Jumat, 31 Desember 2010

Refleksi & Resolusi Tahun Baru 2011

oleh : Bang Iwan

Tiada ucapan selamat tahun baru yang lengkap tanpa meninjau apa yang kita sebut sebagai resolusi awal tahun. Rasanya sudah tidak asing lagi kebiasaan awal tahun dimana kita diajak membulatkan niat, menanam suatu cita-cita, dan menancapkan tekad untuk mencapai suatu perubahan.

Seorang teman pernah bilang; bahwa baginya resolusi awal tahun adalah proses menggodok semangat juang dalam hidup, supaya dia bisa mengukur kemajuan dan prestasinya dari tahun ke tahun. Teman yang lain berkata; resolusi awal tahun itu hanya sumber stres, karena menurutnya dari sekian banyak keinginan yang tercantum, lebih banyak yang tidak tercapai daripada yang terwujud.

Jadi apa saja resolusi awal tahun Anda? Bagi saya, meluangkan waktu hening dan merenungkan bagaimana kita mengelola energi kreatif dalam hidup, lebih bermanfaat ketimbang sekadar mencantumkan setiap keinginan dalam “daftar belanja” awal tahun.

Mari kita lihat rutinitas yang biasa terjadi di perbatasan antara akhir tahun dan awal tahun. Pertama, tidak ada resolusi awal tahun yang afdol tanpa refleksi akhir tahun. Pada penghujung tahun, kita menengok resolusi yang telah dibuat pada tahun sebelumnya. Kita tepuk bahu kita sendiri atas niatan yang telah tercapai, dan kita pindahkan semua niatan yang belum tercapai sebagai kandidat penghuni daftar resolusi tahun selanjutnya.

Saya sendiri, --terus terang-- jarang tergerak untuk menyusun resolusi awal tahun, saya lebih senang menjalani hidup ini langkah demi langkah. Mengapa begitu? Saya berusaha melihat kembali setiap momen ketika saya membuat rencana, dan sering sekali rencana tersebut tidak terjadi sesuai dengan apa yang kita prediksikan sebelumnya.

Hidup ini memang sarat dengan perubahan dan ketidakpastian. Terkadang target dipasang supaya keinginan kita punya “bahan bakar” untuk tumbuh, bergerak dan berkembang, namun di tengah bersemangatnya kita mengejar keinginan, tanpa sadar dalam hati terselip rasa “keharusan” yang memaksa. Ini acapkali menjadi sumber stres yang tidak perlu.

Tidak bisa disangkal, kita memang butuh semangat hidup. Tanpa itu, hidup bisa terasa hambar. Namun semangat hidup yang terjangkit “harusitis” –-radang serba harus ini dan itu-– berpotensi menjepit hati, dan akhirnya merampas kemampuan kita untuk menikmati hidup momen demi momen, serta membuat kita lebih mudah untuk lupa bersyukur atas hal-hal yang sederhana namun indah dalam hidup kita.

Ada yang mengatakan bahwa potensi kreativitas manusia itu tak terbatas. Sebagian menjelaskan dengan mengatakan bahwa baru 2% dari otak kita yang sudah terpakai secara optimal. Sebagian lagi menyatakan bahwa karena kita adalah bagian dari ciptaan Ilahi, sumber Maha Kreatif yang mampu menciptakan dan mewujudkan segalanya. Manapun yang benar, agaknya alam berusaha berpesan bahwa kita punya potensi ‘mencipta’ yang luar biasa, termasuk untuk mewujudkan segala hal yang kita inginkan dalam hidup.

Lalu bagaimana caranya agar potensi mencipta ini bisa terwujud menjadi kenyataan? Salah satunya adalah dengan menarik garis batasan yang akan memberikan fokus dan kesempatan agar potensi menjadi nyata.

Contoh, setiap penulis punya segudang ide kreatif untuk menghasilkan karyanya. Namun seringkali tanpa kehadiran garis batasan yang namanya ‘deadline’, kemahakreatifan tersebut sulit sekali dilahirkan dalam bentuk kata-kata. Inilah kekuatan agung dari garis batasan.

Di sinilah saya melihat manfaatnya resolusi awal tahun. Garis batasan di awal dan akhir tahun, memberikan kita semua ‘rahim ruang dan waktu’ untuk mencipta, berkarya dan mewujudkan potensi diri seutuhnya.

Dan akhirnya, ikhlaskan segala kemungkinan terbaik dan terburuk, agar Anda tidak nafsu menang dan takut kalah. Menang dan kalah, berhasil dan gagal, merupakan persepsi yang sangat relatif. Apalagi kalau kita ingat bahwa setiap jiwa kita bertumbuh dan semakin kuat, biasanya justru dari pengalaman-pengalaman yang kita tuding sebagai kekalahan dan kegagalan.

....

http://amriawan.blogspot.com/

Minggu, 05 Desember 2010

Risalah Akhir & Awal Tahun Hijriyah

Munculnya bulan di awal Muharram menandai kedatangan Tahun Baru Hijriyah. Muharram dijadikan sebagai awal bulan dalam setahun oleh Sayyidina Umar pada tahun ke-17 Hijriyah, meskipun secara tradisi urutan bulan di Arab sudah ada sejak lama. Umar menentukan hal tersebut mengingat kaum muslimin saat itu belum mempunyai penanggalan tersendiri.

Dalam realitas kehidupan, khususnya di Indonesia, kita menyaksikan bahwa penyikapan terhadap kedatangan bulan Muharram --sebagai tanda masuknya tahun baru Islam-- berbeda dengan penyikapan terhadap kedatangan awal bulan Januari yang menunjukkan kedatangan Tahun Baru Masehi. Pada yang terakhir ini kita melihat orang-orang mengisinya dengan berbagai pesta pora, hura-hura, dan pelampiasan segala kesenangan dalam berbagai bentuknya semalam suntuk. Sedikit sekali orang yang mengisinya dengan merenungi apa yang telah dilakukannya sepanjang tahun; apa saja keberhasilan dan kegagalannya dalam urusan dunia dan akhirat, dan aktivitas-aktivitas lain yang bersifat evaluasi terhadap dirinya dalam berbagai aspek kehidupan.

Tidak demikian halnya ketika kita menghadapi Tahun Baru Hijriyah. Pada saat-saat mengakhiri tahun yang sedang berjalan dan menyambut tahun baru yang segera datang, tradisi yang berkembang pada kaum muslimin --khususnya di Indonesia-- adalah membaca do’a untuk memohon ampunan atas apa yang telah terjadi di masa lalu dan memohon bimbingan dan petunjuk untuk masa yang akan datang, Meskipun tak ada petunjuk khusus dari Nabi SAW mengenai cara menghadapi tahun baru, apa yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin itu sesuai dengan ajaran Islam, yang sangat menekankan umatnya untuk selalu mengevaluasi diri dan memohon petunjuk-Nya.

Harus diakui, perhatian kaum muslimin kepada kedatangan Tahun Baru Hijriyah tidak sebesar perhatiannya kepada tahun baru Masehi. Kita berharap semoga dari tahun ke tahun perhatian terhadap tahun baru milik kita sendiri ini semakin besar. Tentu saja janganlah diisi dengan aktivitas-aktivitas seperti ketika orang menghadapi tahun baru lainnya, yang penuh dengan hura-hura dan pesta pora. Menyambut Tahun Baru Hijriyah haruslah dengan kegiatan-kegiatan yang mendekatkan diri kepada-Nya. Karena itu alangkah baiknya bila kita lestarikan tradisi membaca do’a di akhir dan di awal tahun ini, dan kita ajak keluarga kerabat, dan sahabat kita untuk juga melakukannya.

Do’a akhir tahun dan do’a awal tahun yang disajikan ini adalah do’a yang telah dikenal luas dan diamalkan di mana-mana. Bacaan ini dikutip dari kitab Maslakul-Akhyar susunan Al-Habib Utsman bin Abdullah bin Aqil bin Yahya.

Semoga dengan do’a-do’a yang kita panjatkan di akhir dan awal tahun hijriyah ini, Allah swt. menerima semua amal baik kita, dan menghapuskan dosa kita sepanjang tahun yang lalu. Semoga pula, Dia akan membimbing kita di tahun mendatang, sehingga kita dapat senantiasa mendekatkan diri kepada-Nya, dapat mengalahkan hawa nafsu, dan terlindung dari godaan setan.


Do’a Akhir Tahun

Do’a akhir tahun ini dibaca antara setelah shalat Ashar sampai sebelum Maghrib di hari terakhir bulan Dzulhijjah. Sebaiknya do’a ini dibaca bersama-sama, baik di rumah, di masjid, maupun di mushalla. Dibaca tiga kali (berturut-turut) dengan harapan Allah swt. menerima amal ibadah kita dan menghapuskan dosa-dosa kita di tahun yang akan segera berakhir ini. Kita meyakini tidak seorang pun yang bersih dari perbuatan dosa dan kesalahan, karena "manusia adalah tempatnya salah dan lupa". Setiap hari dalam setahun ini kita selalu bersentuhan dengan dosa, baik disengaja maupun tidak, disadari atau tidak. Karena itu alangkah baiknya bila kita menutup tahun ini dengan pengakuan berdosa dan bertobat kepada-Nya yang terangkai dalam do’a berikut ini :

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ . اَللَّهُمَّ مَاعَمِلْتُ فِى هَذِهِ السَّنَةِ مِمَّا نَهَيْتَنِى عَنْهُ فَلَمْ اَتُبْ مِنْهُ وَلَمْ تَرْضَهُ وَلَمْ تَنْسَهُ وَحَلُمْتَ عَلَيَّ بَعْدَ قُدْرَتِكَ عَلَى عُقُوْبَتِى وَدَعَوْتَنِى اِلَى التَّوْبَةِ مِنْهُ بَعْدَ جَرَاءَتِى عَلَى مَعْصِيَتِكَ فَإِنِّى أَسْتَغْفِرُكَ فَاغْفِرْلِى. وَمَاعَمِلْتُ فِيْهَا مِمَّا تَرْضَاهُ وَوَعَدْتَنِى عَلَيْهِ الثَّوَابَ فَأَسْأَلُكَ اَللَّهُمَّ يَاكَرِيْمُ يَاذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ، أَنْ تَتَقَبَّلَهُ مِنِّى وَلاَ تَقْطَعْ رَجَائِي مِنْكَ يَاكَرِيْمُ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ ×3

Bismillaahir-rahmaanir-rahiim
Wa shallallaahu 'ala sayyidinaa Muhammadin wa 'alaa aalihi wa shahbihii wa sallam.
Allaahumma maa 'amiltu fi haadzihis-sanati mimmaa nahaitani 'anhu falam atub minhu wa lam tardhahu wa lam tansahu wa halumta 'alayya ba'da qudratika 'alaa uquubati wa da'autani ilat-taubati minhu ba'da jur'ati alaa ma'siyatika fa inni astaghfiruka faghfirlii. Wa maa 'amiltu fiihaa mimma tardhaahu wa wa'adtani 'alaihits-tsawaaba fas'alukallahumma yaa kariimu yaa dzal-jalaali wal ikram an tataqabbalahuu minni wa laa taqtha' rajaai minka yaa karim, wa sallallaahu 'alaa sayyidinaa Muhammadin Nabiyyil ummiyyi wa 'alaa 'aalihii wa sahbihii wa sallam.

