Sabtu, 20 Juni 2009
KH. Mohammad Said Tokoh Pendidikan dari Gedongan
Oleh : Prof. Dr. KH. Said Aqil, Siraj, MA.
Ketua PBNU )*
بسم الله الرّحمن الرّحيم
كلّ زمان رجال
Sebuah tesis yang dibuktikan oleh KH. Mohammad Said di pertengahan abad 18 M., dengan membangun sebuah masyarakat kecil di tengah perhutanan, beliau mulai merintis karirnya sebagai sosok pengabdi dan pengajar.
Ber'uzlah ke sebuah pelosok yang kemudian disebut Gedongan dan meninggalkan pernak-pernik kekeratonan Cirebon adalah bukti nyata kekhusukan beliau merengkuh jalan Illahi Robbi. Kegigihan KH. Mohammad Said menghadapi berbagai rintangan dan cobaan merupakan kelebihan yang tidak dimiliki oleh sembarang orang, dengan ketawadluan dan kesabarannya beliau berhasil menaklukkan berbagai macam reka-daya dunia.
Kemasyhuran dukuh Gedongan tentulah tidak terlepas dari keistiqomahan KH. Mohammad Said menempa para santri yang awalnya hanya berjumlah dua puluh empat orang.
Mengabdikan diri dengan ilmu yang dimilikinya kepada sesama manusia, menjadi motivasi terbesar bagi KH. Mohammad Said. Motivasi inilah yang mampu memanggil para santri dari berbagai penjuru di tanah Jawa, tidak hanya Jawa Barat tetapi juga Jawa Tengah atau Jawa Timur. bahkan juga sebagian luar Jawa.
Secara geografis Gedongan yang terletak di 15 KM sebelah timur kota Cirebon, sangatlah jauh dari keramaian kota, sehingga menambah ketenangan proses belajar mengajar. Sebagai top leader (uswah) tunggal KH. Mohammad Said, harus bekerja keras menuntun jalannya pesantren yang kian hari bertambah ramai, sekaligus bertambah tanggung jawabnya.
KH. Mohammad Said nampaknya telah memahami eksistensi sebuah pesantren yang tidak hanya menjadi pusat ta'lim dan tadris, tapi juga ta'dib dan tarbiyah. Beliau sebagai sentral komunitas spiritual –do'a-- keduanya dibangun di atas kekuatan spiritual yang dimilikinya. Karenanya di samping beliau mengajar berbagai kitab kuning yang berintikan tentang fiqih dan mu'amalah beliau juga lebih mengajar kitab-kitab tashawwuf dan akhlak.
Tadris (afektif) dilakukan oleh KH. Mohamrnad Said dengan upaya memberikan pengetahuan (pengalaman) kepada para santri yang diiringi dengan totalitas pengalaman keilmuannya. Proses pendidikan yang meliputi teori (keilmuan) dan praktek (pengalaman) ini mampu membentuk santri menjadi pribadi matang, dewasa, disamping juga terbangunnya ikatan emosi yang kuat antara kiai, santri lama dan santri baru, seperti firman Allah SWT dalam QS. Ali Imran : 79
ما كان لبشر أن يؤتيه الله الكتاب والحكم والنّبوّة ثمّ يقول للنّاس كونوا عبادا لّى من دون الله ولكن كونواربّانيّين بما كنتم تعلّمون الكتاب وبما كنتم تدرسون
Artinya : "Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya al-kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia, "hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah", akan tetapi dia berkata "Hendaklah engkau menjadi orang-orang rabbani karena kamu selalu mengajarkan Alkitab dan disebabkan kamu selalu mempelajarinya".
أدّبنى ربّى فأحسن تأديبى
Mungkin inilah dalil yang dipegang teguh oleh KH. Mohammad Said untuk membentuk para santri yang beradab, taat hukum, menjunjung tinggi etika dan sopan santun. Komitmen ini pula yang pernah dipraktekkan oleh Rasulullah dalam men'tadib sahabat-sahabatnya.
Prinsip tarbiyah yang dipakai oleh KH. Mohammad Said dalam mendidik para santri adalah dengan membangun kualitas manusia di atas dasar pengakuan bahwa Allah adalah penguasa alam semesta (Rabbul `alamin). Kekuasaan Tuhan atas manusia sangat otoriter.
وجعل لكم السّمع والأبصار والأفئدة
Maksudnya Allah swt. menciptakan dan menguasai manusia dari tiga sudut pandang, yaitu : pendengaran, penglihatan dan asas manfaat. Realitas inilah yang dikembangkan oleh KH. Mohammad Said dalam menggembleng para santri, sehingga "potensi kemanusiaan" yang dimiliki santri baik yang materi maupun immateri akan segera tergali.
Inilah keunggulan dan kelebihan KH. Mohammad Said dalam meladeni dan mengajari para santri sehingga pantaslah bila beliau dijadikan 'kaca pengilon' bagi generasi-generasi sesudahnya.
Sejarah juga mencatat, bahwa pesantren adalah benteng pertahanan terakhir bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia maupun umat Islam di negeri ini. Pengusiran terhadap penjajah dan kekalahan komunisme di Indonesia merupakan bukti nyata perjuangan kaum pesantren. KH. Mohammad Said selain sebagai seorang kyai pemangku pesantren, beliau juga pemimpin perjuangan di masanya. Bahkan konon pasukan penjajah pernah dibuat kebingungan menghadapinya. Semua isi Gedongan beserta pesantren dan masyarakat, saat akan diserang berubah menjadi lautan yang menyesatkan penyerangnya. Mau tidak mau pasukan penjajah harus kembali dengan kekalahan. Kegigihan KH. Mohammad Said inilah yang harus diwarisi segenap santri dan pemuda zaman sekarang, menjunjung tinggi agama, dan senantiasa menjaga negara sebagai titipan dari Allah swt. inilah bukti bahwa KH. Mohammad Said adalah من رجال زمانه.
......
......
Jakarta, Maret 2005
)* ditulis sebagai pengantar buku "Sekilas Sejarah Pondok Pesantren Gedongan, Cirebon–Jawa Barat" oleh : H. Taufiqurrahman Yasin, 2005
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar