Jumat, 30 Desember 2011

Perayaan "Tahun Baru" dalam Perspektif Islam

(MagarsariPost) - Tahun baru sudah di ambang pintu, dalam hitungan waktu kita tinggal menunggu pergantian tahun dari 2011 menjadi 2012. Moment ini biasanya dirayakan secara meriah dan suka cita oleh penduduk bumi dengan mengadakan pesta-pora, hura-hura, dan kesenangan duniawi lainnya. Bukan cuma penduduk yang ada di kota-kota besar, tapi juga di kota kecil seperti kediaman penulis di Kec. Ketanggungan, Brebes. Bahkan fenomena ini sudah merambah luas di pelosok pedesaan (yang latah dengan ala kota).

Namun sebenarnya bagaimana awal munculnya istilah "tahun baru" tersebut, dan bagaimana pula pandangan Islam tentang merayakannya?


Sejarah Penanggalan Tahun Baru

Tahun baru adalah suatu perayaan dimana suatu budaya merayakan berakhirnya masa satu tahun dan menandai dimulainya hitungan tahun selanjutnya. Budaya yang mempunyai kalender tahunan semuanya mempunyai perayaan tahun baru; seperti umat Yahudi, memperingati Rosh Hashanah yang dirayakan pada bulan September atau awal Oktober; umat Hindu merayakan tahun baru Saka (Caka), Bangsa Cina atau Tionghoa merayakan tahun baru Imlek, dan sebagian umat Islam juga merayakan tahun baru Hijriyah yang jatuh pada setiap tanggal 01 Muharam.

Hari tahun baru di dunia umumnya jatuh pada tanggal 01 Januari karena mayoritas negara-negara di dunia mengadopsi kalender Gregorian (kalender Masehi yang ditetapkan Paus Gregorius XIII pada tahun 1582), termasuk bangsa Indonesia.

Perayaan tahun baru pertama kali diselenggarakan pada tanggal 01 Januari 45 SM. Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai Kaisar Roma, ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM.

Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir. Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 01 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini.

Tidak lama sebelum Caesar terbunuh di tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustinus, menjadi bulan Agustus.


Perayaan Tahun Baru (Masehi) dalam Perspektif Islam

Ada sekian banyak pendapat yang berbeda tentang hukum merayakan tahun baru masehi. Sebagian mengharamkan dan sebagian lainnya membolehkannya (namun) dengan syarat.

Mereka yang mengharamkan perayaan malam tahun baru masehi, berhujjah dengan beberapa argumen.
  1. Perayaan "Malam Tahun Baru" pada hakikatnya adalah (ritual) peribadatan orang Kafir, yang sebagian besar pemeluknya adalah bangsa-bangsa di Benua Eropa (Barat). Sejak masuknya ajaran agama Nasrani ke Eropa, beragam budaya paganis (keberhalaan) masuk ke dalam ajaran itu. Salah satunya adalah perayaan malam tahun baru. Bahkan menjadi satu kesatuan dengan perayaan Natal (Merry Christmas & Happy New Year...., pen.) yang dipercaya secara salah oleh bangsa Eropa sebagai hari lahir Nabi Isa. Walhasil, perayaan malam tahun baru masehi itu adalah perayaan hari besar agama kafir, maka hukumnya haram dilakukan oleh umat Islam;
  2. Perayaan "Malam Tahun Baru" menyerupai orang kafir. Meski barangkali ada yang berpendapat bahwa perayaan malam tahun tergantung niatnya, namun paling tidak seorang muslim yang merayakan datangnya malam tahun baru itu sudah menyerupai ibadah orang kafir. Dan sekedar menyerupai itu pun sudah haram hukumnya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW : "Siapa yang menyerupai pekerjaan suatu kaum (agama tertentu), maka dia termasuk bagian dari mereka".
  3. Perayaan "Malam Tahun Baru" penuh Maksiat. Sulit dipungkiri bahwa kebanyakan orang-orang merayakan malam tahun baru dengan minum khamar, berzina, tertawa dan hura-hura. Bahkan bergadang semalam suntuk menghabiskan waktu dengan sia-sia. Padahal Allah SWT telah menjadikan malam untuk berisitrahat, bukan untuk begadang sepanjang malam, kecuali bila ada anjuran untuk shalat malam. Maka mengharamkan perayaan malam tahun baru buat umat Islam adalah upaya untuk mencegah dan melindungi umat Islam dari pengaruh buruk yang lazim dikerjakan para ahli maksiat.
  4. Perayaan Malam Tahun Baru adalah Bid'ah Dhalalah (kegiatan yang mengada-ada dan menyesatkan). Oleh karenanya perayaan ini tidak pantas diikuti oleh umat Islam.
Adapun pendapat yang membolehkan, berangkat dari argumentasi bahwa perayaan malam tahun baru Masehi tidak selalu terkait dengan ritual agama tertentu, semua tergantung kepada niatnya. Kalau diniatkan untuk ikut-ikutan sebagaimana yang dilakukan orang kafir, maka hukumnya haram. Tetapi kalau bukan itu tujuannya, maka sah-sah saja (mubah) kita melakukannya, atau bahkan dianjurkan, seperti kita memperingatinya dengan bermujahadah atau beristigotsah kepada Allah Swt.