Artinya : Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Semoga Allah melimpahkan Rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW, beserta para keluarga dan sahabatnya. Yaa Allah, segala yang telah kukerjakan selama tahun ini dari apa yang menjadi larangan-Mu, sedang kami belum bertaubat, padahal Engkau tidak melupakannya dan Engkau bersabar (dengan kasih sayang-Mu), yang sesungguhnya Engkau berkuasa memberikan siksa untuk saya, dan Engkau telah mengajak saya untuk bertaubat sesudah melakukan maksiat. Karena itu Yaa Allah, saya mohon ampunan-Mu dan berilah ampunan kepada saya dengan kemurahan-Mu. Segala apa yang telah saya kerjakan, selama tahun ini, berupa amal perbuatan yang Engkau ridhai dan Engkau janjikan akan membalasnya dengan pahala, saya mohon kepada-Mu, wahai Dzat Yang Maha Pemurah, wahai Dzat Yang Mempunyai Kebesaran dan Kemuliaan, semoga berkenan menerima amal kami dan semoga Engkau tidak memutuskan harapan kami kepada-Mu, wahai Dzat Yang Maha Pemurah.
Dan semoga Allah memberikan rahmat dan kesejahteraan atas penghulu kami Muhammad, Nabi yang Ummi dan ke atas keluarga dan sahabatnya.

Bagi orang mukmin, do'a akhir tahun ini harus betul-betul dibaca, jangan sampai lupa. Sebab bila do’a ini dibaca akan membuat setan murka dan berkata : “Aduh, sungguh celaka aku! satu tahun ini aku susah payah menggoda anak Adam, mendadak dirusak dengan masa yang amat sebentar, sebab dosa-dosanya diampuni oleh Allah SWT. Hanya membaca do’a akhir tahun


Do’a Awal Tahun

Seperti halnya do'a akhir tahun, do’a awal tahun pun dibaca sebanyak tiga kali, yakni selepas Maghrib tanggal 01 Muharram, dan sebaiknya juga dilakukan dengan berjamaah agar lebih mustajab. Mengingat agung dan besarnya faidah do'a tersebut, maka diharapkan jangan sampai terlewatkan tidak membacanya. Karena apabila ada orang Mu’min membaca do’a ini, maka syaitan berucap : “Aman orang Mukmin yang baca do’a awal tahun, di dalam sisa umurnya di tahun ini, karena Allah swt. mewakilkan dua Malaikat untuk menjaga orang tersebut, agar tidak tergoda olehku”.

Berikut inilah bacaan do’anya :

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ . اَللَّهُمَّ اَنْتَ اْلأَبَدِيُّ الْقَدِيْمُ اْلأَوَّلُ وَعَلَى فَضْلِكَ الْعَمِيْمُ الْمُعَوَّلُ. وَهَذَا عَامٌ جَدِيْدٌ قَدْ اَقْبَلَ : نَسْأَلُكَ الْعِصْمَةَ فِيْهِ مِنَ الشَّيْطَانِ وَاَوْلِيَائِهِ وَجُنُوْدِهِ وَالْعَوْنَ عَلَى هَذِهِ النَّفْسِ اْلأَمَّارَةِ باِلسُّوْءِ وَاْلإِسْتِغَالِ بِمَا يُقَرِّبُنِى إِلَيْكَ زُلْفَى يَاذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. ×3

Bismillaahirrahmaanir-rahiim,
Wa shallallaahu 'alaa sayyidinaa Muhammadin wa 'alaa 'aalihi wa shahbihii wa sallam.
Allaahumma antal-abadiyyul-qadiimul-awwalu, wa 'alaa fadhlikal-'azhimi wujuudikal-mu'awwali, wa haadza 'aamun jadidun qad aqbala ilaina nas'alukal 'ishmata fiihi minasy-syaithaani wa auliyaa'ihi wa junuudihi wal'auna 'alaa haadzihin-nafsil-ammaarati bis-suu'i wal-isytighaala bimaa yuqarribuni ilaika zulfa yaa dzal-jalaali wal-ikram yaa arhamar-raahimin, wa sallallaahu 'alaa sayyidina Muhammadin nabiyyil ummiyyi wa 'alaa 'aalihi wa shahbihii wa sallam.

Artinya : Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya. Yaa Allah Engkaulah Yang Abadi, Dahulu, lagi Awal. Dan hanya kepada Anugerah-Mu yang Agung dan Kedermawanan-Mu tempat bergantung. Dan ini tahun baru benar-benar telah datang. Kami memohon kepada-Mu perlindungan dalam tahun ini dari (godaan) setan, kekasih-kekasihnya dan bala tentaranya. Dan kami memohon pertolongan untuk mengalahkan hawa nafsu amarah yang mengajak pada kejahatan, agar kami sibuk melakukan amal yang dapat mendekatkan diri kami kepada-Mu wahai Dzat yang memiliki Keagungan dan Kemuliaan. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW, Nabi yang ummi dan ke atas para keluarga dan sahabatnya".


Wirid Awal Muharram

Di samping membentengi diri dengan do'a di akhir dan awal tahun Hijriyah, para ulama juga menganjurkan kita untuk melakukan amaliyah hasanah dalam memasuki hari-hari permulaan di bulan Muharram dengan serangkaian wirid (dzikir disertai dengan bacaan-bacaan secara keras (zahr) ataupun secara batin (sirr) yang dilakukan secara ajek (istiqamah), baik dalam hitungan maupun waktunya).

Di antara wirid-wirid yang baik untuk diamalkan pada awal Muharram adalah sebagai berikut :

1. Membaca Surah Al-Fatihah

Dalam beberapa kitab karya Imam Al-Buni dijelaskan, khasiat membaca Surat Al-Fatihah pada setiap bulan sangat baik untuk memperlancar rezeki. Membaca Surat Al-Fatihah bisa dilakukan kapan saja, terutama sepekan awal bulan, dan sebaiknya dilaksanakan setelah shalat Maghrib. Waktunya terserah kita. Jika dibaca pada sepekan pertama bulan Muharram, tata caranya sebagai berikut :

Pada malam tanggal 01 Muharram membaca surah Al-Fatihah sebanyak 70 kali; Pada malam tanggal 02 Muharram membaca surah Al-Fatihah pada waktu yang sama sebanyak 60 kali. Selanjutnya pada malam ketiga sebanyak 50 kali, malam keempat 40 kali, malam kelima 30 kali, malam keenam 20 kali; dan terakhir pada malam ketujuh sebanyak 10 kali.

2. Membaca Istighfar

Membaca istighfar, permohonan ampun, juga dianjurkan pada awal bulan Muharram dan juga selama bulan Muharram bahkan setiap hari kita dianjurkan untuk membacanya. Istighfar ini setiap hari sebaiknya dibaca sekurang-kurangnya 70 kali. Lafal istighfar yang paling sederhana adalah :

استغفر اللّه

Astaghfirullahal-'azhim
(“Aku memohon ampun kepada Allah, Yang Maha Agung”)

Sedangkan lafal istighfar yang lengkap adalah :

استغفر اللّه العظيم الّذى لا إله إلاّ اللّه هو الحىّ القيّوم وأتوب اليه


Astaghfirullahal'azhim alladzi laa ilaaha illa huwal-hayyul-qayyuma wa atubu ilaiih
. (“Aku memohon ampun kepada Allah, Dzat yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Maha hidup dan Yang Maha Berdiri Sendiri, dan aku bertobat kepada-Nya”).

3. Memperbanyak Tasbih dan Tahlil

Kalimat sederhana untuk tasbih adalah :

سبحان اللّه

Subhanallah (“Maha Suci Allah”)

Sedangkan bacaan tahlil yang sederhana adalah :

لا إله إلاّ اللّه

Laa ilaaha illallaah
(“Tiada Tuhan melainkan Allah”)

Namun lebih baik jika tasbih dan tahlil itu dibaca lengkap disertai dengan tahmid dan takbir sebagaimana bacaan bawah ini :

سبحان اللّه والحمد للّه ولا إله إلاّ اللّه واللّه أكبر

Subhanallah walhamdu lilaahi wa laa ilaaha illallaahu wallahu akbar
. (“Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada Tuhan melainkan Allah, dan Allah Maha Besar”)

4. Memperbanyak Shalawat

Dianjurkan juga untuk memperbanyak shalawat dengan lafal sederhananya sebagai berikut :

اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ


Allahumma shalli `alaa sayyidina Muhammadin wa ‘ala alihi sayyidina Muhammad.
(“Yaa Allah, berikanlah Rahmat-Mu untuk junjungan kami, Nabi Muhammad, dan segenap keluarganya”).

Demikianlah ulasan tentang risalah akhir & awal tahun hijriyah, semoga membawa manfaat. Amin.

Wallahu a’lam bish-shawaab .... (ASF)




Sebagian redaksi mengutip dari : Bonus/suplemen majalah "alKisah" edisi 03/2006

Kamis, 12 Agustus 2010

Jadikan Ramadhanmu penuh Rahmat, Berkah, dan Bermakna

Hari ini kita memasuki bulan suci Ramadhan. Banyak hikmah yang bisa kita petik di bulan suci dan mulia ini, yang semuanya mengarah pada peningkatan makna kehidupan, peningkatan nilai diri, maqam spiritual, dan pembeningan jiwa dan nurani.

Kewajiban puasa ini bukan sesuatu yang baru dalam tradisi keagamaan manusia. Puasa telah Allah wajibkan kepada kaum beragama sebelum datangnya Nabi Muhammad Saw. Ini jelas terlihat dalam Firman Allah dalam Surat Al-Baqarah Ayat 183 yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS. 002 : 183)

Ayat ini menegaskan tujuan final dari disyariatkannya puasa, yakni tergapainya takwa. Namun, perlu diingat bahwa ketakwaan yang Allah janjikan itu bukanlah sesuatu yang gratis dan cuma-cuma diberikan kepada siapa saja yang berpuasa. Manusia-manusia takwa yang akan lahir dari “rahim” Ramadhan adalah mereka yang LULUS dalam ujian-ujian yang berlangsung pada bulan diklat itu.

