BULAN RAMADHAN bagi siapa pun memiliki arti tersendiri, tidak terkecuali bagi warga Magarsari Gedongan sebagai "kampung santri" yang kesehariannya tidak lepas dari mengaji. Ramadhan adalah bulan teristimewa yang membawa banyak berkah. Hal ini bisa dilihat dari geliat kehidupan warga yang betul-betul berbeda bila dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Dimulai dari sore hari selepas Ashar, hingga menanti bedug Maghrib dan adzan berkumandang; diteruskan Isya' sampai tengah malam hingga fajar Subuh dan siang pun datang, kemudian kembali ke sore hari lagi; rotasi aktivitas warga Gedongan berputar tiada henti di bulan puasa ini.
Tidak heran bila kehadiran "bulan penuh rahmah" ini sangat dielu-elukan warga jauh-jauh hari sebelumnya, dari Srakalan Rajaban; Fenomena Banyu Zam-zam, Unggah-unggahan serta Imtihan, yang berlangsung mulai pertengahan bulan Rajab hingga akhir bulan Sya'ban. Semua itu tidak lain demi meraih Berkah Illahi dan Keridhaan-Nya., mengingat Rajab adalah bulannya Allah swt., Sya'ban adalah bulannya Rasulullah saw., dan Ramadhan adalah bulannya ummat Rasulullah saw. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, bahwasanya Rasulullah saw. pernah bersabda :
رَجَبٌ شَهْرُ اللهِ وَ شَعْبَان شَهْرِيْ وَرَمَضَانُ شَهْرأَمَّتِيْ
"Sesungguhnya Rajab adalah bulan ALLAH, Sya'ban Adalah bulanku dan Ramadhan adalah bulan umatku"
Dan do'a yang senantiasa dipanjatkan melalui kidung shalawatan adalah :
اللّهمّ بارك لنا فى راجب وشعبان وبلّغنا رمضان
Duh Gusti ......
Berkahilah (diri) kami di bulan Rajab juga bulan Sya'ban
dan sampaikan (umur) kami --supaya bisa
beribadah-- di bulan Ramadhan
Serbaneka Ramadhan di Gedongan
Sore hari di penghujung bulan Sya'ban, setelah tahu pasti bahwa nanti malam adalah awal malam bulan Ramadhan; masing-masing warga beraktivitas menyambut "tamu mulia" ini dengan kesibukannya sendiri-sendiri. Kesibukan secara umum adalah persiapan untuk ibadah shalat tarawih selepas Shalat Isya', juga kesibukan mempersiapkan hidangan santap sahur pertama bulan puasa.
Kegiatan jamaah shalat tarawih sentralnya di Masjid Baitus-Su'ada Gedongan, namun tarawih di masjid ini hanya dikhususkan kaum lelaki. Bagi yang wanita, tempat tarawihnya terpisah di luar masjid, yakni menempati sebuah bangunan berbentuk pendopo tempat santri Madrasatul Hufadz biasa nderes dan mengajukan setoran hapalan/tahfidz Al-Qur'an, bangunan kuna ini oleh masyarakat disebut "Langgar". Sepanjang sejarah Gedongan, masjid tidak pernah digunakan aktivitas oleh kaum perempuan meskipun untuk keperluan ibadah, seperti shalat ataupun pengajian.
Yang istimewa dari pelaksanaan shalat tarawih di masjid Gedongan adalah; dalam setiap malamnya, Imam merampungkan sedikitnya 1 juz bacaan Al-Qur'an. Ini adalah tradisi yang sudah berlangsung semenjak akhir tahun 1970-an yang dirintis oleh KH. Abu Bakar Sofyan --Al-Hafidz Gedongan asal Pekalongan yang memperistri Nyai Zaenab binti Siraj--. Jadi, dalam sebulan dapat dipastikan akan khatam seluruh isi kandungan Al-Qur'an. Bahkan tidak sampai hari ke-30, pada malam ke-25, 26 biasanya tarawih di masjid Gedongan telah menamatkan Al-Qur'an.
