Rabu, 19 Agustus 2009

Hilal, Hisab, dan Rukyat

MANAKALA menjelang bulan Ramadhan, hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha, terdapat perbedaan pandangan mengenai penentuan akhir dan awal bulan. Perbedaan pandangan tersebut terjadi karena tidak samanya acuan dan referensi yang dipergunakan oleh masing-masing kalangan. Ada yang menerapkan metode rukyat, ada yang menggunakan metode hisab, yang mana kedua metode tersebut mempunyai karakteristik sendiri-sendiri.

Penentuan akhir dan awal bulan dalam Islam --khususnya bulan Ramadhan--, salah satu sandarannya berpedoman pada hadits riwayat Abi Hurairah ra, dimana ia pernah berkata : Rasulullah saw. bersabda : “Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berbukalah karena melihatnya (hilal bulan Syawal). Jika kalian terhalang awan, maka sempurnakanlah Sya’ban tiga puluh hari” (HR. Bukhari 4/106, dan Muslim 1081).


Pengertian Hilal

HILAL adalah penampakan bulan yang paling awal terlihat menghadap bumi setelah bulan mengalami konjungsi/ijtimak. Bulan awal ini --bulan sabit-- akan tampak di ufuk barat (maghrib) saat matahari terbenam.

Ijtimak atau konjungsi adalah peristiwa yang terjadi saat jarak sudut (elongasi) suatu benda dengan benda lainnya sama dengan nol derajat. Dalam pendekatan astronomi, konjungsi merupakan peristiwa saat matahari dan bulan berada segaris di bidang ekliptika yang sama. Pada saat tertentu, konjungsi ini dapat menyebabkan terjadinya gerhana matahari.

Hilal merupakan kriteria suatu awal bulan. Seperti kita ketahui, dalam Kalender Hijriyah, sebuah hari diawali sejak terbenamnya matahari waktu setempat, dan penentuan awal bulan (kalender) tergantung pada penampakan hilal/bulan. Karena itu, satu bulan kalender Hijriyah dapat berumur 29 atau 30 hari.

Mereka bertanya kepadamu tentang hilal. Katakanlah: “Hilal itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji…” [Al Baqoroh(2) : 189]


Pengertian Hisab


Secara harfiyah HISAB bermakna ‘perhitungan’. Di dunia Islam istilah ‘hisab’ sering digunakan sebagai metode perhitungan matematik astronomi untuk memperkirakan posisi matahari dan bulan terhadap bumi.

Penentuan posisi matahari menjadi penting karena umat Islam untuk ibadah shalatnya menggunakan posisi matahari sebagai patokan waktu sholat. Sedangkan penentuan posisi bulan untuk mengetahui terjadinya hilal sebagai penanda masuknya periode bulan baru dalam Kalender Hijriyah. Ini penting terutama untuk menentukan awal Ramadhan saat orang mulai berpuasa, awal Syawal saat orang mengakhiri puasa dan merayakan Idul Fitri, serta awal Dzulhijjah saat orang akan wukuf haji di Arafah (09 Dzulhijjah) dan hari raya Idul Adha (10 Dzulhijjah)

Dalam Surat Yunus Ayat 5 Allah swt. berfirman : Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” (QS. 10 : 5)

Pada ayat lain Surat
Ar-Rahmaan Ayat 5 juga dijelaskan : Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan.” (QS. 55 : 5)


Pengertian Rukyat

RUKYAT adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, yakni penampakan bulan sabit yang pertama kali tampak setelah terjadinya ijtimak. Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang, atau dengan alat bantu optik seperti teleskop.

Aktivitas rukyat dilakukan pada saat menjelang terbenamnya matahari pertama kali setelah ijtimak (pada waktu ini, posisi bulan berada di ufuk barat, dan bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya matahari). Apabila hilal terlihat, maka pada petang waktu setempat telah memasuki tanggal 1.