Tak heran kiranya jika Rasulullah bersabda, “Banyak orang yang berpuasa yang tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya, kecuali lapar dan haus” (HR. An-Nasa'i dan Ibnu Majah). Mereka yang berpuasa, namun tidak melakukan pengendapan makna spiritual puasa, akan kehilangan kesempatan untuk meraih kandungan hakiki puasa itu.

Lalu apa yang mesti kita lakukan? Beberapa hal berikut ini mungkin akan bisa membantu menjadikan puasa kita penuh rahmah, berkah, dan bermakna :

Pertama, mempersiapkan persepsi yang benar tentang Ramadhan.

Bergairah dan tidaknya seseorang melakukan pekerjaan dan aktivitas, sangat korelatif dengan sejauhmana persepsi yang dia miliki tentang pekerjaan itu. Hal ini juga bisa menimpa kita, saat kita tidak memiliki persepsi yang bernar tentang puasa. Oleh karena itulah, setiap kali Ramadhan menjelang Rasulullah mengumpulkan para sahabatnya untuk memberikan persepsi yang benar tentang Ramadhan itu. Rasulullah bersabda :

Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan keberkahan. Allah mengunjungimu pada bulan ini dengan menurunkan rahmat, menghapus dosa-dosa dan mengabulkan doa. Allah melihat berlomba-lombanya kamu pada bulan ini dan membanggakan kalian pada para malaikat-Nya. Maka tunjukkanlah kepada Allah hal-hal yang baik dari kalian. Karena orang yang sengsara adalah orang yang tidak mendapat rahmat Allah di bulan ini” (HR. Ath-Thabrani).

Ini Rasulullah sampaikan agar para sahabat --dan tentu saja kita semua-- bersiap-siap menyambut kedatangan bulan suci ini dengan hati berbunga.

Maka menurut Rasulullah, sungguh tidak beruntung manusia yang melewatkan Ramadhan ini dengan sia-sia. Berlalu tanpa kenangan dan tanpa makna apa-apa.

Persepsi yang benar akan mendorong kita untuk tidak terjebak dalam kesia-siaan di bulan Ramadhan. Saat kita tahu bahwa Ramadhan bulan ampunan, maka kita akan meminta ampunan pada Sang Maha Pengampun. Jika kita tahu bulan ini bertabur rahmat, kita akan berlomba dengan antusias untuk menggapainya. Jika pintu surga dibuka, kita akan berlari kencang untuk memasukinya. Jika pintu neraka ditutup kita tidak akan mau mendekatinya sehingga dia akan menganga.

Kedua, membekali diri dengan ilmu yang cukup dan memadai Untuk memasuki puasa, kita harus memiliki ilmu yang cukup tentang puasa itu. Tentang rukun yang wajib kita lakukan, syarat-syaratnya, hal yang boleh dan membatalkan, dan apa saja yang dianjurkan.
Pengetahuan yang memadai tentang puasa ini akan senantiasa menjadi panduan pada saat kita puasa. Ini sangat berpengaruh terhadap kemampuan kita untuk meningkatkan kwalitas ketakwaan kita serta akan mampu melahirkan puasa yang berbobot dan berisi. Sebagaimana yang Rasulullah sabdakan :

Barang siapa yang puasa Ramadhan dan mengetahui rambu-rambunya dan memperhatikan apa yang semestinya diperhatikan, maka itu akan menjadi pelebur dosa yang dilakukan sebelumnya” (HR. Ibnu Hibban dan Al-Baihaqi).

Agar puasa kita bertabur rahmat, penuh berkah, dan bermakna, sejak awal kita harus siap mengisi puasa dari dimensi lahir dan batinnya. Puasa merupakan “sekolah moralitas dan etika”, tempat berlatih orang-orang mukmin. Latihan bertarung membekap hawa nafsunya, berlatih memompa kesabarannya, berlatih mengokohkan sikap amanah. Berlatih meningkatkan semangat baja dan kemauan. Berlatih menjernihkan otak dan akal pikiran.

Puasa akan melahirkan pandangan yang tajam. Sebab, perut yang selalu penuh makanan akan mematikan pikiran, meluberkan hikmah, dan meloyokan anggota badan.
Puasa melatih kaum muslimin untuk disiplin dan tepat waktu, melahirkan perasaan kesatuan kaum muslimin, menumbuhkan rasa kasing sayang, solidaritas, simpati, dan empati terhadap sesama.

Tak kalah pentingnya yang harus kita tekankan dalam puasa adalah dimensi batinnya. Dimana kita mampu menjadikan anggota badan kita puasa untuk tidak melakukan hal-hal yang Allah murkai.

Dimensi ini akan dicapai, kala mata kita puasa untuk tidak melihathal-hal yang haram, telinga tidak untuk menguping hal-hal yang melalaikan kita dari Allah, mulut kita puasa untuk tidak mengatakan perkataan dusta dan sia-sia. Kaki kita tidak melangkah ke tempat-tempat bertabur maksiat dan kekejian, tangan kita tidak pernah menyentuh harta haram.

Pikiran kita bersih dari sesuatu yang menggelapkan hati. Dalam pikiran dan hati tidak bersarang ketakaburan, kedengkian, kebencian pada sesama, angkara, rakus dan tamak serta keangkuhan.
Sahabat Rasulullah, Jabir bin Abdullah berkata :

Jika kamu berpuasa, maka hendaknya puasa pula pendengar dan lisanmu dari dusta dan sosa-dosa. Tinggalkanlah menyakiti tetangga dan hendaknya kamu bersikap tenang pada hari kamu berpuasa. Jangan pula kamu jadikan hari berbukamu (saat tidak berpuasa) sama dengan hari kamu berpuasa”.

Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan dia mengamalkannya maka Allah tidak menghajatkan dari orang itu untuk tidak makan dan tidak minum” (HR. Bukhari dan Ahmad dan lainnya).

Mari kita jadikan puasa ini sebagai langkah awal untuk membangun gugusan amal ke depan.

Sumber : 30 Tadabbur Ramadhan, MENJADI HAMBA ROBBANI, Meraih Keberkahan Bulan Suci

Rabu, 28 Juli 2010

Fenomena Banyu Zamzam Nisfu Sya'ban di Gedongan

Membuka kembali lembaran memori masa kecil penulis ketika pertengahan bulan Sya'ban; Di Gedongan, ada fenomena tak lazim (tidak umum, pen.) yang terjadi setiap tanggal 15 bulan Ruwah (Nisfu Sya'ban). Menjelang bedug maghrib (wayah sandakala, pen.) penduduk Gedongan/warga magarsari baik yang tua maupun muda, lelaki juga perempuan, dewasa dan kanak-kanak, keluar rumah menghampiri sumur-sumur tua. Mereka datang berbondong-bondong dengan tujuan untuk mandi (grujug) serta mengambil air sumur yang --konon-- airnya ketika itu berubah menjadi "Air Zamzam".

Tak lazim memang, karena sepanjang pengetahuan penulis, fenomena ini hanya ada dan terjadi di Gedongan (saja). Di daerah-daerah yang pernah penulis singgah dan diami; di Parung-Bogor, sebagian wilayah DKI Jakarta, Kabupaten/Kota Bekasi, Wilayah Lampung, kemudian di Jepara, Demak, Kudus, Pati, serta wilayah Semarang, dan sekarang mukim di Kecamatan Ketanggungan - Kabupaten Brebes, tidak pernah ditemui kelangkaan seperti fenomena di atas.

Kalau boleh dikatakan, ini adalah bagian dari keunikannya Gedongan --pedukuhan yang merupakan Cantilan Desa Ender Kecamatan Pangenan Kabupaten Cirebon, Jawa Barat-- juga merupakan kekhasan yang hanya dimiliki blok tersebut.

Lantas, apakah memang hal demikian benar-benar terjadi adanya?. Masih adakah fenomena seperti ini di tengah-tengah masyarakat yang hidup di era modern dan serba canggih?!.

Untuk mencari jawab atas pertanyaan ini, pada kesempatan Ziarah Jum'at Kliwon ke pusara kedua orang tua di Makbaroh Gedongan, penulis melakukan investigasi. Dari seorang Narasumber yang merupakan salah satu tokoh warga Magarsari, penulis memperoleh jawaban :"Ya, betul. --Banyu Zamzam Nisfu Sya'ban-- memang terjadi. Di Gedongan masih ada, dan tetap lestari hingga saat ini, walaupun pengamalannya tidak seperti yang dulu-dulu"

Narasumber yang dimaksud adalah Ust. Abdul Hadi, yang penulis temui di rumahnya. Walaupun hanya pertemuan singkat, namun penulis dapat lakukan wawancara berkenaan dengan Fenomena Banyu Zamzam Nisfu Sya'ban di Gedongan. Berikut petikannya :

Apa hubungannya antara bulan Sya'ban dengan air zamzam?

Bulan Sya’ban adalah bulannya Nabi Muhammad saw., sebagaimana ada hadits yang mengatakan : “Sesungguhnya Rajab adalah bulan Allah, Sya'ban adalah bulanku dan Ramadhan adalah bulan umatku .....". Sedangkan air zamzam, Umat Islam percaya, ini adalah sebaik-baiknya air di permukaan bumi, air yang digunakan Malaikat Jibril untuk mensucikan hati Rasulullah. Dan Nabi Muhammmad SAW pun memberkati dengan air ludah beliau yang kemudian berfungsi sebagai makanan, sekaligus obat segala macam penyakit.

Apa kaitanya dengan fenomena banyu zamzam yang ada di sumur Gedongan setiap pertengahan bulan Sya'ban?

Muhammad adalah sosok manusia yang dirindukan oleh Nabiullah Ibrahim as. dalam do'anya yang terdapat pada Surat Al-Baqarah ayat 124 : ...... Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu (Ibrahim) imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah mengabulkan do'a Nabi Ibrahim dalam hal ini, dengan menjadikan Nabi Muhammad saw. (keturunannya) sebagai "Imam bagi seluruh manusia". Begitu cintanya Nabi Ibrahim kepada Nabi Muhammad saw. maka air zamzam yang menjadi bukti Kenabian Ibrahim as. dicurahkan oleh Allah swt. pada bulan Sya'ban yang merupakan bulannya Nabi Muhammad saw. Walhasil, bukan cuma sumur-sumur di Gedongan, tapi semua sumur di dunia juga menyumberkan air zamzam pada sore Nisfu Sya'ban.

Tapi ini hanya terjadi di Gedongan, lho. Di tempat-tempat lain tidak pernah ada fenomena ini?

Wallahu a'lam. Tapi yang jelas, ini seperti yang didawuhkan oleh Mbah Romo Kyai Said(Pendiri Pesantren Gedongan) di depan warga magarsari dulunya. Mungkin Kyai Said hanya bersugesti kepada warga supaya mandi di saat surup matahari (ghurubus-syamsi) pada nisfu Sya'ban, mengingat hal ini adalah kesunnahan, yang manfaatnya agar dosa-dosa kita diringankan oleh Allah swt. Supaya sugestinya kuat, maka dikatakanlah bahwa air pada sore itu adalah air zamzam. Mungkin ......