Di masjid Gedongan sendiri, shalat tarawih dilaksanakan dalam 20 rakaat (2 rakaat salam, setiap 2 salam ada pembacaan do'a) ditambah 3 rakaat shalat witir (2 kali salam). Setelah shalat Isya' usai, shalat tarawih baru dimulai pada pukul 19.30 WIB dan berakhir hingga pukul 21.00 WIB. Pada malam-malam likuran (setelah khatam, mulai tanggal 27 sampai akhir Ramadhan), qiyamul-lail ini berlangsung lebih lama lagi, karena shalat witir yang biasanya 3 rakaat menjadi 11 rakaat --ditutup do'a qunut di rakaat terakhir--. Tentu saja, kesudahan "shalat malam" ini lebih larut dibandingankan hari-hari sebelumnya.
Oleh karenanya, hanya orang-orang tertentu saja yang mengikuti jamaah tarawih di masjid Gedongan. Bagi yang tidak mampu (santri karena harus mengikuti kegiatan ngaji pasaran setelah tarawih, atau warga yang lanjut usia) tidak ada larangan untuk berjamaah di luar masjid. Terdapat banyak majelis shalat taraweh yang diselenggarakan di "kampung santri" ini, baik di langgar-langgar maupun di beberapa rumah warga. Kendati demikian, tarawih di masjid Gedongan tetap menjadi favorit jamaah.
Menutup rangkaian shalat malam bulan puasa biasanya dilakukan "tahlil", kemudian dilanjutkan do'a pamungkas. Setelah itu --dikomando imam dengan didahului membaca basmalah-- seluruh jamaah bersama-sama melafalkan "niat puasa" disertai artinya dalam basa Cerbonan :
نويت صوم غد عن اداء فرض شهر رمضان هذه السّنة فرضا لله تعالي
Niat isun puasa ing dina besuk iki
saking nganakni fardune wulan ramadhan
ikilah taun karna miturut prentahe Allah ta'ala
Adapun yang dikatakan kesibukan khusus Ramadhanan ala Gedongan antara lain :
1) Pasar Ceplik
Pasar ceplik adalah pusat berhimpunnya pembeli dan penjual jajanan pasca berbuka puasa. Aneka penganan yang ditawarkan di pasar ini berupa cowel kangkung sambel kucur, krupuk wedi sambel terasi, empe-empe dan asinan sambal cuka, kojek sambal kacang, rumbah sambal kelapa, dan berbagai macam jajanan berselera pedas-asam lainnya. Aneka Jajanan Pasar dadakan dijajakan secara sederhana dengan menggelar tikar atau bale bambu di pelataran depan Langgar tempat diadakannya tarawih bagi kaum perempuan. Walau hanya berpenerang damar ceplik, namun kemeriahan ala pasar malam sangat kentara oleh riuh gaduh pembeli yang sengaja mampir dan icip-icip jajan sebelum memulai shalat jamaahnya.
Pasar Ceplik akan bubar secara sendirinya perlahan namun pasti, manakala adzan isya' dari corong speaker masjid Gedongan berkumandang. Dagangan yang masih tersisa ketika itu biasanya masih akan dijajakan kembali di emper rumahnya si penjual, mengharap masih ada pembeli yang mampir sepulang tarawih dari langgar atau masjid.
2) Darusan dan Ngaji Pasaran
Termasuk kesibukan khusus adalah "darusan" (tadarrus Al-Qur'an). Darusan adalah kegiatan membaca (tilawah) dan mendengarkan (sima') Al-Qur'an yang dilakukan seusai tarawih oleh sekelompok orang dewasa atau anak-anak di masjid maupun di langgar-langgar dengan mengharapkan pahala dari Allah swt. Darusan diadakan paling sedikit oleh dua orang atau lebih, biasanya dilakukan secara bergiliran antara yang membaca dan mendengarkan Al-Qur'an. Darusan yang dilaksanakan secara perorangan disebut 'nderes' yang dilakukan menyendiri di rumah atau di dalam bilik asrama.
