Rabu, 18 Januari 2012

Manaqib Kyai Said Gedongan

Sepenggal kisah tentang Kyai Said (Almaghfurlah KH. Muhammad Said, Pendiri Pondok Pesantren Gedongan, Cirebon) ini bersumber dari tulisan Arief Rizqillah Alq di http://paman-guru.blogspot.com/ Semoga bisa menambah kecintaan kepada ulama dan dapat menambah wawasan kepesantrenan.


Jangan Bermain-main dengan Al-Qur’an

Sekali
waktu Kyai Said diundang khataman (tasyakkur khotmil qur’an) oleh Kyai Abdul Jamil (Ayahanda Kyai Abbas Buntet Pesantren). Tampaknya acara akan berjalan lancar. Sampai di penghujung acara, salah satu santri salah melafalkan Alqur’an dengan benar sesuai kaidahnya. Kontan saja Kyai Said yang sejak awal fokus mendengarkan langsung berdiri dan berteriak, “Jamil (memanggil Kyai Abdul Jamil), bocah aja dikongkon dolanan Qur’an (Jamil, anak-anak jangan disuruh bermain-main dengan Qur’an).” Begitulah Kyai Said yang selalu berhati-hati dalam setiap tindak-tanduknya.


Secarik Kertas Lebih Berat daripada Daging Sapi

Di suatu acara tahlilan, Kyai Said diminta untuk ngimami (memimpin) acara tahlil tersebut. Beliau pun mengimami tahlil tersebut. Tawassul selesai, lalu langsung beralih ke bacaan tahlil (laa ilaaha illallah). Baru tiga kali mengulangi bacaan tahlil, ternyata Kyai Said sudah mengkeraskan bacaannya, menandakan tahlil telah selesai diiringi dengan dilepasnya tasbihnya. Lalu, beliau menengadahkan tangannya, memimpin jama’ah mendoakan jenazah yang baru meninggal.

Ternyata, tahlil singkat yang dipimpin Kyai Said menuai protes dari sang sohibul hajat yang tak lain merupakan salah satu orang kaya di kampung tersebut. Penyebab protesnya sang tuan rumah tak lain dan tak bukan karena sang tuan rumah merasa telah menyiapkan acara semaksimal mungkin, sebegitu wahnya bahkan tuan rumah sampai menyembelih satu ekor sapi yang besar untuk menjamu jama’ah tahlil yang datang.

Memang dasarnya Kyai Said seorang ulama ‘alim, beliau menjawabnya dengan enteng, “lafadz tahlil 3 kali saya lebih berat dari daging sapi yang sampeyan sembelih”, tutur Kyai Said datar. Sudah bisa ditebak respon sang tuan rumah, dia tetap memprotes dan menganggap Kyai Said hanya sedang berdalih membenarkan dirinya. Kyai Said menanggapinya dengan menuliskan lafadz tahlil pada selembar kertas lalu menyuruh beberapa orang untuk mengangkat dan menimbangnya. Selanjutnya, hasil timbangan kertas tersebut dibandingkan dengan bobot daging sapi yang disembelih tuan rumah. Dan atas izin Allah, kertas bertuliskan lafadz tahlil 3 kali milik Kyai Said ternyata lebih berat dibanding daging satu ekor sapi. Maa Syaa Allah wa in lam yasya' lam yakun.

*) Kisah ini diadaptasi dari penuturan K.H. Abdullah Syifa (Buntet Pesantren) pada suatu acara tahlil yang dihadiri oleh penulis.

2 komentar:

  1. matur suwun kang.. silaturahmine kula saking keluarga plered.. Aly Ya'lu W.Y.A. putrane Abdul Wahid Yasin..

    BalasHapus
  2. Subhanallah......
    Saya mangga bisa menikmati mondok di Gedongan,dG kata lain scra tdk lgsng sy bljr ke Mbah Sa'id.

    BalasHapus