Jadi tidak ada dasar hukumnya?

"Wallahu a'lam ...... "



****

Sebetulnya, sore itu penulis merencanakan menemui dua narasumber, Ust. Abdul Hadi, danKang Opik (panggilan akrab KH. Taufiqurrahman Yasin). Namun sayang, narasumber yang kedua tidak bisa ditemui ketika penulis sowan di rumahnya, beliau sedang kelelahan setelah beberapa hari melakukan safar --seperti yang dituturkan oleh kang Mundzir jugaNyai Likah, kakak dan orang tua Kang Opik. Walau demikian, penulis tetap melakukan diskusi kecil bersama kang Mundzir dengan topik serupa di atas, meski jawaban penguatan (ta'kid) atas permasalahan yang sedang penulis kaji tidak penulis dapatkan.

Dan untuk melengkapi kajian ini, penulis tambahkan beberapa referensi seputar Banyu Zamzam dan Nisfu Sya'ban sebagai berikut :


Kilas Sejarah Air Zamzam

Air yang paing baik di muka bumi ini adalah air zamzam. Selain bersih, air zamzam juga mengandung banyak khasiat yang sangat bermanfaat bagi kesehatan. Berjuta jamah haji setiap tahunnya mengambil air dari sumur zamzam, namun sumur tersebut tak pernah kering.

Kata zamzam berasal dari Zomë-zomë, yang artinya 'berhenti mengalir'. Sebagaimana kita ketahui, bahwa keberadaan air zamzam ini tak dapat dilepaskan dari sejarah Nabi Ibrahimdan Ismail. Jejakan kaki Ismail (waktu masih kecil), saat ditinggalkan bersama Siti Hajar oleh Nabi Ibrahim di padang nan gersang, menjadi lantaran bagi memencarnya sumber air zamzam tersebut, Allah terus melanggengkan pancaran air zamzam tersebut hingga detik ini. Sumber air zamzam tersebut berada di dalam kompleks Masjidil Haram.

Saat Nabi Ibrahim AS, Siti Hajar dan Ismail tiba di Makkah, mereka berhenti di bawah sebatang pohon yang kering. Tidak berapa lama kemudian Nabi Ibrahim AS meninggalkan mereka.

Siti Hajar memperhatikan sikap suaminya yang mengherankan itu lalu bertanya ;"Hendak kemanakah engkau Ibrahim?, Sampai hatikah engkau meninggalkan kami berdua di tempat yang sunyi dan tandus ini? ".

Pertanyaan itu berulang kali, tetapi Nabi Ibrahim tidak menjawab sepatah kata pun. Siti Hajar bertanya lagi; "Apakah ini memang perintah dari Allah?"

Barulah Nabi Ibrahim menjawab, "ya".

Mendengar jawaban suaminya yang singkat itu, Siti Hajar gembira dan hatinya tenteram. Ia percaya hidupnya tentu terjamin walaupun di tempat yang sunyi, tidak ada manusia dan tidak ada segala kemudahan. Sedangkan waktu itu, Nabi Ismail masih menyusu.

Selang beberapa hari, air yang dari Nabi Ibrahim habis. Siti Hajar berusaha mencari air di sekeliling sampai mendaki Bukit Shafa dan Marwah berulang kali sehingga kali ketujuh (terakhir) ketika sampai di Marwah, tiba-tiba terdengar oleh Siti Hajar suara yang mengejutkan, lalu ia menuju ke arah suara itu. Alangkah terkejutnya, bahwa suara itu ialah suara air memancar dari dalam tanah dengan derasnya. Air itu adalah air Zamzam.


Air Zamzam yang merupakan berkah dari Allah SWT, mempunyai keistimewaan dan keberkatan dengan izin Allah SWT, yang bisa menyembuhkan penyakit, menghilangkan dahaga serta mengenyangkan perut yang lapar. Keistimewaan dan keberkatan itu disebutkan pada hadits Nabi saw., Dari Ibnu Abbas ra., Rasulullah saw bersabda: "sebaik-baik air di muka bumi ialah air Zamzam. Air Zamzam merupakan makanan yang mengenyangkan dan penawar bagi penyakit".


Keistimewaan Nisfu Sya'ban

Sya’ban adalah bulan kedelapan penanggalan Hijriyah. Salah satu keistimewaan bulan ini terletak pada pertengahannya yang biasanya disebut sebagai Nisfu Sya'ban. Secara harfiyah istilah "Nisfu Sya’ban" berarti hari atau malam pertengahan bulan Sya'ban yaitu tanggal 15 Sya'ban, yang merupakan salah satu hari besar Umat Islam.

Rasulullah saw bersabda : “Wahai jiwa yang bernafas panjang, tahukah kamu malam ini? Malam ini adalah malam nishfu Sya’ban, di dalamnya rizki dibagikan, di dalamnya ajal dicatat. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa hamba-Nya malam ini…, dan Dia menurunkan para malaikat-Nya ke bumi Mekkah". (Mafatihul Jinan, bab 1, pasal 2)

Pada malam ini pula, turun 300 Rahmat, sebagaimana berita Jibril pada Muhammad :Seandainya catatan "pencabutan nyawa seseorang" untuk tahun depan sudah akan berlaku, pada malam 15 Sya'ban ini, catatan itu turun pada malaikat pencabut nyawa.

Aisyah berkata : Rasulullah berdiri dalam shalatnya selama separuh malam dan melakukan sujud yang begitu lama hingga aku mengira nyawanya telah dicabut. Lalu aku bermaksud untuk menggerakkan tumitnya, seketika beliau pun bergerak, jadi aku mundur. Ketika beliau mengangkat kepalanya dari posisi sujud dan menyelesaikan shalatnya, beliau lalu berkata : “Yaa Aisyah , Yaa Humayra! (si kecil yang pipinya merah) Apakah kamu pikir Nabi telah melanggar perjanjiannya denganmu?”

Aisyah lalu menjawab : “Tidak! Demi Allah Yaa Rasulullah saw., tetapi aku pikir nyawamu telah dicabut karena engkau sujud begitu lama".

Beliau membalas, “Apakah kamu tahu malam apakah sekarang?

Allah dan Rasul-Nya Maha Tahu!”, jawab Aisyah.

Rasulullah lalu menjelaskan : “Ini adalah malam pertengahan Sya’ban! Sesungguhnya Allah Yang Maha Suci dan Maha Mulia melihat hambaNya pada malam ini. Dia memaafkan siapapun yang memohon ampun dan Dia memberikan Rahmat kepada yang memintanya. Namun Allah akan menahannya terhadap pendengki dan orang-orang yang tidak mensyukuri keadaan mereka". (Hadits riwayat Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman)


Kaum Muslimin meyakini bahwa pada malam ini, dua malaikat pencatat amalan keseharian manusia, yakni Raqib dan Atid, menyerahkan catatan amalan manusia kepada Allah SWT, dan pada malam itu pula buku catatan-catatan amal yang digunakan setiap tahun diganti dengan yang baru.

Imam Ghazali mengistilahkan malam Nisfu Sya'ban sebagai malam yang penuh dengan syafaat (pertolongan). Menurut al-Ghazali, pada malam ke-13 bulan Sya'ban Allah SWT memberikan seperti tiga syafaat kepada hambanya. Sedangkan pada malam ke-14, seluruh syafaat itu diberikan secara penuh. Dengan demikian, pada malam ke-15, umat Islam dapat memiliki banyak sekali kebaikan sebagai penutup catatan amalnya selama satu tahun. Karena pada malam ke-15 bulan Sya’ban inilah, catatan perbuatan manusia penghuni bumi akan dinaikkan ke hadapan Allah SWT.

Para ulama menyatakan bahwa Nisfu Sya'ban juga dinamakan sebagai malam pengampunan atau malam maghfirah, karena pada malam itu Allah SWT menurunkan pengampunan kepada seluruh penduduk bumi, terutama kepada hamba-Nya yang saleh.

Dengan demikian, kita sebagai umat Islam semestinya tidak melupakan begitu saja, bahwa bulan sya’ban yang di dalamnya terdapat Nisfu Sya'ban adalah bulan yang mulia. Sesungguhnya bulan Sya'ban merupakan bulan persiapan untuk memasuki bulan suci Ramadhan. Dari sini, umat Islam dapat mempersiapkan diri sebaik-baiknya dengan mempertebal keimanan dan memanjatkan doa dengan penuh kekhusyukan.


Amalan-amalan Nisfu Sya'ban

Sekelompok ahlu tasawuf memanfaatkan malam ini untuk memohon pada Allah, agar seandainya catatan itu untuk kita sudah turun, mohon supaya ditangguhkan. Karenanya pada malam 15 bulan Sya'ban, dianjurkan sekali bagi orang Islam untuk melakukan amalan-amalan, di antaranya :

Melaksanakan Shalat Tasbih atau shalat Sunnat Mutlaq empat rakaat ba'da shalat maghrib, kemudian dilanjutkan dengan membaca Surat Yasin sebanyak tiga kali berturut-turut diikuti bacaan do'a Nisfu Sya'ban, dengan permohonan yang pertama supaya diberikan panjang umur, ditetapkan keimanan dan ketaqwaan hanya kepada Allah swt.; bacaan kedua memohon dijauhkan dari mara bahaya; dan bacaan yang terakhir mohon agar diberikan rizki yang halal dan barokah.

Pendapat lain mengatakan, bacaan pertama untuk meningkatkan maqam atau posisi seseorang; bacaan kedua memohon diberikan rezeki atau dipenuhi kebutuhan hidupnya; dan yang ketiga mohon perlindungan dari musuh.

Kemudian setelah shalat ‘Isya, melakukan shalat yang menurut Syaikh ‘Abdul Qadir AlJilani dalam kitabnya Alghunyatu lit-Taalibiyi l-Haqq disebut Shalat Khair (untuk memperoleh keberuntungan). Jumlah rakaat dalam shalat tidak ditentukan, namun seseorang diharuskan untuk membaca surat Al-Ikhlash sebanyak 300 kali atau 1000 kali secara keseluruhan. Ada yang mengerjakan shalat 40 rakaat dengan tiap rakaat dibaca surat Al-Ikhlash sebanyak 25 kali.

Dari Nabi saw. bersabda : "Barangsiapa di dalam nisfu Sya'ban melakukan shalat 12 rakaat dan setiap rakaat setelah Alfarihah membaca Surat Al-Ikhals sebanyak 11 kali, maka dihapuskanlah seluruh kesalahannya dan diberikan barkah hidupnya".


Terlepas dari kontroversi tentang amalan-amalan Nisfu Sya'ban tersebut di atas, namun setidaknya kita umat Islam senantiasa perbanyak dzikir dan meminta ampunan serta pertolongan dari Allah SWT. --kapanpun dan dimana pun-- terlebih di Malam Nisfu Sya'ban ini.

Sabda Rasulullah saw : “Allah melihat ciptaan-Nya pada malam pertengahan Sya’ban dan Dia mengampuni semua ciptaan-Nya kecuali orang musyrik (menyekutukan Tuhan) dan musyahin (orang yang penuh kebencian)".


Wallahu a' lam bish Shawaab ...... (ASF)

Minggu, 30 Mei 2010

Mengarak Pengantin

Tradisi mengarak pengantin masih dipertahankan di kalangan masyarakat Pesantren Gedongan Ender, Pangenan, Cirebon, Jawa Barat, pimpinan KH Amin Siradj.

Arakan pengantin menyusuri jalan utama desa itu didahului barisan damar kurung (lampion), lampu hias, serta disemarakkan petasan di sela-sela dan di akhir acara.

Kesakralan sangat terasa ketika barisan pemain rebana melantunkan salawat barzanzi mengiringi acara yang merupakan perpaduan budaya genjring, Arab, dan Tiongkok itu.

Anak-anak mengarak damar kurung

















Menyalakan lilin untuk damar kurung (lampion), yang akan mengiringi arakan pengantin.














Barisan genjring melantunkan kidung salawat barzanzi















Temu pengantin









sumber dan gambar : http://www.suarapembaruan.com/News/

Jumat, 28 Mei 2010

Ayo! Seragamkan Kiblat Hari ini

Himbauan PCNU Bekasi

Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Bekasi mengimbau seluruh umat Islam, khususnya di wilayah Bekasi dan sekitarnya, untuk menyeragamkan arah kiblat pada Jumat (28/5) 2010, pukul 16.17 WIB. (hari ini, pen.)

"Sebab, pada saat itu matahari tepat berada di atas Ka`bah. Setiap bayangan yang tegak lurus akan mengarah ke Ka`bah," kata Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PC NU) Kabupaten Bekasi KH. Munir Abbas Bukhori, di Cikarang, Selasa.

Menurut dia, perhitungan itu berdasarkan hasil kajian Lajnah Falakiah Pengurus Besar (PB) NU yang membidangi hukum shalat. Kejadian itu, katanya, hanya berlangsung sekali dalam setahun.

"Imbauan itu sudah kami sebarkan kepada masyarakat dalam bentuk selebaran, khususnya di 23 kecamatan Kabupaten Bekasi agar seluruh kaum Muslim mengetahui hal itu," katanya.

Ia mengatakan, sebagian besar bangunan masjid dan mushola di wilayah Kabupaten Bekasi memiliki kesalahan dalam menentukan arah kiblat sehingga mempengaruhi hasil ibadah.

"Di Kabupaten Bekasi, ada banyak sekali tempat ibadah umat Islam yang salah menentukan arah kiblat. Melenceng sedikit saja dari arah yang ditentukan akan berdampak pada kualitas ibadah," katanya.

Secara terpisah, Kepala Seksi Urusan Agama Islam Kantor Wilayah (Kanwil) Kementrian Agama Kabupaten Bekasi Edi Suhadi menyambut baik gagasan tersebut.

"Berdasarkan hasil kajian kami di lapangan, sebanyak delapan dari 10 masjid yang dijadikan contoh ternyata arah kiblatnya belum pas beberapa derajat dari arah Ka`bah," katanya.

Menurut Edi, mayoritas masjid tersebut berdiri di lahan pemukiman penduduk. "Karena pada saat proses pembangunannya tidak diperhitungkan secara rinci oleh kontraktor yang bersangkutan," ujarnya.

Data tersebut, kata dia, diperoleh dari tim evaluasi arah Kiblat yang sengaja dibentuk pihaknya dengan jumlah anggota lima orang yang disebar secara acak di setiap kecamatan.

Imbauan NU, kata dia, akan diteruskan kepada seluruh pengurus masjid di 23 kecamatan agar kembali melakukan penataan ulang terhadap arah kiblat sesuai waktu yang telah ditetapkan.

Edi mengatakan, ada dua cara untuk membenahi keadaan tersebut. Yakni, pertama dengan merenovasi bangunan masjid jika memang dananya memungkinkan. Cara kedua, dengan mengubah barisan jamaah (shaf) ke arah Kiblat yang sempurna. [TMA, Ant]

sumber : http://www.gatra.com/
gambar : Kompas arah Kiblat-CASA http://blogcasa.wordpress.com/

Jumat, 14 Mei 2010

Hidup adalah "Percobaan"

Intisari Ceramah Kang Said di Haol Kyai Said Gedongan

P R O L O G
ue

Pada tanggal 08 Mei 2010, di Gedongan Desa Ender Kecamatan Pangenan Kabupaten Cirebon, digelar acara tahunan Haol KH. Muhammad Said, Sesepuh dan Warga Pesantren Gedongan, yang ke-79. Puncak acara ini, pada Sabtu malam diselenggarakan Pengajian (Umum) "Parade Muballighien", antara lain : KH. Ali Mansur dari Sidoarjo, KH. Abdul Azis Mansur dari Jombang, KH. Mudjieb Khudori dari Jakarta, alumni Santri Ponpes Gedongan, dan Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj, Ketua Umum PBNU Periode 2010-2015 --buyut KH. Muhammad Said-- yang akrab dipanggil Kang Said.

Seusai acara protokoler penyampaian kata-kata sambutan dari Ketua Panitia, Pengasuh Ponpes Gedongan, Bupati Cirebon, hingga 2 Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, Kang Said mendapat giliran pertama menyampaikan mauidzah khasanah-nya di hadapan ratusan zairin yang memadati pelataran Masjid Baitus-Suada Gedongan.

Berikut transkip ceramahnya yang penulis intisarikan dari hasil rekaman via vitur ponsel.
Selamat menyimak....

*****

Seluruh keluarga besar dzuriyah KH. Muhammad Said Gedongan bin Nurudin bin Muntaqim bin Haji Ali bin Kyai Raden Bagus bin Raden Sukmajaya (seterusnya sampai kepada Sunan Gunung Jati, pen.). Rekan-rekan Pengurus Nahdlatul Ulama, wilayah, cabang, badan otonom, lembaga lajnah, saadati wa sayyidati ......

Hidup adalah tajribah, “Alhayaah tajribah”. Hidup adalah eksperimen, percobaan. Oleh karena itu kita setiap hari, setiap saat, harus mencoba, memperbaharui percobaan, membaharui eksperimen :

وهو الذي جعلكم خلائف الأرض ورفع بعضكم فوق بعض درجات ليبلوكم في ما آتاكم

Kamu sekalian Saya beri kepercayaan, amanah menjadi kholaifal-ardi (penguasa di atas bumi), tujuannya untuk ...... liyabluakum melakukan testis, berjuang. Melakukan uji coba, sesuai dengan proporsi dan profesi kesempatan yang ada, fii maa atakum, yang ada pada kamu sekalian.

Oleh karena itu percobaan-percobaan, upaya-upaya dari umat Islam, ditulis dalam kitab “Tajaarubul Umam”, oleh seorang ahli sejarah Ibnu Maskaweh (Ibnu Maskubah, pen.). Kalau para ahli sejarah yang lain memberi judul kitab “Tariihul Umam”, tapi Ibnu Maskaweh memberi judul kitabnya Tajaarubul umam, sebab umat itu dibentuk dari kumpulan tajribah. Dari kumpulan tajribah generasi-generasi maka lahirlah sebuah hadhoroh, peradaban, budaya, tradisi. Sudah barang tentu, budaya, hadhoroh, tsaqofah, hasil tajribah-nya umat Islam, umat yang beriman, umat yang bertauhid, jauh berbeda –atau akan berbeda-- dengan tajribah-nya umat lain.

Tajribah-nya Ahlu sunnah wal jamaah akan berbeda dengan tajribahnya Syiah, Khawarij, Jabariyah, Qodariyah, Murjiah, Mu’tazilah. Tajribah-nya Ahlu sunnah model NU akan beda dengan tajribahnya kelompok ahlu sunnah yang lain; Nashriyah, Mathla’ Anwar, Perti, Syarikat Islam --itu ahlu sunnah semua. Nah itu, pasti akan melahirkan sebuah corak, tipologi, mumayyizat dari masing-masing peradaban yang dilahirkan dari masing-masing tajaarub atau tajribah.

Alhamdulillah, tajaarub atau tajribah ulama Nahdlatul Ulama sampai sekarang masih kokoh, masih kuat, tidak luntur sedikit pun. Pengalaman yang kita warisi dari para auliya, para kyai, kemudian melahirkan ormas NU yang dideklarkan oleh Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari. Waktu itu Ketua Tanfidziyah-nya Haji Hasan Gipo, diganti oleh KH. Nachrowi Tohir, diganti oleh Kyai Mahfud Sidik, diganti oleh Kyai Dahlan, kemudian Kyai Masykur, kemudian Kyai Wahid Hasyim, kemudian Kyai Idham Cholid, kemudian Kyai Abdurraman Wahid (almaghfurlah), dan Kyai Hasyim Muzadi, kemudian oleh saya sendiri (KH. Said Aqil Siradj, pen.)

Kita lihat, para pemimpin tokoh NU ini masing-masing mempunyai mumayyizaat, masing-masing mempunyai pengalaman, experimen, experience, tajribah dan tsaqofah yang dibangun pada masanya. Prinsipnya sama tapi barangkali infrastrukturnya yang berbeda sedikit. Sarananya yang berbeda, prinsipnya sama, sarananya yang berbeda.

Kalau dulu pesantren satu-satunya lembaga pendidikan yang memperkuat mabadi, paradigma Nahdlatul Ulama dengan Safinah, Sulam (Sulamun Najah, Sulam Taufik), kemudian Fathul Qorib, Fathul Wahab, dan sebagainya, telah berhasil, out-put alumni yang luar biasa.

Nuwun sewu kalau saya sebut ayah saya, itu pesantrennya di Rembang, (sebelumnya di Kempek dulu khatam Alfiyah, pen.), kemudian pindah ke Lirboyo, meneruskan khazanah ilmiahnya, pulang, nikah. Pasti akan terwarnai tajribahnya oleh Kempek-Rembang-Lirboyo. Nah, saya, barangkali agak beda dikit; Kempek, Lirboyo, Krapyak, Makkah. Pasti ada beda, Kenapa? karena dituntut oleh situasi dan kondisi.