Berbarengan dengan darusan, ada kegiatan “Ngaji Pasaran”. Ngaji pasaran atau dalam istilah Jawa Timuran dan sebagian Jawa Tengah disebut Ngaji “Pasanan” (berasal dari kata “pasa” yang artinya puasa) adalah tren bagi kalangan pesantren yakni "ngaji khusus bulan puasa", dimana setelah puasanya selesai maka program ngaji ini pun ikut selesai.
Setiap kyai di Gedongan mengadakan sendiri program Ngaji Pasaran bagi santrinya, guna mengisi kekosongan waktu dan menambah amal ibadah di bulan ramadhan. Kitab-kitab yang dikaji --seputar tafsir, hadits, fiqh, tauhud, juga tasawuf-- biasanya sudah khatam kurang dari sebulan. Metode pembelajarannya seperti ngaji bandungan, dimana Romo Kyai atau ustadz yang mendapat mandat kyai membaca topik kajian kata per kata (kalimah), kemudian menjelaskannya (syarh). Para santri menyimak secara seksama makna dan syarh dari kalimah yang sedang diulas hingga memahami. Tidak ada tanya jawab dalam proses pengajian ini, tapi bukan berarti dilarang. Sebab Ngaji Pasaran biasanya penjelasannya singkat, cepat dan padat. Oleh karenanya ngaji jenis ini dikenal juga dengan istilah “Ngaji Kilatan”. Selain ba’da tarawih, ngaji pasaran juga dilangsungkan ba'ada shubuh, ba’da dzuhur, ba'da ashar, dan qubailal-maghrib (ngabuburit).
3) Obrog-obrog
Kesibukan khusus lainnya adalah "obrog-obrog" atau dogdog. Obrog-obrog merupakan tabuhan (musik) khas pesisiran yang dimainkan oleh sedikitnya lima personil, yang biasa ditampilkan dalam kesenian Tarling Cerbonan, atau Seni Burok.
Di Gedongan, obrog-obrog yang dikelola oleh "bocah enom" dapat menjadi media untuk menggugah warga supaya bangun agar dapat melaksanakan ibadah sahur. Oleh karenanya, obrog-obrog Gedongan --yang eksis hanya di bulan puasa-- ditampilkan pada tengah malam di kala warga sedang tertidur pulas.
Seperangkat obrog-obrog umumnya terdiri dari empat buah genjring (rebana) dan sebuah dogdog (bedug atau kendang sesigar). Genjring ditabuh dengan cara ditepak berulang-ulang dalam tempo beraturan oleh empat orang penabuh, sementara dogdog --sebagai pengatur tempo-- cukup dioperasikan oleh satu orang dengan cara digebuk dan dipukul-pukul menggunakan alat tabuh khusus. Alunan suara yang keluar dari perpaduan tabuhan genjring dan dogdog ini mengeluarkan irama yang meriah, bertalu-talu, kadang tinggi kadang rendah, mengikuti dendang irama yang dilagukan secara bersama-sama tanpa pengeras suara.
Awalnya, lagu-lagu yang didendangkan adalah syair-syair berirama qasidahan dan shalawatan yang bersumber dari Kitab Al-Barzanji. "Eroman Watikas Saroh" pernah menjadi lagu wajib atau lagu pembuka yang didendangkan setiap kali obrog-obrog tampil. Syair yang dikutip dari "Maulid Syarifil Anam" yang nada aslinya berbunyi demikian :
خير من وطئ الثّرى
المشفعف الورى .....