Secara cermat, kita dapat mengambil sisi positif dari moment tahunan ini, diantaranya :

  • Di akhir tahun ini kita memanjatkan Syukur kepada Allah Swt., karena masih diberikan penghidupan pada tahun sebelumnya, dan berharap (do'a) penghidupan di tahun berikutnya akan lebih baik lagi;
  • Di akhir tahun ini kita renungi pencapaian yang didapat selama satu tahun, introspeksi, ber-muhasabah tentang amaliyah kita, manakah yang lebih dominan; sayyi'ah ataukah khasnah(?). Umar bin Khattab berkata : "hisablah dirimu sebelum dihisab (di Akhirat nanti)";
  • Menjalin hubungan kebersamaan dan kekerabatan, karena biasanya malam tahun baru adalah waktu yang pas untuk berkumpul bersama dengan teman, handai taulan, ataupun keluarga. Wallahu a’lam.
Selamat (merenungi) Tahun Baru! (ASF).

Selasa, 27 Desember 2011

Pesan Pluralisme dalam Perayaan Natal

(MagarsariPost) - “Merry Christmas”, itulah ungkapan selamat yang merupakan bagian dari budaya umat Kristen yang akhir-akhir ini mulai ikut menular dalam diri umat Islam.

Sepintas kalimat tersebut tidak lain seperti kalimat-kalimat ucapan selamat lainnya. Tapi jika ditelaah lebih dalam ucapan selamat yang satu ini tentu berbeda dengan ungkapan “Selamat Hari Raya Idhul Fitri”, “Selamat Hari Raya Idhul Adha”, “Selamat Tahun Baru Hijriah”. Berbeda karena kita melihat ungkapan “Merry Christmas” itu menggunakan cara pandang (worldview) Islam yang sebenarnya.

Hari Natal yang identik dirayakan pada tanggal 25 Desember 2011 (konon) adalah hari kelahiran Yesus, namun Natal menjadi kepercayaan sebagian kaum Kristen khususnya keyakinan gereja Barat. Akan tetapi, gereja Timur menyangsikan bahwa Yesus dilahirkan pada tanggal itu. Paus Yohanes Paulus II pernah mengumumkan kepada umat Kristen bahwa Yesus sebenarnya tidak dilahirkan pada 25 Desember. Tanggal tersebut dulu dirayakan sebab hari tersebut merupakan perayaan tengah musim dingin kaum pagan Roma Kuno (Romana) atau lebih tepatnya adalah hari kelahiran banyak dewa pagan seperti : Osiris, Attis, Tammuz dan lain-lain.

Perayaan Hari Natal juga menjadi polemik di masyarakat, khususnya Islam. Bagi siapa saja yang tidak ikut merayakannya berarti ia dianggap "tidak toleran". Untuk itulah pusat-pusat perbelanjaan hampir di seluruh daerah kini turut merayakan hari Natal sebagai bentuk toleransi dalam beragama.


Natal dan Doktrin Pluralisme

Dalam “The Passion of The Christ” menerangkan bahwa perdebatan mengenai konsep teologi Kristen masih berpangkal pada konsep ‘Ketuhanan Yesus’. Dengan kata lain, dasarnya saja dianggap ada yang bermasalah. Oleh karena banyaknya kejanggalan para pemikir Ketuhanan Yesus, sebut saja Arthur Drews (1865-1935) beserta seorang pengikutnya Willian Benjamin Smith (1850-1934) yang bersikap kritis hingga mereka berani mengajukan pertanyaan, “Apakah Yesus itu benar-benar ada, atau hanya sekedar tokoh fiktif dan simbolik saja?”.

Pertanyaan tersebut ternyata ditanggapi oleh Greonen dengan argumen bahwasannya persoalan yang terjadi sebenarnya bukan pada diri Yesus. Tapi yang menjadi masalah bagi manusia adalah bagaimana mereka memahami Yesus, sebab pada dasarnya Tuhan tetaplah Tuhan dan bukan makhluk yang diciptakan.

Atas nama “toleransi”, kini keyakinan umat Islam mulai ikut bercampur-aduk. Akibatnya, konsep kufur dan iman menjadi kabur. Agama saat ini rela “digadaikan” hanya dengan alasan "toleransi". Sekarang Islam, besok Kristen, mungkin besoknya lagi Hindu atau yang lainnya secara tidak terasa.

Keberhasilan paham liberal dengan "doktrin pluralisme" (menganggap semua agama sama, red.) tidak lain menjadikan orang Islam tidak paham ilmu dan kaidah Islam. Mereka beranggapan, seolah agama itu seperti baju yang bisa dipakai sesuka hati. Hari ini berpakaian biru, besok hitam, besoknya lagi abu-abu. Tentu ini pemikiran yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Bagaimanapun, konsep pluralisme merupakan proyek Orientalis. Fakta ini dapat dibuktikan melalui pernyataan Peter Ludwig Berger, seorang sosiolog Amerika dan juga teolog Lutheran. Dalam bukunya “The Desecularization of the World”, yang menyatakan bahwa sekularisasi telah gagal, sebab praktek keagamaan ternyata justru bertambah subur dan desekularisasi malah dominan. Oleh sebab itu dalam “The Social Construction of Reality” ia mengusulkan untuk mengganti sekularisasi dengan penyebaran paham pluralisme. Tentang pluralisme agama, mereka kini berani angkat suara. Mulai William Liddle (Ohio State University) dan Diana Eck (Harvard University) hingga Franz Magnis Suseno (STF Driyarkara), dan yang paling terakhir seorang pendeta Jesuit yang berusaha mengaburkan makna pluralisme agama dengan memisahkannya dari relativisme kemudian menyamakannya dengan toleransi.

Hanya seorang pluralis sejati yang toleran”, begitulah ungkap Jesuit yang menganggap siapa saja yang tidak pluralis maka ia tidak toleran. Termasuk umat Islam.


Tak Berarti Membenarkan Kebatilan

Toleransi tidak berarti harus menjadi pluralis. Saling menghormati dan menghargai tidak berarti membenarkan yang batil dan sesat. Antara haq dan batil sudah jelas.

Nabi Muhammad Shallallahu “alaihi Wa Sallam bertetangga dengan orang Yahudi, bersikap ramah dan toleran, namun beliau tetap mengatakan mereka kafir, jika tidak mau memeluk Islam, apalagi jika memusuhi kaum Muslim.

Meminjam pernyataan Dr. Hamid Fahmi, pluralisme adalah proyek postmodernisme. Sama halnya dengan argumen Prof. Attas yang menganggap sekularisme sebagai program orientalis yang dilaksanakan dengan strategi, dana serta agen pada setiap negara dan agama.

Untuk mengegolkan proyek peradaban tersebut memang tidak mudah. Oleh sebab itulah makna pluralisme dibuat ambigu. Misi umumnya yaitu menghancurkan fundamentalisme, tapi makna istilahnya dibuat bersayap. Terkadang bermakna toleransi dan di waktu yang berbeda berarti relativisme.

Nicholas F. Gier, dari University of Idaho, Moscow, Idaho menyimpulkan karakteristik pemikiran tokoh-tokoh liberal Amerika Serikat (AS) salah satunya yaitu percaya penuh pada kebebasan dan toleransi beragama.

Pada mulanya toleransi dibatasi hanya pada sekte-sekte dalam Kristen, namun toleransi dan kebebasan penuh bagi kaum ateis dan pemeluk agama non-Kristen hanya terjadi pada masa Benyamin Franklin, Jefferson dan Madison. Kebebasan beragama sepenuhnya berarti bukan hanya kebebasan dalam beragama tapi bebas dari agama juga, artinya bebas beragama dan bebas untuk tidak beragama.

Di lain sisi, Diana L. Eck dalam “The Challenge of Pluralism”, secara tegas menyatakan bahwa pluralisme bukan sekedar toleransi antar umat beragama, bukan juga sekedar menerima pluralitas (diversity). Dalam bukunya “From Diversity to Pluralism” ia “menghayal” bahwa pluralisme adalah “peleburan” agama-agama menjadi satu wajah baru yaitu realitas keagamaan yang plural.

Hayalan Diana tersebut mencerminkan akan kegalauan hatinya yang benar-benar kacau sebagai akibat dari kesalahan konsep yang ada dalam pikirannya. Bagaimana mungkin agama-agama yang konsep ketuhanannya jelas berbeda bisa melebur jadi satu. Suatu hal yang mustahil dan tidak bisa diterima oleh akal sehat. Sebagai kesimpulan dari paparan di atas, bahwa perayaan Natal sarat akan doktrin pluralisme. Paham ini bertujuan untuk menyamakan seluruh agama. Apapun agamanya tidak berhak mengatakan bahwa agamanya yang paling benar dan jika ingin hidup damai hormatilah kepercayaan orang lain dengan cara mempercayai keyakinan mereka sama benarnya.

Untuk itu, sudah sepatutnya umat Islam memahami hal ini dan terus berusaha membendung doktrin-doktrin pluralisme seperti halnya ikut-ikutan dalam merayakan hari Natal yang seharusnya tidak dilakukan oleh umat Islam.


Tolerannya Nabi

Sebagai penutup, di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang setiap harinya selalu berkata kepada setiap orang yang mendekatinya, “Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya maka kalian akan dipengaruhinya”.

Alkisah, setelah wafatnya Rasulullah Salallahu “Alaihi Wassalam, tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi, yang biasa menyuapin si pengemis Yahudi buta tersebut.

Suatu hari, sahabat Rasulullah yakni Abubakar Radhiallahu Anhu berkunjung ke rumah anaknya Siti Aisyah (isteri Rasulullah) dan bertanya tentang kebiasaan Nabi belum ia kerjakan.

Aisyah menjawab, “Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah dan hampir tidak ada satu kebiasaannya pun yang belum ayah lakukan kecuali satu saja". "Apakah Itu?", tanya Abu bakar RA. : "Setiap pagi Rasulullah selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang ada di sana“, kata Aisyah RA.

Keesokan harinya Abu Bakar pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk disuapkan si pengemis Yahudi yang buta. Ketika Abubakar mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil menghardik, “Siapakah kamu?”, Abubakar menjawab, “Aku orang yang biasa (mendatangi engkau)".

"Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku, bantah si pengemis buta itu. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut, setelah itu ia berikan padaku", pengemis itu melanjutkan perkataannya.

Abu Bakar tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata, “Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah Shallalu “Alaihi Wassalam".

Pengemis Yahudi buta itu terkaget-kaget, sebab selama itu orang yang difitnah, diumpat dan dicaci itu tak lain Muhammad yang mulia, yang setiap pagi menyuapinya dengan sabar. Setelah peristiwa itu, sang Yahudi buta akhirnya bersyahadat dan menjadi Muslim.

