya, agar tidak meninggalkan jejak. Namun, dengan meninggalkan kepala, diduga ada aktor lain yang mengendalikannya,” tutur Mustofa.

Sang sutradara, menurut Mustofa, mencoba memberikan jejak pelaku bom bunuh diri. Kejadian serupa, menurut Mustofa juga terjadi di ledakan bom Jimbaran dan bom Marriot 2.

Jika memang ingin bunuh diri maupun berniat membunuh banyak korban, mestinya pelaku menggunakan bom besar yang sekaligus bisa menghancurkan tubuh dan kepalanya, agar tidak meninggalkan jejak. Namun, dengan meninggalkan kepala, diduga ada aktor lain yang mengendalikannya,” duganya. [kn/dtk/vv]

courtesy of : K@barNet

Jumat, 15 April 2011

Duaarrr!!!, Bom Meledak di Masjid Mapolresta Cirebon

Masya Allah ....!!!, untuk kesekian kalinya, Indonesia lagi-lagi digegerkan dengan aksi bom. Sebuah ledakan terjadi di masjid yang berada di areal Markas Kepolisian Resor Cirebon, Jawa Barat, hari ini (15/4).

Sumber di Kepolisian Resor Kota Cirebon yang sekaligus menjadi saksi mata menyebutkan, ledakan bom bunuh diri di Masjid Al-Dzikro (bukan Masjid At-Taqwa seperti banyak diberitakan, pen.) terjadi saat imam sedang melakukan "takbiratul ihram" untuk memulai Shalat Jumat.


"Usai khotbah, kemudian imam melakukan 'takbiratul ihram', akhirnya bom meledak dan suasana langsung gelap," kata seorang jamaah Shalat Jumat yang juga anggota Mapolresta Cirebon saat dihubungi dari Jakarta.

Ia menjelaskan, pelaku saat berwudlu sudah terlihat mondar-mandir, bahkan juga sempat masuk toilet cukup lama. "Dia masuk ke masjid dan duduk di shaf (baris) kedua, tetapi saat shalat akan dimulai dia bergeser ke tengah Masjid di tengah-tengah," katanya yang mengaku sempat berdiri tidak jauh dari pelaku.

Ia menjelaskan, biasanya ada sekitar 80 persen polisi yang selalu Shalat Jumat di Masjid itu.

Dalam ledakan itu, 17 orang mengalami luka-luka dan pelaku peledakan bom menjadi satu-satunya korban yang korban meninggal dunia. Semua korban saat ini telah dilarikan ke RS Pertamina.

Sementara itu, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Irjen Pol Anton Bachrul Alam, mengatakan bahwa ledakan di Masjid Mapolresta Cirebon, Jumat sekitar pukul 12.20 WIB, diduga adalah bom bunuh diri.

Menurut dia, petugas Polri saat ini masih menyelidiki jenis bom yang meledak. "Tim dari Polri saat ini masih menyelidiki jenis bom yang meledak sesaat menjelang Shalat Jumat," kata Anton Bachrul Alam.

Anton mengatakan, ada 17 korban dari ledakan yang diduga bom bunuh diri itu dan salah satu korbannya adalah Kapolresta Cirebon, AKBP Herukoco. Korban lainnya adalah Kasubag SDM, Kasatlantas, dua anggota Provost Polresta Cirebon, dua PNS dan masyarakat sipil.

"Para korban saat ini masih dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara Cirebon," kata Anton.

Sumber : http://www.republika.co.id

Sabtu, 02 April 2011

Salam Tabik Haul Buntet

Hari ini, Sabtu (02/04/2011) di Buntet Pesantren Kabupaten Cirebon sedang digelar helatan tahunan "Haul". Helatan yang sudah berlangsung puluhan kali diselenggarakan ini, merupakan acara pertemuan atau silaturahmi antara warga Buntet, para santri, para alumni, pejabat, petinggi dan berbagai komponen masyarakat. Karenanya, tidak heran jika setiap haul ratusan ribu manusia berduyun-duyun mendatangi Buntet Pesantren.

HAUL atau hari ulang tahun yang dirayakan setiap tahun di kampung Pondok Buntet Pesantren Cirebon, menjadi adat masyarakat yang hampir tidak pernah dilewatkan dalam benak orang-orang Buntet dan komunitasnya. Haul itu sendiri dinamai HAUL Almarhumin warga dan sesepuh Pondok Buntet Pesantren Cirebon. Sehingga yang menyelenggarakan haul bukan saja para keluarga sesepuh pondok Buntet Pesantren, tetapi semua warga yang ada di Buntet Pesantren berhak untuk meramaikan dan berkontribusi dalam ajang tahunan ini.

Tidak heran, dari semula haul sebagai acara keluarga pondok, untu saling mengingat kematian, menghormati para sesepuh dan merekatkan silaturahmi, kini sudah menjadi konsumsi publik dan dihadiri oleh ratusan ribu tamu dan penggiat setiap tahun.

Tidak heran juga para pejabat hingga presiden kerap hadir di moment silaturahmi ini. Haul telah berubah bukan saja forum silaturahmi tetapi juga forum ukhuwah basyariyah dan ukhuwah Islamiyah.

Salam Tabik! semoga seluruh acara yang diagendakan dapat berjalan dengan sukses, amien.... (ASF)