Banyak ragam manusia mengenang suatu perayaan atau kejadian penting dalam hidupnya, salah satunya --dalam tradisi wong magarsari-- adalah dengan mengadakan 'srakalan'.
SRAKALAN adalah kata serapan yang diambil dari bahasa Arab "Asyraqa" --lengkapnya Asyraqal-Badru Alainaa yang arti bebasnya : "telah hadir Rembulan di tengah-tengah kita"--. Kalimat ini menjadi bacaan pembuka ketika para Jamaah Dibaiyyah berdiri (mahallul qiyaam) dalam melantunkan kidung berjanji (Maulid Al-Barzanji). Hal ini merupakan wujud ekspresi ta'dzim yang berkaitan erat dengan peristiwa kedatangan Rasulullah hijrah di Madinah.
Srakalan merupakan ritual keagamaan Islam tradisional yang mengkombinasikan syair-syair Pujian kepada Allah dan Rasul-Nya. Dalam istilah lain, ritual ini dapat pula disebut dengan Marhabanan atau "debaan" (Maulid Ad-Diba'iy)
Di Pesantren Gedongan, Srakalan menjadi sebuah ritual keagamaan yang diadakan pada moment-moment penting, seperti dalam upacara Puputan/Walimatul-Aqiqah (sedekah potong kambing sekaligus pemberian nama terhadap bayi yang baru lahir), Muludan serta Rajaban. Selain itu, ada juga srakalan yang diiringi dengan Tabuh Genjring (berirama Pak-apak ibing-ibing) yang biasanya diselenggarakan pada acara Ngarak Penganten, Ngarak Bocah Sunat hingga menjelang anak disunat, ritual Mudun Lemah (injak bumi), dan kadangkala pada resepsi penyambutan tamu. Namun, srakalan yang lazim dan rutin dilaksanakan dalam setiap tahun yaitu Muludan dan Rajaban.
SRAKALAN MULUDAN diadakan untuk memperingati hari kelahiran nabi saw. yang jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awwal (bulan ke-3 penanggalan Hijriyah). Kata mulud sendiri berasal dari kata maulid (bahasa Arab) yang artinya "kelahiran". Sedangkan SRAKALAN RAJABAN dilakukan untuk mengenang Isra' dan Mi'raj Nabi Muhammad saw. pada tanggal 27 Rajab, yakni peristiwa perjalanan (malam) Nabi Muhammad saw. dari Masjidil-Haram Makkah menuju Masjidil-Aqsha Palestina dengan tunggangan seekor Buraq (Makhluk Allah yang kecepatannya mengungguli kecepatan rambat cahaya, dan setiap langkahnya sejauh mata memandang) kemudian diteruskan perjalanan dari Masjid al-Aqsha menuju Mustawan, melalui tujuh planet (perjalanan inter planet).
Yang unik dari upacara srakalan adalah adanya tradisi ngalap berkah (tabarukan). Sebelum acara dimulai, biasanya anggota masyarakat magarsari datang berduyun-duyun menuju Masjid Baitus-Su'ada Gedongan --tempat upacara dipusatkan-- dengan membawa aneka perabot serta benda pusaka yang dimilikinya untuk disrakal. Barang yang disrakal dapat berupa apa saja mulai dari panci, baskom hingga sendok-garpu; atau benda tajam seperti lading, arit, cengkrong, bendo, sampai pacul dan bancong; tidak ketinggalan benih padi, jagung dan cabe, serta benih kacang ijo dan kacang tunggak dengan wadah gendhul. Bagi kaum pelajar atau santri, kitab-kitab dan buku-buku serta alat tulis juga ikut disrakal; baju seragam, topi, sorban, sajadah, hingga sepatu-sandal juga ada, dan yang utama tentunya adalah air putih dengan wadah berbagai bentuk dan ukuran. Perabot dan aneka pusaka yang akan disrakal tersebut disusun dan ditata sendiri oleh pemiliknya di loby utama masjid hingga menyerupai "Bazaar Lelang".
Malam Bertabur Shalawat
Inti acara srakalan adalah melantunkan bait-bait shalawat kepada nabi saw., kemudian disusul dengan pembacaan Maulid Al-Barzanji.
MAULID AL-BARZANJI adalah karya sastra yang ditulis pada abad ke-18 oleh seorang qadi bernama Syekh al-Barzanji. Pada awalnya syair tersebut berbentuk prosa, kemudian para penyair menyadurnya menjadi puisi-puisi indah yang berisi tentang kisah-kisah (qissah) perjalanan Rasulullah dalam memperjuangkan ajaran tauhid (Sirrah Nubuwah). Di antara qissah tersebut adalah ketika Rasulullah hijrah dari Makkah dan disambut meriah oleh kaum Anshar di Madinah dengan syair-syair pujian. Inilah yang menjadi cikal bakal Srakalan yang diapresiasikan dengan cantik oleh Sunan Muria, salah seorang Walisanga.
Karena berupa syair (nadzm), Al-Barzanji dibaca sambil dilantunkan dengan nada serta irama yang khas. Oleh karenanya, pembaca Al-Barzanji (disebut qari') biasanya ditugaskan pada beberapa orang yang memiliki nada suara merdu, mereka akan bergiliran melantukan satu atau dua qissah hingga selesai. Sementara itu jamaah lainnya menyimak dan mendengarkan bacaan sambil menyahuti dan berseru : "Allah!, Allaaah......!" setiap kali akhir bait dibaca. Bila telah selesai pembacaan satu qissah, seluruh jamaah secara koor berkumandang : "Allahumma Shalli Wasallim Wabaarik Alaiiih ...... " demikian juga bila kata Muhammad disebutkan, koor serupa namun lebih pendek juga dikumandangkan : "Allahumma Shalli Alaiiih ...... ", sehingga gema shalawat seakan bertaburan malam itu. Begitu dan begitu sampai seluruh qissah dalam kitab Al-Barzanji selesai (hatam) dibaca, yang disudahi dengan pembacaan do'a bersama.
Setelah ritual usai, acara dilanjutkan dengan mauidzah khasanah, yang dikemas dalam bentuk "Pengajian Umum". Biasanya acara ini digelar di serambi masjid bagian muka. Namun sayangnya, acara yang mestinya menjadi ajang pengkajian terhadap sirrah nubuwwah ini hanya bersifat optional, artinya "bisa diadakan atau tidak diadakan sama sekali", tergantung dari kesiapan panitianya. Lebih disayangkan lagi karena sesi ini tidak lebih menarik dari sesi yang menjadi pamungkasnya acara yaitu pembagian "berkat", dimana warga --baik yang mengikuti srakalan maupun tidak, yang di dalam masjid maupun di luar-- sangat antusias untuk mendapatkannya.
BERKAT yang diserap dari kata "Barokah" adalah sajian hantaran yang diterima setelah orang pulang dari selamatan atau kenduren berupa nasi takir dengan ragam lawuhan di dalamnya. Di Gedongan, berkat pada umumnya berisi satu paket nasi putih plus kombinasi beberapa jenis lawuhan khas, antara lain : jangan sabrang, sambel goreng kentang, masak mie, oseng-oseng kacang, oreg tempe, acar ikan atau ikan asin, telor rebus, ayam goreng, daging kambing atau sapi yang disemur serta kerupuk udang atau mirong. Berkat juga dilengkapi dengan beberapa jajanan dan buah-buahan berupa wajik, lapis, poci, bogis, salak, jeruk, pisang ambon, dan lain-lain. Nasi berkat berikut kombinasi lawuhan, jajanan dan buah-buahan diletakkan dalam wadah sangku, cething atau baskom plastik, lalu dibungkus plastik kresek.
Berkat yang dibagikan pada malam Srakalan Muludan maupun Rajaban, merupakan berkat yang dihimpun dari warga Pesantren Gedongan yang --dengan kesadarannya sendiri-- setiap penghuni rumah membuat 5 hingga 10 besek berkat. Hal ini sudah menjadi niat tulus warga untuk bersedekah dan berbagi kepada mereka yang datang menghadiri acara srakalan, yang bukan saja warga dan santri Gedongan, tapi juga sebagian warga sekitar seperti blok Bangbango dan Rakit. Namun anehnya, walaupun dilurug oleh banyak pendatang mulai dari anak kecil hingga orang dewasa, persediaan berkat tidak pernah kekurangan. Mungkin inilah manifestasi konkrit daripada "berkah" serta hikmah dari Srakalan di Gedongan.
Hikmah Srakalan
Menggali hikmah srakalan dapat ditemui pada hikmah shalawatan, karena pada hakikatnya srakalan adalah pengejawantahan dari shalawat kepada Baginda Nabi saw.