Banyak orang seolah sudah pintar, seolah ingin mengajari “toleransi” melebihi hebatnya Nabi kita bertoleransi. Rasulullah yang mulia begitu hebat memperlakukan Yahudi melebihi kita, namun tetap saja tak mencampurkan akidah dan menganggap semua agama sama.

Wa’Allahu a’lam bi as-Showab.


ditulis oleh : Cholis Akbar, alumni Institut Studi Islam Darussalam ISID Gontor Ponorogo

Minggu, 25 Desember 2011

Natal bukan Hari Kelahiran Yesus

(MagarsariPost) - Bissmillahi Laa ilaaha Illallah..., posting ini bukan untuk “ikut-ikutan” merayakan perayaan natal, tapi untuk memberikan pengetahuan/fakta dibalik natal, sebagai umat Islam kita semua meyakini tentang nabi Isa ‘alaihissalam berdasarkan al Qur’an dan Sunnah.

Umat Kristiani mengklaim bahwa 25 Desember adalah Hari Kelahiran Yesus (dalam keyakinan umat Islam adalah Nabi Isa ‘alaihissalam). Apakah benar natal adalah hari kelahiran Yesus? apakah natal adalah ajaran Bibel?


Sejarah Natal

Kata Christmas (Natal) yang artinya Mass of Christ atau disingkat Christ-Mass, diartikan sebagai hari untuk merayakan kelahiran “Yesus”. Perayaan yang diselenggarakan oleh non-Kristen dan semua orang Kristen ini berasal dari ajaran Gereja Kristen Katholik Roma. Tetapi, dari manakah mereka mendapatkan ajaran itu ? Sebab Natal itu bukan ajaran Bibel (Alkitab), dan Yesus pun tidak pernah memerintah para muridnya untuk menyelenggarakannya. Perayaan yang masuk dalam ajaran Kristen Katholik Roma pada abad ke-4 ini berasal dari upacara adat masyarakat penyembah berhala.

Karena perayaan Natal yang diselenggarakan di seluruh dunia ini berasal dari Katholik Roma, dan tidak memiliki dasar dari kitab suci, maka marilah kita dengarkan penjelasan dari Katholik Roma dalam Catholic Encyclopedia, edisi 1911, dengan judul : Christmas, Anda akan menemukan kalimat yang berbunyi sebagai berikut :

”Christmas was not among the earliest festivals of Church…the first evidence of the feast is from Egypt. Pagan customs centering around the January calends gravitated to Christmas”. [“Natal bukanlah upacara Gereja yang pertama….melainkan ia diyakini berasal dari Mesir. Perayaan yang diselenggarakan oleh para penyembah berhala dan jatuh pada bulan Januari, kemudian dijadikan hari kelahiran Yesus”].

Dalam Ensiklopedi itu pula, dengan judul Natal Day; Bapak Katholik pertama mengakui bahwa :

”In the Scriptures, no one is recorded to have kept a feast or held a great banquet on his birthday. It is only sinners (like Pharaoh and Herod) who make great rejoicings over the day in which they were born into this world”. [“Di dalam kitab suci, tidak ada seorang pun yang mengadakan upacara atau menyelenggarakan perayaan untuk merayakan hari kelahiran Yesus. Hanyalah orang-orang kafir saja (seperti Fir’aun dan Herodes) yang berpesta-pora merayakan hari kelahirannya di dunia ini”] .

Encyclopedia Britanica yang terbit tahun 1946 menjelaskan sebagai berikut :

”Christmas was not among the earliest festival of the church…. It was not instituted by Christ or the apostles, or by Bible authority, it was picked up afterward from paganism”. [“Natal bukanlah upacara gereja abad pertama. Hal ini tidak pernah diselenggarakan oleh Yesus atau para muridnya, ataupun otoritas Bibel. Upacara ini diambil oleh gereja dari kepercayaan penyembah berhala”].

Encyclopedia Americana terbitan tahun 1944 juga menyatakan berikut :

”Christmas…. It was, according to many authorities, not celebrated in the first centuries of the Christian church, as the Christian usage in general was to celebrate the death of remarkable persons rather than their birth…” (The “Communion”, which is instituted by New Testament Bible authority, is a memorial of the death of Christ). “…A feast was established in memory of this event [Christ’s birth] in the fourth century. In the fifth century the Western Church ordered it to be celebrated forever on the day of the old Roman feast of the birth of Sol, as no certain knowledge of the da of Christ’s birth existed”. ["Menurut para ahli, pada abad-abad permulaan, Natal tidak pernah dirayakan oleh gereja Kristen. Pada umumnya, umat Kristen hanya merayakan hari kematian orang-orang terkemuka saja, dan tidak pernah merayakan harikelahrian orang tersebut…”. (”Perjamuan Suci” yang tertera dalam Kitab Perjanjian Baru, hanyalah untuk mengenang hari kematian Yesus). ”…Perayaan Natal yang dianggap sebagai hari kelahiran Yesus, mulai diresmikan padaabad keempat Masehi. Dan pada abad kelima Masehi, Gereja Barat memerintahkan kepada umat Kristen untuk merayakan hari kelahiran Yesus, yang diambil dari hari pesta bangsa Romawi yang merayakan hari Kelahiran Sol (Dewa Matahari). Sebab tidak seorang pun yang mengetahui hari kelahiran Yesus”].