وما كان المؤمنون لينفروا كافة فلولا نفر من كل فرقة منهم طائفة ليتفقهوا في الدين

Harus ada sekelompok umatku yang menekuni agama --tidak semua di politik, tidak semua nafaro, tidak semua keluar dari rumah, ada yang jadi DPR ada yang jadi aktivis, ada yang jadi demonstran. Harus ada yang sibuk, di pesantren, di pondok. Untuk apa? Liyatafaqqahu fiddiin. Mendalami, memahami agama.

Nuwun sewu. Yatafqqahu fiil mudhore, zamannya hajat istiqbal. Artinya ketika memahami agama, harus kontekstual, harus dinamis. Oleh karena itu warisan pesantren, harus kita revitalisasi, tapi dengan cara mengkontekstualisasikan kitab-kitab kuning, kitab-kitab yang kita baca.

Contoh : Fashlun Fil-Hiwalati, pasal ini arepKyai Musonnif-- bade nerangaken bab ligeran. Ya aja ligeran, lah maknane; "Letter of Credit". Kalau ligeran gak nyambung, gak kontesks dengan keadaan yang sekarang. Tetap Taqrib, tetap Sulam yang dibaca, tetap Fathul Muin. Tapi maknane beda dikit.

...... itu namanya kita mampu “yatafaqohu fiil mudhare”. Baka maknane masih ligeran fiil madhi. Tetap yatafaqqohu yang dimaknani, nggak bergeser. Nash-nya liyatafaqohu, tapi tinggal mengkontekskan makna sesuai dengan zaman haal, fiil mudhare, demi menyongsong zaman istiqbaal (yang akan datang).

Banyak hal-hal yang khazanah ilmiah dipelajari oleh para kyai pesantren, kekurangannya sedikit, yaitu kekurangan mampu mengkontekstualkan, mampu menasabahkan keadaan sekelilingnya, sehingga seakan-akan pesantren terkungkung di dalam pagar kelilingnya saja.
Kalau kita mampu yatafaqqahu me-mudhare-kan khazanah kitab kuning, luas.

[ ...... ]

Pengalaman-pengalaman itu, harus kita warisi, tapi kita mampu me-mudhare-kan warisan-warisan jaman dulu.

Sering kula nyontohaken Sunan Bonang; ketika akan mengajakan kitab-kitab Arab. Gimana cara mensingkronkan antara Nahwu Arab; Mustohahatu Nahwil Arabi dengan Mustohahat Jawa. Sunan Bonang, kaligane bisaan : Mubtada-utawi, khobar-iku, fail-sofo atau ofo.

...... (syi'ir/nadzom Sunan Bonang, pen.)

Luar biasa itu. Sunan Bonang yang (mampu, pen.) mencatat singkronisasi Mustohatu Nahwul Arobi dengan Bahasa Jawa. Dari utawi iku, sofo, ofo, ing serta ingdalem, lahirlah beberapa ulama besar --termasuk salah satunya yang kita haoli Kyai Said Gedongan--.

Nah, pertanyaannya, assu’al hua : Apakah sampai sekarang harus kita pertahankan utawi iku apa tidak?

Jawabnya gini, kalau memang masih disepakati kegunaan utawi iku, monggo. Tapi kalau memang di situ sudah tidak lagi butuh utawi iku, ya ditinggalkan aja gak papa. Itu kan tadi cuma upaya pengalaman dari Sunan Bonang, kyai-kyai dulu menggunakan utawi. Itu salah satu ciri khas pesantren.

Nah, tajribah-tajribah inilah yang melahirkan sosok yang beradab, sosok yang mutaaddib, mutsaqqoh, mutaallim. Alumni pesantren menjadi manusia yang beradab, mengenal kewajiban dan haknya, disiplin, memperjuangkan masyarakatnya dengan penuh rasa damai, kemudian mutaallim (berilmu), mutaaddib (beradab), mutahaddir (modern), mutamaddin (berdaya, mempunyai daya).

...... Mabadi’ awwaliyah lil mustamai muslim, Paradigm Original Moslem Communitiy, yang dicoba dilakukan Rasulullah saw. ketika 13 tahun di Makkah, ternyata tidak berhasil, setelah dilempari batu dari Thaif, kemudian hijrah ke kota Yatsrib. --Kula masih apal, barzanjie ......

...... (bait barzanji, pen.)

Penting hapal barzanji, modal luruh brekat. (gerrr...., pen.) Lho, ayah saya itu tukang luruh brekat. Baka balik ning pengajian brekate gede. Kalau sekarang amplop. Amplop itu kalau tebal shaheh, kalau tipis dhaif, tapi kalau tipis yang memberikan panitianya perempuan cantik, Shaheh lighairihi. (gerrr...., pen.)

Kalau dulu nggak, dulu "tumpeng". Sega ana iwake, ana ayame, ana daginge, ana buah-buahan sawernane. Baka wis teka ngumah anake diundang. Anake bapak kula lima lanang kabeh; Kyai Ja’far, saya, Kyai Mustofa, Kyai Ahsin, Niam. Sebelum makan berdoa dulu :

الحمد لله الّذى أنعمنا ورزقنا من غير حول منّا ولاقوّة

Ayo dipangan!. Kalau sudah kenyang kita lari lagi, meneruskan dolanan, main-main di luar rumah. Ternyata, --yaa boten kula sombong Kyai Aziz, nggih--, anake bapak kula lima kuh ya, yaa melek kabeh, lah. Gada yang buta huruf, lumayan. Semua (alumni, pen.) Lirboyo, semuanya muridnya mBah Idris, mbah Anwar Mansyur, mbah Aziz Mansyur, Pak Ilham Nadzir, semuanya lirboyo dan melek kabeh. Tak pikir-pikir, tidak semua kyai anaknya lumayan kabeh, tapi ayah saya lumayan anaknya. Kenapa? Oooh karena dipakani brekat (gerrr...., pen.). Temenan, temanan. Belum tentu kalau dipakani gajih, bonus proyek. Pokoknya Insya Allah, yang dimakan (brejat, pen.) itu halal semua. Brekat itu paling halalnya rezeki tuh.


Hadirin yang saya hormati ......

Setelah Rasulullah saw. mencoba melakukan perjuangan di Makkah, tidak berhasil. Maka mencoba hijrah ke Thaif, kaum Bani Thaif, yang boss-nya namanya Abdul Yalel, ternyata juga tidak berhasil. Kemudian hijrah ke kota Yatsrib 480 KM utara Makkah. Mengapa dinamakan Yatsrib?, karena memang Muassis yang pertama kali babat-babat alas di kota itu namanya Yatsrib (bin Mahlail bin Iram bin 'Ubail, pen.) bin 'Aush bin Aram bin Sam bin Nuh.

Rasulullah melakukan upaya perjuangan tajribah membangun masyarakat pertama. Yang dibangun oleh Rasulullah apa itu? Paradigmanya apa, platformnya apa?. Apa yang dijadikan dasar membangun masyarakat Yatsrib?. Bukan negara Arab, bukan negara Islam.

Rasulullah saw. tidak membangun negara Islam, tidak membesarkan negara Islam. Rasulullah saw. tidak memproklamirkan sebuah negara Arab. Tapi Negara madinah, dari kata Tamaddun, beradab, berbudaya. Masyarakat beriman, cerdas, berilmu, berakhlak, shalih, masing-masing saling menghormati, tegak supermasi hukum, berkeadilan, lintas agama, dan lintas ethnis.

Bismillahirrahmanirrahim, Hadza kitabu muhammad
Almuslimuuna min quraisy, walmuslimuna min Yatsrib, Walyahud, waman tabiahum watsiqo bihim wajaahada maahum, innahum ummatun wahidah.


Baka bli percaya wacaen Sirah Nabawiyah karangan Syeh Abdul Malik bin Ibnu Syam Al-Anshari, juz II halaman 119-122 Percetakan [......] Kairo. Wacaen dewek baka bli ngandel.

Rasul mengatakan : Ini ketetapan Muhamad (hadza kitabu muhammad), orang Islam pendatang (dari Quraisy), orang Islam pribumi (dari Yatsrib, yaitu Suku Aus dan Khazraj) dan Yahudi (tiga suku Banu Qainuqa’a, Banu Quraydhoh, Banu Nadhir). Asalkan satu visi-misi, satu cita-cita, satu garis perjuangan, prinsip perjuangan, ghayah-nya sama, manhaj-nya sama, sebenarnya mereka itu semua, “innahum ummatun wahidah”. Umat yang satu. Ini original paradigm, paradigma yang orisinil seperti ini.

Tidak hanya orang Islam, tidak hanya bangsa Arab, tidak hanya pendatang, atau Quraisy, atau pribumi, semua. Semua komunitas Madinah, semua komunitas Yatsrib sama hak dan kewajiban, sama di mata hukum, walaa 'udwana illa ala dzolimin. Tidak boleh ada permusuhan kecuali terhadap yang melanggar hukum. Tidak pandang bulu, muslim atau non muslim, Arab pendatang atau Arab asli.

Itu dulu Rasulullah saw. ketika meletakkan dasar-dasar paradigma membangun masyarakat “mutamaddin”. Oleh karena itu Rasulullah saw. memproklamirkan sebuah komunitas muslim pertama adalah komunitas mutamaddin, yang beradab, yang berakhlak, yang tertib, yang beriman, cerdas, shaleh, akur, saling menghormati, semua sampai dengan hak dan kewajibannya dijunjung tinggi supermasi hukum, berkeadilan, itulah namanya masyarakat mutamaddin.

Jadi Rasulullah saw. dakwahnya bukan aqidah dan syariah saja. Laisal Islam aqidatan wa syariatan faqot, walakinnal islam dinul hayu wal-tsaqofah, dinul adaabi walhadharah, dinut taqaddum ......, bukan hanya ngajarin menawarkan aqidah dan syariah saja, tapi Islam datang membawa ilmu pengetahuan, peradaban, budaya dan modernisasi, berprestasi, masyarakat yang dinamis.

فلولا كانت قرية آمنت فنفعها إيمانها إلا قوم يونس لما آمنوا كشفنا عنهم عذاب الخزي في الحياة الدنيا ومتعناهم إلى حين

Hendaknya satu qoryah, satu bangsa –bukan hanya satu RT--, hendaknya semuanya beriman kepada Allah swt. Tapi iman yang seperti apa? iman yang fanafa’aha imanuha. Iman yang aplikatif, iman yang dinamis, produktif.

Makanya definisi iman menurut ahlu sunnah waljamaah : tashdiqun bil-qolb, wa iqrarun billisan, wal amal bil jawarih. Luar biasa ahlus sunnah itu. Kalau murjiah tidak ada wal amal, kalau ahlu sunnah ada tambahannya wal amal bil jawarih. Artinya, hatinya percaya, lisannya mengucapkan, --KTP ditulislah Islam lah-- bukan hanya itu “wal amal bil jawarih” iman yang diaplikasikan menjadi amal-amal positif, amal-amal yang bermanfaat. Itulah konsep iman menurut ahlu sunnah waljamaah.

Seperti kaumnya Nabi Luth, ketika mereka beriman dengan iman yang nafa’aaha, dengan iman yang produktif, dinamis, maka “kasafna anhum ‘adzabal hizji fil hayatid-dunya”. Saya cabut problem, kesulitan, bencana alam, selama mereka hidup di dunia, “wamatta’nahum ilaa hiin” saya beri kesejahteraan, subur makmur, gemah ripah loh jinawai, toto tentrem karto raharjo, ngadepi samudro (dagang maju) ngungkuli wikur (sawah ladang) kewan-kewan (kebo sapi, kambing) balik nang kandange dewek-dewek (pulang ke kandangnya tanpa dikawal, aman). Niku ngendikane Ronggo Warsito.


Hadirin ingkang kulo hormati ......

Inilah tajribah Rasulullah saw. Sukses membangun masyarakat mutamaddin. Setelah Rasulullah wafat diganti oleh para Khulafaur-Rasyidin, masih memegang teguh paradigma mutamaddin. Setelah khulafurrasyidin habis, diganti oleh Bani Umayyah, jauh bergeser paradigmanya bukan paradigma mutamaddun, paradigmanya Pan Arabic. Pejabat harus Arab, Khalifah Arab, menteri Arab, Gubernur Arab, ketua (RT, pen.), lurah-lurah Arab semua. Yang bukan Arab minggir!. Itu waktu Bani Umayah.

Tapi ana hikmahe luar biasa.....
Nuwun sewu; Sayyidina Hasan, Sayyida Husein –saya berani ngritik Sayyidina Hasan, Sayyida Husein berarti saya bukan Syiah. Kalau orang Syiah gak berani-- sibuk ngurusi politik. Sampe Sayyidina Hasan konon katanya mati diracun oleh Muawiyah. Sayyidina Husein kita semua tahu dibunuh dengan sadis beserta keluarganya (74 keluarga) di padang Karbala, dan seterusnya, dan seterusnya. Anaknya sayyidina Hasan, Muhammad juga dibunuh, Imam Zaed bin Ali Abidin juga dibunuh, (dan seterusnya, pen.) juga dibunuh. Jadi darah biru sudah ngurusi politik.

Nah, hikmahnya Gusti Allah swt., akhirnya yang bukan darah biru, “Mawaali”, artinya turunan ‘Ajam --turunan Persi-- tapi bahasanya wis Arab, tinggale ning negara Arab; merebut posisi keilmuan dan peradaban. Maka ulama yang paling besar ketika masa Tabiin : Al-Hasan Al-Basri, Sudar bin Iyad, Sufyan Tsauyri; Tabi’it tabiin : Hanafi, Malik, Syafii, Hambali; Ahli Hadits : Bukhori, Muslim, Abu Dawud, Turmudzi, Nasai, Ibnu Majah, Daruquthni, Darimi, Ibnu Huzaemah, Ahmad ibnu Hambal. Semuanya itu --kecuali Syafii dan Malik-- bukan darah biru, bukan darah Arab. Semuanya darah Persi.

Ahli hadits sepuluh, tidak satupun orang Arab. Ahli tafsir terkenal Abu Ja’far, Ibnu Jari At-Thobari, bukan orang Arab. Yang membikin ilmu Mustolahul Hadits atas perintah Kholifah Umar bin Abdul Aziz, Sihabuddin Romahurmuzzy --dipanggilnya Romi, anggota Pansus Century dari P3 (gerrr......, pen.) , tahum 99 membikin ilmu Mustolahul Hadits, standar seleksi, hadits shaheh, doif, hasan, dhaif-nya karena apa? marfu, munqathi, mursal, dan seterusnya. Jadi peradaban, ilmu pengetahuan, diambil peranannya oleh mereka, beliau-beliau yang bukan darah Arab.

Ilmu kalam, yang pertama kali camp-nya adalah Washil bin 'Atha dari Mu’tazilah, kemudian diteruskan oleh Madzhab Asy’ari. Ilmu Balaghoh yang pertama kali diciptakan Amr bin Ubay bukan orang Arab; ilmu Shorof, yang pertama kali diciptakan Al-‘Asma’i, Al-Asmu’i Wa’iyyah dari Persia. Ilmu Nahwu, ...... Imam Syibawaih, semuanya tidak satupun bukan orang Arab. Karena orang Arabnya sibuk dengan politik.

Nah, Alhamdulillah. Kalau sekarang yang gus-gus nya terjun politik, maka NU saya pegang. Seandainya gus-gus nya itu di NU; Muhaemin, Saefullah Yusuf, waah saya minggir. Karena Muhaemin nya mentri, Saefullah Yusuf nya Wagub, maka NU bukan darah biru yang pegang. Yah, saya bukan darah biru, lah, setengah biru.

Oleh karena itu, tajribah dari para ulama NU mari kita pertahankan, mari kita teruskan, yaitu dengan mabda’ yang kuat tawassut, tawazzun, tasaamuh, dan i’tidal. Ujiboca yang telah dilakukan oleh para ulama, kemudian dibikin organisasi Nahdlatul Ulama tanggal 16 Rajab 1344 atau 31 Januari 1926, Kyai Hasyim Asy’ari mendeklarkan berdirinya Nahdlatul Ulama dalam rangka menindaklanjuti visi-misi pesantren yaitu tawassut, tawazzun, tasaamuh, dan i’tidal. Sampai sekarang prinsip itu tidak boleh luntur, tidak boleh bergeser, harus kita pertahankan dengan merevitalisasi nilai-nilai jati diri kita, dengan mengkontektualisasikan kitab-kitab kuning, Insya Allah kita akan jaya, kita akan kuat.

Oleh karena itu NU tidak akan berpolitik, artinya, orang yang ingin meniti karier politik, bukan di NU tempatnya. Orang ingin jadi Bupati, jadi Gubernur, jadi Presiden, atau wakil Presiden, bukan di NU tempat meniti karier itu, di partai politik.

Orang NU harus berpolitik, tapi tidak menggunakan NU. Silahkan, malah bukan hanya Bupati-Gubernur, Silahkan!. Ketua Golkar NU, Ketua P3 NU, Ketua Demokrat NU, Ketua PDI NU, Ketua Hanura NU, Ketua Gerindra NU, baka gelem Ketua PKS NU, ari gelem sok mono, ari doyan sih srog mono. Semuanya NU, Ketua DPR NU, Ketua MPR NU, Mahkamah Agung NU, Mahkamah Konstitusi NU, Jaksa Agung NU, Kapolri NU, Presiden NU, tapi tidak menggunakan --meniti kariernya itu bukan menggunakan-- organisasi NU.

NU tetap menjaga original paradigm, mabadi’al-ashliyah. Jadi mabda yang masih prinsip itu harus dikawal oleh Nahdlatul Ulama. Politik monggo, partai politik.

Kalau ada calon bupati dari NU, kita dukung, hanya cara dukungnya bukan terang-terangan Ketua PB turun kampanye tidak, tidak begitu, ada cara manis. Jadi khittah ini harus dimenej dengan baik, manajemen khittah harus kita bikin dan kita jalankan. Kita pegang prinsip itu tidak pandang bulu, siapa pun yang ingin mencalonkan Presiden, Gubernur, Bupati, tidak boleh merangkap menjadi Ketua NU, siapa pun. Kalau mau silahkan pilih di antara satu, tetap jadi ketua NU apa calon Bupati, monggo.

Semuanya baik, semuanya perjuangan. Mau mencalonkan diri dari Bupati, letakkan jabatan, menjadi ketua misalkan. Bukan di NU tempatnya meniti karier berpolitik.

****

Catatan Akhir

Transkip ini merupakan Intisari Ceramah Kang Said di Haol Kyai Said Gedongan tanggal 08 Mei 2010. Mengingat proses translitasi dari bahasa verbal (dengan intonasi dan deklamasi) tidak mungkin dapat dituangkan utuh ke dalam bahasa tulisan.

Belum lagi, media yang penulis gunakan untuk menangkap suara (merekam) hanya sebuah ponsel jadul yang miskin vitur, hingga hasilnya tidak begitu bagus ditangkap telinga. Untungnya seorang teman juga berinisiatif merekamnya, dengan hasil rekaman yang lebih jernih (terima kasih atas kontribusinya, pen.) hingga akhirnya rangkaian kata yang putus-nyambung dapat betul-betul nyambung.

Namun demikian penulis menjamin orisinilitas seluruh kandungan isi ceramah ini dengan menyesuaikan tema yang penulis kutip sebagai judul posting.

wallahu muwafiq ilaa aqwamit thaariq ...... [ASF]

Minggu, 09 Mei 2010

Dua Menteri Hadiri Haol Pesantren Gedongan


SUMBER, (PRLM).- Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar dan Menteri PembangunanDaerah Tertinggaal (PDT) Helmi Faisal Zaini, menghadiri haul ke-79 KH. Muhammad Said Pondok Pesantren Gedongan, Desa Ender Kec. Pangenan, Kab. Cirebon, Sabtu (8/5) malam.

Kegiatan itu juga dihadiri Ketua PBNU Prof. Dr. KH. Said Aqil Siraj, Bupati Cirebon H. DediSupardi, mubalig seperti KH. Ali Mansur dari Sidoarjo, KH Abdul Azis Mansur dari Jombang, KH Mudjieb Khudori dari Jakarta, alumni Santri Ponpes Gedongan, dan kesultanan Keraton Kecirebonan. Ribuan warga juga menghadiri acara tahunan tersebut.

Agenda kegiatan yang digelar panitia sejak Jumat (7/5) juga dipadati warga dan alumni salah satu pondok pesantren tertua di Cirebon tersebut. Kegiatan tersebut antara lain bedah buku Gus Dur di Mata Wong Cherbon, dan festival hadroh.

Muhaimin mengatakan, haul merupakan kegiatan yang sangat positif karena di dalamnya terkandung makna mendalam. Haul bukan hanya dipahami sebagai acara seremonial ziarah kubur semata melainkan meneladani kiai. Pada lain sisi haul juga merupakan warisan budaya Islam yang harus dipertahankan.

"Pesantren sebagai aset bangsa dalam mendidik kepribadian yang luhur. Maka ada tuntutan membuka diri dengan kemajuan saat ini. Pemerintah menyadari betul adanya perhatian mengembangkan pesantren," pesannya.

Hal senada dikemukakan Helmi Faisal yang menyatakan haul masih relevan untukdirealisasikan pada zaman sekarang. Dirinya dibesarkan di keluarga pesantren sehingga haul sudah tidak asing lagi. Pada kesempatan itu Helmi juga memberikan masukan sekaligus pengetahuan tentang pembangunan. Pria kelahiran Babakan ini menyemangati santri agar dapat mandiri dan berkualitas sehingga dibutuhkan masyarakat. Santri juga bisa memberikan kontribusi kepada negara dalam hal pembangunan dan mengupayakan kesejahteraan masyarakat.

Helmi menyebut terdapat tiga program nyata untuk menolong masyarakat Indonesia yakni menerapkan bantuan sosial seperti raskin, jaskesmas, dan pemberdayaan subsidi. Konsep pemerintah sekarang bukan hanya memberikan modal melainkan juga melatihnya agar dapat mandiri.

"Sekarang sebanyak 3,2 juta penduduk Indonesia, sama dengan 14 persen berstatus miskin. Saya yakin pesantren punya potensi dan dapat memberikan solusi atas masalah yang dihadapi bangsa ini," paparnya. (C-15/das)***

sumber http://www.pikiran-rakyat.com/
image : Gambar Masjid Baitus-Su'adaa - Gedongan

Rabu, 05 Mei 2010

Kartini, Maulid dan Haol

Sedianya tulisan ini sudah posting pada Hari Kartini 21 April bulan yang lalu. Namun mengingat banyak hal yang harus diprioritaskan, posting akhirnya harus rela pending hingga lebih dari dua pekan.

Tapi, gak ada ruginya, posting yang tertunda tersebut masih aktual hingga hari ini --dengan sedikit edit dan merubah judul, tentunya-- mengingat materi yang diangkat tidak jauh-jauh seputar bahasan tentang ‘haol’, Haol Gedongan yang akan berlangsung pada tanggal 08 Mei 2010 akhir pekan ini.

*****

Dalam Mauidzah hasanah yang disampaikan pada Haol KH. Muhammad Said, Sesepuh dan Warga Pondok Pesantren Gedongan tahun 2008, Gus Mus (Panggilan KH. Mustofa Bisri, seorang kiyai penyair, yang juga pelukis asal Rembang, Jawa Tengah) menuturkan di depan ratusan zairin akan kekagumannya pada sosok manusia pilihan, yang kurang lebih dapat penulis bahasakan demikian : “...... di dunia ia sedikitnya ada 3 manusia utama yang pernah ada. Pertama Nabi Isa as., kedua Nabi Muhammad saw., dan ketiga Raden Ajeng Kartini”. Kemudian setelah mengambil nafas sejenak, Gus Mus melanjutkan dengan pertanyaan yang dijawabnya sendiri : “Kenapa beliau-beliau disebut sebagai manusia utama?! Karena beliau-beliaulah yang (oleh kaumnya) hari lahirnya setiap tahun diperingati dan dirayakan!” tegas Gus Mus menggebu.

Sayangnya, memori penulis tidak terlalu brilian untuk mengingat semua ulasan Gus Mus di malam haol itu. Namun intinya, seperti itulah : bahwa manusia-manusia utama adalah beliau-beliau yang senantiasa dikenang di hari kelahirannya, bukan semasa hidupnya seperti pada perayaan “hari ulang tahun”, tapi justeru sepeninggalnya dari alam dunia. Seakan ingin disampaikan pesan bahwa kelahiran “manusia utama” adalah tonggak sejarah peradaban. Seperti yang kita ketahui bahwa tanggal 25 Desember --terlepas dari kontroversi haq atau bathil-- dirayakan hari “Natal” karena Jesus Christ (alihaksara dari bahasa Yunani yang dalam bahasa Arabnya Isa Al-Masih) konon dilahirkan.

Dalam Islam, bulan Rabi’ul Awwal disebut sebagai bulan Maulid, artinya bulan kelahiran. Karena pada tanggal 12 di bulan tersebut, junjungan kita Nabi Muhammad saw. lahir di muka bumi. Dan kita juga tidak lupakan bahwa setiap tanggal 21 April bangsa Indonesia mempunyai helat nasional “Hari Kartini”, karena pada tanggal di bulan tersebut, lahirlah seorang wanita bernama Kartini yang kemudian dinobatkan sebagai pahlawan emansipasi.

Hari Kartini sendiri dikenal setelah keluarnya SK Presiden RI No. 108 Tahun 1964, tanggal 02 Mei 1964 tentang penetapan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional dan hari lahirnya (21 April) dijadikan peringatan sebagai hari besar.


Sekilas RA. Kartini

Raden Ajeng Kartini terlahir 129 tahun yang lalu di Jepara, Tanggal 21 April 1879. Kehidupan anak ke-5 dari 11 saudara ini penuh dengan perjuangan. Saat memasuki usia 12 tahun putri pasangan R.M.A.A Sosroningrat dan M.A. Ngasirah ini mulai dipingit, dan saat itulah perubahan-perubahan paradigma dalam berpikirnya semakin berkembang dan kritis seiring dengan terbiasa berkoresponden dengan teman-temannya di Eropa (Belanda) dan bersentuhan dengan berbagai lapisan masyarakat dan agamanya (Islam) yang banyak menerangkan tentang kemuliaan seorang perempuan.

Kartini menikah secara “terpaksa” pada tanggal 12 November 1903 dengan bupati Rembang, Raden Adipati Joyodiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Namun “keterpaksaannya” bukan tanpa tujuan tetapi didasarkan atas satu cita-cita mulia yang membuatnya mendapat julukan sebagai “Pelopor kebangkitan perempuan pribumi.”

Beliau meninggal di usia yang masih sangat muda yaitu 25 tahun di Desa Bulu, Rembang, pada 17 September 1904, ketika melahirkan anak pertama dan satu-satunya karena mengalami komplikasi, salah satu pemicunya adalah preeklamsia.

Pasca meninggalnya, J.H. Abendanon, selaku Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda pada waktu itu (1900-1905) “merekontruksi” surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada para teman-temannya di Eropa menjadi sebuah buku. Door Duisternis tot Licht demikian judul buku tersebut dalam bahasa Belanda yang berarti “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Pandangan-pandangan kritis yang diungkapkan Kartini dalam surat-suratnya adalah kritik terhadap pemerintah belanda akan agamanya (Islam) yang pada waktu itu salah satu politik “misionaris” Belanda adalah tidak diperbolehkan menterjemahkan dan mentafsirkan Alquran dengan alasan “Kitab Suci” dengan tujuan tersembunyi agar umat Islam semakin bodoh dan tidak paham akan agamanya sendiri.

Melalui surat tersebut beliau mempertanyakan : “Mengapa kitab suci harus dilafalkan dan dihafalkan tanpa diwajibkan untuk dipahami

Bagaimana mungkin kami bisa mencintai agama kami, mengamalkan, mengajarkan, memperjuangkan dan membela agama kami (Islam) jika kami bodoh (karena pemerintah Belanda melarang menterjemah dan menafsirkan Alquran)”. [Habis Gelap Terbitlah Terang, Armijn Pane, Balai Pustaka, 1978. Hal. 45]

Sindiran lainnya tentang “agama” yang menjadi dasar penjajahan Belanda yakni aksi misionaris yang mereka lakukan. Beliau menyatakan : “Dunia akan lebih damai jika tidak ada agama yang sering menjadi alasan manusia untuk berselisih, terpisah, dan saling menyakiti. Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu…

R.A. Kartini telah berkembang menjadi perempuan yang taat beragama, ekspresif, sadar akan kedudukannya sebagai seorang perempuan yang dimuliakan dalam Islam, emansipasi yang tidak keluar dari aturan agama yang telah salahkaprah pada saat ini dengan mengatasnamakan beliau terlebih masalah gender equality yang malah menurunkan bahkan melecehkan harkat dan martabat seorang perempuan.


Terminologi Maulid dan Haol

bersambung ....

Minggu, 18 April 2010

tulisan pertamaku di blog-ku

Refleksi Sapendak (1 tahun) MagarsariPost

Ketika menulis posting Menjelang Haul Gedongan’ (4/8), pikiran saya terkenang pada tulisan dengan judul ‘Catatan Sungkrah Haul Gedongan’ yang saya tulis hampir satu tahun silam.

Yah, satu tahun silam. Sepertinya masa itu baru saja kemarin, kemarin yang lalu, kemarin dulu, ketika saya pertama kali menulis ‘tulisan pertamaku di blog-ku’.

Tulisan pertamaku berjudul : "Gedongan" Antara Kata, Nama, dan Makna, yang dipublikasikan di blog-ku MagarsariPost | Minggu, 19 April 2009, adalah sebuah curahan kegundahan di tengah maraknya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini melalui akses yang disebut “internet”.

Internet, adalah interkoneksi antar jaringan (web) yang saling terhubung tanpa mengenal batas teritorial, yang secara umum dapat disebut sebagai sumber daya informasi, suatu database atau perpustakaan multimedia yang sangat besar dan lengkap. Namun, jangan dikira bahwa informasi di internet ada dengan sendirinya tanpa ada yang mengelola, tidak. Informasi harus ada yang menggali juga membagi, supaya ketika sewaktu-waktu diperlukan akan dapat disampaikan, sehingga tidak membuat orang gundah seperti pengalaman yang pernah saya alami.

Saya gundah --hal lumrah yang bisa dialami oleh siapa saja-- ketika tidak menjumpai informasi yang saya cari di internet. Kegundahan saya oleh karena data yang saya butuhkan --data tentang Gedongan-- tidak diketemukan, nihil. Meski bagi orang lain data itu tidak penting, tapi bagi saya “Gedongan” memiliki nilai sejarah, karena di sanalah “tempat lahir beta”, yang memendam banyak kenangan dan kisah.

Bermuara dari sinilah akhirnya tumbuh ghirah saya untuk berbagi kepada dunia (maya), ber-tutur tinular tentang Gedongan (dikupas tuntas dalam ‘tulisan pertamaku di blog-ku’). Melalui washilah blog-ku yang kupilihkan nama "MagarsariPost" inilah akhirnya tulisan pertamaku "Gedongan" Antara Kata, Nama, dan Makna terpublikasikan (posting).

Tanpa terasa, peristiwa itu kini telah satu pendak berlalu, telah 31536000 detik terlewati, ketika jari-jemari ini asyik memainkan tombol ketik menguntai kata merangkai kalimat informasi, yang kemudian untaian-untaian kalimat tersebut tersusun dalam bait-bait berirama membentuk paragraf siap posting. Ada asa yang terbersit, ada cita yang tersirat bahwa setiap posting akan jadi informasi dan pengetahuan bagi orang lain. Lembaran-lembaran posting itu kini telah terkumpul, mewarnai ragam cerita yang muncul di jagat maya, menambah perbendaharaan khasanah keilmuan.

Mengenang ‘tulisan pertamaku di blog-ku’, terkenang sapendak perjalanan blog-ku.

Selamat ulang tahun blog-ku!
Hepi besday tu yu...... (ASF).