Pada bait pertama lembar awal Kitab Al-Barzanji termaktub kutipan :
الجنة ونعيمها سعد لمن يصلّى ويسلّم ويبارك عليه
"Swarga dan segala nikmat yang ada di dalamnya merupakan pelipur bagi mereka yang gemar memanjatkan shalawat serta salam dan berkat kepada nabi Muhammad"
Hal ini tidak berlebihan, mengingat dalam Al-Qur'an Surat Al-Ahzaab Ayat 56 disebutkan bahwa : “Sesungguhnya Allah beserta para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya” (33:56)
Kalau Allah beserta para malaikat-Nya (saja) ber(seru)shalawat untuk Nabi, (apalagi kita yang mengaku sebagai umatnya, yang memang jelas-jelas diperintahkan) Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.
Betapa agung dan mulianya shalawat nabi, sehingga kita termasuk golongan orang-orang yang merugi dan dikatakan bakhil apabila disebut nama "Muhammad" sementara kita tidak bershalawat kepadanya. Sebagaimana yang tertulis dalam dua buah hadits berikut :
Dari Abu Hurairah ra. Bahwasanya Rasulullah saw bersabda : “Sungguh merugi seseorang yang disebutkan diriku disisinya namun tidak bershalawat atasku” (HR. At-Tirmidzi, berkata al-Albani hasan shahih)
Dari Husain ra., dari Nabi saw bersabda : “Orang bakhil adalah orang yang diriku disebut di sisinya namun tidak bershalawat kepadaku” (HR. An-Nasai di shahihkan oleh Al-Albani)
Bukan cuma itu, shalawat juga sebagai washilah (sarana) atas do'a yang kita panjatkan ke hadirat Allah swt.
Dari Aliz ia berkata, “Setiap do’a terhalang, sehingga diucapkan shalawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad” (Riwayat ath-Thabrani dan dishahihkan oleh al-Albani dengan hadits yang lain).
Faidah Shalawat atas Nabi Muhammad saw.
Al-Imam Ibnul Qayyim dalam kitab “Jala’ul Afham” menyebutkan kurang lebih empat puluh faidah bershalawat atas Nabi saw, di antara yang dapat disebutkan di sini antara lain :
1. Orang yang mengucapkan satu shalawat kepada Nabi saw. akan mendapatkan sepuluh shalawat dari Allah swt. Ia akan diangkat sebanyak sepuluh derajat, ditulis untuknya sepuluh kebaikan dan dihapuskan darinya sepuluh keburukan;
2. Shalawat menjadi penyebab untuk mendapatkan syafa’at, dan diampuninya dosa-dosa;
3. Shalawat merupakan sebab Allah memberikan kecukupan bagi kebutuhan seorang hamba;
4. Shalawat disejajarkan dengan shadaqah kepada orang yang kesusahan, dan merupakan salah satu sebab terpenuhinya hajat;
5. Dengan bershalawat kepada Nabi saw, maka Allah dan para malaikat juga akan bershalawat terhadapnya;
6. Shalawat menjadi sebab terbebasnya seseorang dari huru-hara pada Hari Kiamat;
7. Shalawat merupakan penyebab untuk keberkahan terhadap diri, amal dan umur orang yang mengucapkannya;
8. Juga menjadikan penyebab untuk mendapatkan Rahmat dari Allah.
9. Shalawat dapat menjadikan seseorang terus-menerus mencintai Rasulullah dan bahkan akan selalu bertambah cintanya;
10. Ia akan menjadikan seorang hamba mendapatkan hidayah dan menghidupkan hati.
Dan di bulan rajab ini, bershalawat kepada nabi saw akan mendapatkan point plus, sebagaimana dawuh nabi saw yang berbunyi :
Pada malam Mi'raj, saya melihat sebuah sungai yang airnya lebih manis dari madu, lebih sejuk dari air batu dan lebih harum dari minyak wangi, lalu saya bertanya pada Jibril a.s : "Wahai Jibril untuk siapakah sungai ini?". Maka berkata Jibril a.s : "Ya Muhammad sungai ini adalah untuk orang yang membaca shalawat untuk engkau di bulan Rajab ini"
"Allahumma Shalli Wasallim Wabaarik Alaiiih ...... " (ASF)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar