Jumat, 15 Mei 2009

Catatan 'Sungkrah' Haul Gedongan

Refleksi Penyelenggaraan Haul KH. Muhammad Said, Sesepuh dan Warga Pondok Pesantren Gedongan


Masyarakat blok Pesantren Gedongan Desa Ender Kecamatan Pangenan Kabupaten Cirebon, Jawa Barat sepekan lalu telah bersukacita. Semuanya larut dalam kegembiraan dan keriuhan oleh adanya helatan "Haul".

Haul bagi masyarakat Gedongan atau dikenal dengan istilah "Haul Gedongan" merupakan suatu helatan tahunan untuk memperingati hari wafatnya KH. Muhammad Said, Sesepuh dan Warga Pondok Pesantren Gedongan, yang pada tahun 2009 ini telah memasuki tahun ke-78.

Pelaksanaan Haul Gedongan yang waktunya jatuh antara bulan Jumadil Awal s.d Jumadil Akhir penanggalan Hijriyah, dari tahun ke tahun tampak mengalami peningkatan, ini bisa dilihat dari banyaknya zairin yang hadir baik pada saat menjelang acara sampai pada puncak acara hari "H" berlangsung. Ratusan bahkan mungkin ribuan massa yang terdiri dari para santri, para alumni, para wali santri serta para tamu dari penjuru daerah rela berdesak-desakan, berbaur menjadi satu memasuki blok sempit yang dihuni oleh para keluarga kyai, santri dan kaum "magarsari" ini. Belum lagi dengan banyaknya pedagang musiman yang menjaring pendatang di sisi kiri dan kanan jalan menuju komplek pesantren, menambah sempit dan berhimpitnya kerumunan orang.


Pengertian Haul

Kata 'Haul' diambil dari kata Bahasa Arab Haala-Yahuulu-Haulan yang mempunyai makna 'setahun', atau 'masa yang sudah mencapai satu tahun'. Pada perkembangannya, kata 'haul' kemudian seringkali dimaknai sebagai kegiatan ritual keagamaan tahunan untuk memperingati hari meninggalnya orang yang dicintai atau orang yang diagungkan. Seperti halnya Haul Gedongan yang diselenggarakan untuk memperingati hari wafatnya Almarhum Almaghfurlah KH. Muhammad Said, tokoh sentris yang merupakan founding father Pondok Pesantren Gedongan.

Adapun inti daripada helatan Haul Gedongan adalah berziarah di makbarah/kuburan Gedongan (petilasan KH. Muhammad Said, Sesepuh dan Warga Pondok Pesantren Gedongan) untuk melakukan tahlil massal. Sebelumnya, acara didahului dengan penyampaian atau pembacaan manaqib oleh tokoh atau ulama yang telah ditunjuk, kemudian pada malam harinya diadakan pengajian umum yang dikonsentrasikan di halaman utama Masjid Baittus-Su'ada Pesantren Gedongan. Para pembicara pada pelaksanaan pengajian umum ini biasanya orang-orang besar dalam percaturan pemerintahan, politik, dan tokoh kharismatik dari kalangan ulama nasional. Tidak kurang sejumlah pejabat pemerintah sekelas Menteri, dan Tokoh Nasional baik sipil maupun militer dari Era Soeharto sampai Era Reformasi, pernah sowan di pondok ini. Hal inilah yang menjadi daya tarik pengunjung dari penjuru daerah hingga mereka setia datang berbondong-bondong.

Sudah menjadi hal yang lumrah, dimana ada keramaian atau kerumunan massa, di situ akan ada pedagang yang mengadu nasib dengan berniaga. Demikian juga halnya yang terjadi pada setiap penyelenggaraan Haul Gedongan, selalu dirubung oleh ratusan pedagang, mulai dari pedagang asongan, pedagang gelaran, pedagang kaki lima, hingga pedagang yang menempati kios dadakan, semua tumplek menawarkan dagangannya berupa barang ataupun makanan, hingga kampung kecil ini sontak menjadi seperti sebuah kota (town) yang sibuk oleh aktivitas lalu lalang orang yang melancong dan berbisnis. Keriuhan sesaat ini berlangsung pada siang dan juga malam hari, menjelang "H-7" sampai helatan acara haul usai (prak). Hingga ada suatu pameo; 'Haul dikatakan "sukses" apabila dapat menggiring pedagang yang banyak serta menarik pengunjung yang membludak, di samping tentunya yang utama yaitu dapat menghadirkan tamu undangan "orang-orang besar" tadi.