Sekarang perhatikan! Fakta sejarah telah membeberkan kepada kita bahwa mulai lahirnya gereja Kristen pertama sampai dua ratus atau tiga ratus tahun kemudian --jarak waktu yang lebih lama dari umur negara Amerika Serikat-- upacara Natal tidak pernah dilakukan oleh umat Kristen. Baru setelah abad keempat, perayaan ini mulai diselenggarakan oleh orang-orang Kristen Barat, Kristen Roma, dan Gereja. Menjelang abad kelima, Gereja Roma memerintahkan untuk merayakan sebagai hari raya umat Kristen yang resmi.


Yesus tidak Lahir pada Tanggal 25 Desember

Sungguh sangat mustahil jika Yesus dilahirkan pada musim dingin [1]. Sebab Injil Lukas 2:11 menceritakan suasana di saat kelahiran Yesus sebagai berikut :

“Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam. Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan di dekat mereka dan kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka dan mereka sangat ketakutan. Lalu kata malaikat itu kepada mereka : ”Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa : Hari ini telah lahir bagimu Juru selamat, yaitu Kristus, di kota Daud” .

Tidak mungkin para penggembala ternak itu berada di padang Yudea pada bulan Desember. Biasanya, mereka melepas ternak ke padang dan lereng-lereng gunung. Paling lambat tanggal 15 Oktober, ternak tersebut sudah dimasukkan ke kandangnya untuk menghindari hujan dan hawa dingin yang menggigil. Bibel sendiri dalam Perjanjian Lama, kitab Kidung Agung 2; dan Ezra 10:9,13 menjelaskan bahwa bila musim dingin tiba, tidak mungkin para gembala dan ternaknya berada di padang terbuka di malam hari.

Adam Clarke mengatakan : ”It was an ancient custom among Jews of those days to send out their sheep to the field and desert about Passover (early spring), and bring them home at commencement of the first rain” [2]. (“Adalah kebiasaan lama bagi orang-orang Yahudi untuk menggiring domba-domba mereka ke padang menjelang Paskah (yang jatuh awal musim semi), dan membawanya pulang pada permulaan hujan pertama”).

Adam Clarke melanjutkan :

“During the time they were out, the shepherds watch them night and day. As….the first rain began early in the month of Marchesvan, which answers to part of our October and November (begins sometimes in October), we find that the sheep were kept out in the open country during the whole summer. And, as these shepherd had not yet brought home their flocks, it is presumptive argument that October had not yet commenced, and that, consequently, our Lord was not born on the 25th of December, when no flock were out in the fields; nor could He have been born later than September, as the flocks were still in the fields by night. On this very ground, the Nativity in December should be given up. The feeding of the flocks by night in the fields is a chronological fact… See the quotations from the Talmudists in the Lightfoot”. [“Selama domba-domba berada di luar, para penggembala mengawasinya siang dan malam. Bila…hujan pertama mulai turun pada bulan Marchesvan, atau antara bulan Oktober dan Nopember, ternak-ternak itu mulai dimasukkan ke kandangnya. Kita pun mengetahui bahwa domba-domba itu dilepas di padang terbuka selama musim panas. Karena para penggembala belum membawa pulang domba-dombanya, berarti bulan Oktober belum tiba. Dengan demikian dapatlah diambil kesimpulan bahwa Yesus tidak lahir pada tanggal 25 Desember, ketika tidak ada domba yang berkeliaran di padang terbuka. Juga tidak mungkin dia lahir setelah bulan September, karena di bulan September inilah domba-domba masih berada di padang waktu malam. Dari berbagai bukti yang ada, kemungkinan lahir di bulan Desember itu harus disingkirkan. Memberi makan ternak di malan hari di padang gembalaan adalah fakta sejarah….sebagaimana yang diungkapkan oleh Talmud dalam bab ”Ringan Kaki”].

Dalam ensiklopedi manapun atau juga dalam kitab suci Kristen sendiri akan mengatakan kepada kita bahwa Yesus tidak lahir pada tanggal 25 Desember. Catholic Encyclopdia sendiri secara tegas dan terang-terangan mengakui fakta ini.

Tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan hari kelahiran Yesus yang sebenarnya. Jika kita meneliti dari bukti-bukti sejarah dan kitab suci Kristen sendiri, saya bisa mengambil kesimpulan bahwa Yesus lahir pada awal musim gugur --yang diperkirakan jatuh pada bulan September-- atau sekitar 6 bulan setelah hari Paskah.

Jika Tuhan menghendaki kita untuk mengingat-ingat dan merayakan hari kelahiran Yesus, niscaya Dia tidak akan menyembunyikan hari kelahirannya.


Proses Natal Masuk ke Gereja

NewSchaff – Herzog Encyclopedia of Religious Knowledge dalam artikelnya yang berjudul “Christmas” menguraikan dengan jelas sebagai berikut :

“How much the date of the festival depended upon the pagan Brumalia (Dec. 25) following the Saturnalia (Dec. 17-24), and celebrating the shortest day of the year and ‘the new sun’…can not be accurately determined. The pagan Saturnalia and Brumalia were too deeply entrenched in popular custom to be set aside by Christian influence… The pagan festival with its riot and marrymaking was so popular that Christians were glad of an excuse to continue its celebration with little change in spirit and in manner. Christian preachers of the West and the Near East protested against the unseemly frivolity with which Christ’s birthday was celebrated, while Christians of Mesopotamia accused their Western brethren of idolatry and sun worship for adopting as Christian this pagan festival. [“Sunguh banyak tanggal perayaan yang terkait pada kepercayaan pagan/penyembah berhala Brumalia (25 Desember) sebagai kelanjutan dari perayaan Saturnalia (17 – 24 Desember), dan perayaan menjelang akhir tahun, serta perayaan menyambut kelahiran matahari baru….tidak dapat ditentukan secara pasti (jumlahnya). Adat kepercayaan pagan Brumalia dan Saturnalia sudah berurat berakar dan populer tersebut dalam adat istiadat tersebut diambil oleh Kristen. Perayaan ini dilestarikan oleh Kristen dengan sedikit mengubah jiwa dan tata caranya. Para pendeta Kristen di Barat dan Timur Dekat menentang perayaan kelahiran Yesus yang meniru agama berhala ini. Di samping itu, Kristen Mesopotamia menuding Kristen Barat telah mengadopsi model penyembahan terhadap dewa Matahari” .

Perlu diingat ! Menjelang abad pertama sampai abad keempat Masehi, dunia dikuasai oleh imperium Romawi yang paganis politeisme. Sejak agama Kristen masih kecil sampai berkembang pesat, para pemeluknya dikejar-kejar dan disiksa oleh penguasa Romawi. Setelah Konstantin naik tahta menjadi kaisar, kemudian memeluk agama Kristen pada abad keempat Masehi, dan menempatkan agama sejajar dengan agama kafir Roma, banyak rakyat yang berbondong-bondong memeluk agama Kristen.

Tetapi karena mereka sudah terbiasa merayakan hari kelahiran dewa-dewanya pada tanggal 25 Desember, mengakibatkan adat tersebut sulit dihilangkan. Perayaan ini adalah pesta-pora dengan penuh kemeriahan, dansangat disenangi oleh rakyat. Mereka tidak ingin kehilangan hari kegembiraan seperti itu. Oleh karena itu, meskipun sudah memeluk agama Kristen, mereka tetap melestarikan upacara adat itu. Di dalam artikel yang sama – New Schaff – Herzog Encyclopedia of Religious Knowledge menjelaskan bagaimana kaisar Konstantin tetap merayakan hari “Sunday” sebagai hari kelahiran dewa matahari. Dan bagaimana pengaruh kepercayaan kafir Manichaeisme yang menyamakan Anak Tuhan (Yesus) identik dengan ”Matahari”. Kemudian pada abad keempat masehi, kepercayaan itu masuk dalam agama Kristen. Sehingga perayaan hari kelahiran Sun-God (Dewa Matahari) yang jatuh pada tanggal 25 Desember, diresmikan menjadi hari kelahiran Son of God (Anak Tuhan, yaitu Yesus).

Demikianlah asal-usul ”Christmas” atau Natal yang dilestarikan oleh dunia barat sampai sekarang. Walaupun namanya diubah menjadi selain Sun-Day, Son of God, Christmas, dan Natal; pada hakekatnya sama dengan merayakan hari kelahiran dewa matahari. Sebagai contoh, kita bisa saja menamakan kelinci itu dengan nama singa, tetapi bagaimanapun juga fisiknya tetap kelinci.

Marilah kita kembali membaca Encyclopedia of Brittanica yang mengatakan sebagai berikut :

“Certain Latins, as early as 354, may have transferred the birthday from January 6th to December 25, which was then a Mithraic feast….. or birthday of the unconquered Sun… The Syrians and Armenians, who clung to January 6th, accused the Romans of suns worship and idolatry, contending…that the feast of December 25th, had been invented by disciples of Cerinthus…”. [“Kemungkinan besar bangsa Latin/Roma sejak tahun 354 telah mengganti hari kelahiran dewa Matahari dari tanggal 6 Januari ke 25 Desember, yang merupakan dari kelahiran anak dewa Mitra atau kelahiran dewa Matahari yang tidak terkalahkan. Tindakan ini mengakibatkan orang-orang Kristen Syiria dan Armenia marah-marah. Karena sudah terbiasa merayakan hari kelahiran Yesus pada tanggal 6 Januari, mereka mengecam bahwa perayaan tanggal 25 Desember itu adalah hari kelahiran Dewa Matahari yang dipercayai oleh bangsa Romawi. Penyusupan ajaran ini ke dalam agama Kristen, dilakukan oleh Cerinthus”]. (siraaj/arrahmah.com).


Catatan kaki :

[1] Di wilayah Yudea, setiap bulan Desember adalah musim hujan dan hawanya sangat dingin.

[2] Adam Clarke Commentary, Vol. 5, Page 370, New York

Sumber : The Plain Truth About Christmas oleh Herbert W. Armstrong (1892 – 1986 – Worldwide Church of God, California USA 1984.


Jumat, 23 Desember 2011

Haramnya Kaum Muslim Ikut Natalan

(MagarsariPost) - Menjelang perayaan Natal bagi umat Kristiani, ada perkara yang harus difahami oleh umat Islam agar tidak terjerumus dalam perbuatan haram dan syirik. Yaitu, tentang hukum mengikuti perayaan Natal bersama yang dilakukan oleh umat Kristiani. Sebab, biasanya mereka mengajak umat Islam untuk mengikutinya sebagai balasan dari kebiasaan mereka ikut acara halal bihalal atau acara Maulid umat Islam. Umat Islam dalam hal ini tidak boleh menganggap hal itu sekedar sebagai hubungan sosial, tapi harus merujuk kepada hukum agama, bagaimana menurut agama Islam. Boleh atau tidak? Halal atau haram?

Dalam masalah mengikuti natalan bersama umat Kristiani ini, MUI telah mengeluarkan fatwa pada tahun 1981 di masa Ketua Umum MUI Prof. Dr. Buya Hamka.

Fatwa MUI yang ditandatangtani Ketua Komisi Fatwa KH. Syukri Ghazali dan Sekretaris H. Masudi tersebut intinya sebagai berikut :

Pertama, bahwa ummat Islam tidak boleh mencampuradukkan aqidah dan peribadatan agamanya dengan aqidah dan peribadatan agama lain berdasarkan :

  1. Al-Qur‘an surat Al-Kafirun [109] ayat 1-6 : “Katakanlah hai orang-orang kafir, 'aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku”.
  2. Al-Qur‘an surat Al-Baqarah [2] ayat 42 : “Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui”. (FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA TENTANG PERAYAAN NATAL BERSAMA point B)

Kedua, bahwa barangsiapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih daripada satu, Tuhan itu mempunyai anak Isa Al-Masih itu anaknya, bahwa orang itu kafir dan musyrik, berdasarkan atas:

  1. Al-Qur‘an surat Al-Maidah [5] ayat 72 : "Sesungguhnya telah kafir orang-orang yang berkata, 'Sesungguhnya Allah itu ialah Al-Masih putera Maryam'. Padahal Al Masih sendiri berkata, 'Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu'. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga dan tempatnya ialah Neraka, tidak adalah bagi orang zhalim itu seorang penolong pun
  2. Al-Qur‘an surat Al-Maidah [5] ayat 73 : “Sesungguhnya kafir orang-orang yang mengatakan, 'Bahwa Allah itu adalah salah satu dari yang tiga (Tuhan itu ada tiga)', padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain Tuhan yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu pasti orang-orang kafir itu akan disentuh siksaan yang pedih
  3. Al-Qur‘an surat At-Taubah [9] ayat 30 : “Orang-orang Yahudi berkata Uzair itu anak Allah, dan orang-orang Nasrani berkata Al-Masih itu anak Allah. Demikianlah itulah ucapan dengan mulut mereka, mereka meniru ucapan/perkataan orang-orang kafir yang terdahulu, dilaknati Allah-lah mereka bagaimana mereka sampai berpaling”.(FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA TENTANG PERAYAAN NATAL BERSAMA point D).

Islam mengajarkan Bahwa Allah SWT itu hanya satu, berdasarkan atas Al Qur‘an surat Al Ikhlas :

Katakanlah, 'Dia Allah yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang segala sesuatu bergantung kepada-Nya. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorang pun/sesuatu pun yang setara dengan Dia”.
Ketiga, Islam mengajarkan kepada ummatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan dari larangan Allah SWT serta untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan, berdasarkan atas :

  1. Hadits Nabi SAW dari Nu‘man bin Basyir : “Sesungguhnya apa apa yang halal itu telah jelas dan apa apa yang haram itu pun telah jelas, akan tetapi diantara keduanya itu banyak yang syubhat (seperti halal, seperti haram) kebanyakan orang tidak mengetahui yang syubhat itu. Barang siapa memelihara diri dari yang syubhat itu, maka bersihlah agamanya dan kehormatannya, tetapi barang siapa jatuh pada yang syubhat maka berarti ia telah jatuh kepada yang haram, semacam orang yang menggembalakan binatang makan di daerah larangan itu. Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai larangan dan ketahuilah bahwa larangan Allah ialah apa-apa yang diharamkan-Nya (oleh karena itu hanya haram jangan didekati)”.
  2. Kaidah Ushul Fiqih :
Menolak kerusakan-kerusakan itu didahulukan daripada menarik kemaslahatan-kemaslahatan (jika tidak demikian sangat mungkin mafasidnya yang diperoleh, sedangkan masholihnya tidak dihasilkan).” (point F dan G).
Berdasarkan tiga pertimbangan di atas, MUI memfatwakan :
  • Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa AS, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas.
  • Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumnya haram.
  • Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah SWT dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan Natal.

(Jakarta, 01 Jumadil Awal 1401 H, 07 Maret 1981, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Ketua K. H. M SYUKRI GHOZALI Sekretaris Drs. H. MAS‘UDI, Sumber: Himpunan Fatwa Mejelis Ulama Indonesia 1417H/ 1997, halaman 187-193).


Camkan!

Fatwa MUI itu memfokuskan haramnya mengikuti upacara natal. Dan agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah SWT dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan Natal. Oleh karena itu, di dalam hari-hari perayaan Natal oleh Umat Kristiani, kita umat Islam cukup dengan memberikan sikap toleran, yakni dengan membiarkan mereka merayakannya dan tidak mengganggunya.

Namun kita tetap tegas untuk tidak mengikuti perayaan tersebut karena semata menjaga kesucian agama Islam dan menjaga kemurnian aqidah kita serta keikhlasan kita dalam memeluk agama Allah SWT. Tidak mencampurkan dengan aqidah dan kepercayaan lain, apalagi sudah diterangkan kekeliruan dan kebatilannya sebagaimana dasar-dasar pertimbangan fatwa MUI di atas. Marilah kita resapi Firman Allah Swt. : ”Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". (QS. Al Kahfi 120).

Sahabat Nabi saw., Ibnu Abbas r.a, dalam tafsirnya mengatakan bahwa Tuhan Yang Esa dalam ayat tersebut adalah Tuhan yang tanpa anak dan tanpa sekutu.

Itulah Allah Swt., Tuhan yang benar-benar Esa dan kita diwajibkan mengesakan-Nya atau mentauhidkan-Nya.

Shodiq Ramadhan http://www.suara-islam.com

Jumat, 02 Desember 2011

Keutamaan Puasa di Bulan Muharram

(MagarsariPost) - Sesungguhnya syahrullah (bulan Allah) Muharram adalah bulan yang agung dan diberkahi. Bulan pertama dari penanggalan hijriyah. Dan salah satu dari empat bulan haram yang disebutkan oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya :

Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu”. (QS. Al-Taubah : 36)

Dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,

"Setahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya terdapat empat bulan yang dihormati. Yang tiga berurutan, yaitu Dzul Qa'dah, Dzulhijjah, dan Muharram. Sedangkan (satunya adalah) Rajab Mudhar yang berada antara Jumadil Tsaniah dan Sya'ban." (HR. Bukhari no. 2958).
Dan dinamakan Muharram karena dia termasuk bulan yang diharamkan (dihormati) dan keharamannya tadi diperkuat lagi dengan namanya (haram).


Keutamaan memperbanyak Puasa Sunnah Pada Bulan Muharram

Mengagungkan syahrullah Muharram adalah dengan tidak melakukan kemaksiatan di dalamnya. Sebaliknya, dianjurkan untuk mengisinya dengan amal-amal ketaatan. Salah satunya, adalah memperbanyak puasa di dalamnya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ

Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah (puasa) di bulan Allah (bulan) Muharram, dan shalat yang paling utama setelah shalat wajib (lima waktu) adalah shalat malam.“ (HR Muslim : 1163).

Hadits yang mulia ini menunjukkan dianjurkannya berpuasa pada bulan Muharram, bahkan puasa di bulan ini lebih utama dibandingkan bulan-bulan lainnya, setelah bulan Ramadhan.

Puasa yang paling utama dilakukan pada bulan Muharram adalah puasa ‘Aasyuura’ (puasa pada tanggal 10 Muharram), karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya dan memerintahkan para sahabat radhiyallahu ‘anhum untuk melakukannya, dan ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang keutamaannya beliau bersabda : “Puasa ini menggugurkan (dosa-dosa) di tahun yang lalu“ (HR. Bukhori-Muslim).

Lebih utama lagi jika puasa tanggal 10 Muharram digandengankan dengan puasa tanggal 9 Muharram, dalam rangka menyelisihi orang-orang Yahudi dan Nashrani, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika disampaikan kepada beliau bahwa tanggal 10 Muharram adalah hari yang diagungkan orang-orang Yahudi dan Nashrani, maka beliau bersabda :

Kalau aku masih hidup tahun depan, maka sungguh aku akan berpuasa pada tanggal 9 Muharram (bersama 10 Muharram).” (HR. Muslim : 1134).
Sebagian ulama ada yang berpendapat di-makruh-kannya (tidak disukainya) berpuasa pada tanggal 10 Muharram saja, karena menyerupai orang-orang Yahudi, tapi ulama lain membolehkannya meskipun pahalanya tidak sesempurna jika digandengkan dengan puasa sehari sebelumnya.

Sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan puasa tanggal 10 Muharram adalah karena pada hari itulah Allah Ta’ala menyelamatkan Nabi Musa álaihis salam dan umatnya, serta menenggelamkan Fir’aun dan bala tentaranya, maka Nabi Musa ‘alaihis salam pun berpuasa pada hari itu sebagai rasa syukur kepada-Nya, dan ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar orang-orang Yahudi berpuasa pada hari itu karena alasan ini, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ

Kita lebih berhak (untuk mengikuti) Nabi Musa ‘alaihis salam daripada mereka“ (HR. Bukhori-Muslim).
Kemudian untuk menyelisihi perbuatan orang-orang Yahudi, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk berpuasa tanggal 9 dan 10 Muharram, yang pada tahun 2011 ini jatuh pada tanggal 5 dan 6 Desember, tepatnya pada hari Senin dan Selasa lusa.


Penutup

Bulan Muharram adalah salah satu dari empat bulan haram, yang seharusnya dimuliakan. Cara memuliakannya bukan dengan mengkramatkannya sehingga menetapkan mitos-mitos yang tak ada dasarnya. Memuliakannya adalah dengan tidak mengerjakan maksiat dan dosa besar di dalamnya. Di samping itu memperbanyak amal shalih sebagai lawan dari maksiat, dan salah satu amal shalih yang ditekankan adalah berpuasa. Dianjurkan memperbanyak puasa di dalamnya, tapi tidak berpuasa seluruh hari-harinya.

Wallahu Ta'ala a'lam. (ASF)

***

dari berbagai sumber