Menentuan Awal Bulan Kalender Hijriyah

Di Indonesia, terdapat beberapa kriteria yang digunakan baik oleh pemerintah maupun organisasi Islam untuk menentukan awal bulan pada
KALENDER HIJRIYAH :
  1. Rukyatul Hilal
    Rukyatul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan Hijriyah dengan merukyat (mengamati) hilal secara langsung. Apabila hilal (bulan sabit) tidak terlihat (atau gagal terlihat), maka bulan (kalender) berjalan digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari.
  2. Wujudul Hilal (juga disebut ijtimak qoblal qurub)
    Kriteria penentuan awal bulan Hijriyah dengan prinsip: Jika pada setelah terjadi ijtimak, bulan terbenam setelah terbenamnya matahari, maka pada petang hari tersebut dinyatakan sebagai awal bulan Hijriyah, tanpa melihat berapapun sudut ketinggian (altitude) bulan saat matahari terbenam.
  3. Imkanur Rukyat MABIMS
    Imkanur Rukyat adalah kriteria penentuan awal bulan Hijriyah yang ditetapkan berdasarkan Musyawarah Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS), dan dipakai secara resmi untuk penentuan awal bulan Hijriyah pada Kalender Resmi Pemerintah.
    Kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:
    • Pada saat matahari terbenam, ketinggian (altitude) bulan di atas cakrawala minimum 2°, dan sudut elongasi (jarak lengkung) Bulan-Matahari minimum 3°, atau
    • Pada saat bulan terbenam, usia bulan minimum 8 jam, dihitung sejak ijtimak.
      Di Indonesia, secara tradisi pada petang hari pertama sejak terjadinya ijtimak (yakni setiap tanggal 29 pada bulan berjalan), Pemerintah Republik Indonesia melalui Badan Hisab Rukyat (BHR) melakukan kegiatan rukyat (pengamatan visibilitas hilal), dan dilanjutkan dengan "Sidang Itsbat", yang memutuskan apakah pada malam tersebut telah memasuki bulan baru, atau menggenapkan bulan berjalan menjadi 30 hari. Di samping metode Imkanur Rukyat di atas, juga terdapat kriteria lainnya yang serupa, dengan besaran sudut/angka minimum yang berbeda.
  4. Rukyat Global
    Kriteria penentuan awal bulan Hijriyah yang menganut prinsip bahwa: jika satu penduduk negeri melihat hilal, maka penduduk seluruh negeri berpuasa (dalam arti luas telah memasuki bulan Hijriyah yang baru) meski yang lain mungkin belum melihatnya.

Ramadhan 1430 H. (?)

Penentuan awal bulan kalendar hijriyah tak bisa lepas dari hilal (penampakan bulan baru). Sebagai gambaran, Musyawarah Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) mensyaratkan tinggi bulan minimal 2 derajat untuk awal bulan baru hijriyah.


Kapan kira-kira hilal akan nampak untuk 1 Ramadhan dan 1 Syawal 1430H?

Untuk simulasi astronomi, digunakan software Stellarium, salah satu software planetarium open-source. Supaya lebih mencerminkan kondisi sebenarnya, setting koordinat lokasi di tempat pengamatan hilal. Salah satu lokasi pengamatan hilal adalah di KL Tower (koordinat: N3 09 10.1 E101 42 12.6).

Dengan tinggi lokasi 94 m di atas permukaan laut dan total tinggi menara 421 m, menara ini bahkan lebih tinggi dari Petronas Twin Tower!. Diasumsikan tinggi tempat lokasi pengamatan hilal berada 400 m di atas permukaan laut.

Berikut beberapa screenshot hasil simulasi (klik pada gambar untuk zoom-view)

stellarium-000

Gambar 1. Perkiraan tinggi bulan pada 20 Agustus 2009

.

stellarium-001

Gambar 2. Perkiraan tinggi bulan pada 21 Agustus 2009

.

stellarium-002

Gambar 3. Perkiraan tinggi bulan pada 18 September 2009

.

stellarium-003

Gambar 4. Perkiraan tinggi bulan pada 19 September 2009


Awal Ramadhan 1430 H.

Dari hasil simulasi di atas, pada saat matahari terbenam tanggal 20 Agustus 2009, bulan masih di bawah horizon (tidak dapat dilihat). Sementara pada saat matahari terbenam tanggal 21 Agustus 2009, posisi bulan sudah tinggi (lebih dari 11 derajat) menunjukkan masuknya awal bulan Ramadhan. --jangan lupa, untuk kalendar Islam, hari berganti pada saat matahari terbenam, bukan pada pukul 00.00--


Awal Syawal 1430 H

Pada saat matahari terbenam tanggal 18 September 2009, bulan juga masih di bawah horizon. Selain itu, tidak mungkin juga jumlah hari pada bulan Ramadhan hanya 28 hari. Dan pada keesokan harinya (19 September 2009) pada saat matahari terbenam, tinggi bulan sekitar 6 derajat sehingga kemungkinan besar sudah dapat dilihat. Ini akan menandakan masuknya bulan Syawal.

Wallahu’alam

(ASF/dari banyak sumber)


link terkait :
http://media.isnet.org
http://pakarfisika.wordpress.com
http://untoro.wordpress.com
http://www.mui.or.id



2 komentar:

  1. Jangan terpancing dengan pertanyaan provoktif. Yang jelas, kedua-2nya adalah jalan ijtihad yang pabila 'benar' berpahala 2 krn sdh berijtihad dan benar berijtihad. namun pabila 'salah' juga tetap berpahala krn ia sudah berijtihad.

    wallahu a'lam

    BalasHapus