Tidak dipungkiri, adanya keinginan dari sebagian kecil penyelenggara acara agar kesuksesan haul dapat "sama" --paling tidak menyerupai-- dengan kesuksesan helatan acara yang ada dan sudah mentradisi di wilayah Cirebon, seperti : Helatan 'bancakan' bagi masyarakat sekitar pabrik gula (penggilingan tebu), 'nadran' bagi masyarakat nelayan di pesisir pantai utara, atau 'muludan' yang diadakan di lingkungan Keraton Kasepuhan dan Kanoman Cirebon, yang menyedot banyak massa hingga tampak meriah.

Penyelenggara akan merasa senang --pastinya, dan bangga apabila pelaksanaan acara haul tampak ramai dan meriah. Sebaliknya penyelenggara akan kecewa, bahkan (mungkin) sedih apabila haulnya sepi dari pengunjung (zairin). Sehingga ada upaya untuk dapat mendongkrak jumlah zairin (juga pedagang), salah satunya adalah dengan menghadirkan rombongan "Pasar Malam" (dermolen) yang menyuguhkan arena hiburan dan permainan rakyat, seperti : Kemidi (komedi putar), orsel, ombak banyu, mandi bola, dan macam-macam permainan lainnya, seperti yang pernah dilakukan penyelenggara pada Haul Gedongan tahun 2008 yang lalu. Dan pada haul tahun 2009 kali ini, suguhan yang ditampilkan sedikit nyeleneh, yakni menyajikan Pentas Wayang Kulit semalam suntuk bersama Dalang Ki Enthus Susmono dari Tegal, yang konon dirawuhi oleh sejumlah santri dan kiyai. Bila sudah demikian, apakah ini tidak menyalahi daripada maksud dan tujuan haul itu sendiri?.


Tujuan Haul

Dalam ulasannya tentang haul, http://salafiyah.org yang merupakan situs resmi Pondok Salafiyah Pasuruan menyebutkan beberapa tujuan yang dapat dipetik dari helatan haul berdasarkan sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Di sini penulis intisarikan sebagai berikut :

  1. Haul diadakan untuk mendo'akan dengan memintakan ampun kepada Allah swt. agar orang yang meninggal (yang dihauli) dijauhkan dari segala siksa serta dimasukkan ke dalam surga;
  2. Untuk bersedekah dari ahli keluarganya atau orang yang membuat acara, orang yang membantu atau orang yang ikut berpartisipasi dengan diniatkan amal dan pahalanya untuk dirinya sendiri dan juga dimohonkan kepada Allah agar disampaikan kepada orang yang dihauli;
  3. Untuk mengambil teladan dengan kematian seseorang bahwasanya kita semua pada akhirnya juga akan mati, sehingga hal itu akan menimbulkan efek positif pada diri kita untuk selalu meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt.;
  4. Untuk meneladani kebaikan-kebaikan dari orang yang dihauli, dengan harapan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari; dan
  5. Untuk memohon keberkahan hidup kepada Allah melalui wasilah (media) yang telah diberikan kepada para ulama, sholihin atau waliyullah yang dihauli selama masa hidupnya.

Dari penjelasan tersebut di atas, tidak tersirat sedikit pun tujuan haul yang mengarah pada kemeriahan. Haul adalah do'a dan sedekah, haul merupakan media untuk mengambil teladan dan meneladani, serta memohon keberkahan.

Walhasil, haul diselenggarakan bukan untuk rame-ramean (yang menjadi barometer), haul tidak perlu ditampilkan secara meriah --yang terkesan dipaksakan-- hingga harus menampilkan ini dan menyajikan itu yang tidak ada korelasinya sama sekali dengan acara dimaksud. Karena secara haqiqi, haul adalah "PERINGATAN" --acara sakral yang memiliki kecenderungan kepada tadzkiroh, midanget, atau pengeling-- bukan "PERAYAAN" yang lebih condong kepada keramaian, hura-hura dan pesta pora. Bila yang lebih ditonjolkan adalah perayaan --disadari atau tidak-- maka ruh atau jatidiri daripada haul akan hilang, absurd. Karena moment yang mestinya menjadi perenungan terkubur oleh kemeriahan dan hingar bingar. Sehingga jangan heran ketika dalam acara Pengajian Umum Haul diselingi intrik untuk penggalangan massa yang bersifat politis. Kehadiran sejumlah pengunjung yang datang, dijadikan kesempatan sebagai arena dukung mendukung atau bahkan hujat menghujat bagi golongan tertentu.

Wallahu a'lam bish-shawaab ......


*****

Special present for my Little Princess "Raudha Azhara", born on 29th, April 2009
Rabbij 'alnii minash-shaalihin
, Amien ......

1 komentar:

  1. kapan dilaksanakannya haul gedongan 2015?? tanggal berapa?? bulan apa??

    BalasHapus