Namun seiring dengan berjalannya waktu, syair-syair qasidahan kian zaman kian dilupakan orang. Apalagi sepeninggalnya Mang Janur (Pak Nurjali, Allahu Yarham) --orang yang paling berjasa akan adanya obrog-obrog di Gedongan-- keberadaan syair qasidahan tergusur oleh pesatnya lagu-lagu tarlingan dan dangdutan. Warung Pojok, Pemuda Idaman, Lanang Sejati, Lanange Jagat, Bantal Guling, dan sederet lagu-lagu dangdutan, pasti lebih dikenal dan dihapal wong enom ketimbang lagu "Eroman Watikas Saroh" tadi.
Obrog-obrog Gedongan --yang menjalankan aksinya mulai pukul 01.00 hingga 03.00 pagi mengitari kampung dengan menyusuri lurung pemukiman warga-- sekarang ini sudah mengalami banyak perkembangan. Perangkat tabuhan yang digunakan bukan saja genjring dan dogdog, tapi sudah ada penambahan alat modern, seperti cimbals, pianika dan bellyra, sebagai ganti "kitar lan suling", alat musik yang hingga saat ini masih tidak diperkenankan masuk lingkungan Gedongan. Dengan penambahan alat ini, tentunya lirik dan nada yang dihasilkan lebih kaya irama, hingga lagu-lagu beriramakan 'pop' pun kerap didendangan. Apalagi didukung dengan sound system bertenaga genset yang dimuat dengan gerobak dorong, alunan sang biduan mendayu lebih anggun dan menawan.
Para obrogger (sebutan bagi pemain dan pengiring obrog-obrog, pen.) bekerja secara suka rela, artinya mereka tidak digaji atau diberi honor oleh siapa pun dalam melakukan aksinya. Untuk menutup biaya operasional, biasanya pada pertengahan dan akhir bulan puasa, mereka berkeliling sore hari, blusak-blusuk lurung, menghampiri setiap pintu rumah warga mengharap shadaqoh seikhlasnya (beras atau lembaran rupiah) sebagai balas jasa atas pamrih mereka membangunkan sahur.
4) Ngabuburit dan Ta'jil
Ngabuburit dan Ta'jil juga dapat dikatakan sebagai kegiatan khusus ramadhanan ala Gedongan. Ngabuburit adalah masa antara jam 16.00 hingga 18.00 WIB (jam 4 s.d 6 sore), masa menanti datangnya waktu maghrib. Ngabuburit bisa dibilang pelarian orang berpuasa dari rasa bosan menunggu waktu berbuka puasa. Sedangkan ta'jil adalah aneka hidangan untuk membatalkan puasa yang disediakan warga dengan niat shadaqah.
Ngabuburit pada umumnya dilakukan di luar rumah, sambil berkendara atau berjalan kaki bersama sekelompok teman sebaya menyusuri sudut-sudut dusun. Oleh sebagian warga Gedongan --khususnya kaum bapak-- moment ngabuburit dimanfaatkan dengan menyimak "Kajian Tafsir Al-Qur'an" yang disampaikan oleh KH. Abu Bakar Sofyan di serambi Masjid Baitus-Suada. Pada kajian ini, Romo Kyai membacakan ayat-ayat surat Al-Qur'an, kemudian beliau mengupasnya per-kalimah dan menafsirkannya dengan bahasa yang lugas dan mudah dipahami. Acara Ngaji Kuping ini dimulai antara pukul 16.00 WIB dan berakhir hingga tiba waktu berbuka.
Masa-masa menyenangkan saat ngabuburit adalah masa dimana dilantunkannya tasyhid istighfar seusai kultum yang disiarkan Radio RRI Cirebon :
أشهد أن لآ اله الاّ الله، أستغفر الله، نسألك الجنّة ونعوذبك من النّار ......
اللّهمّ إنّك عفوّ كريم، تحبّ العفوى فاعف عنّا، ياكريم
Karena, setelah pembacaan tasyhid tersebut selesai, biasanya dilanjutkan pembacaan do'a berbuka puasa, yang menandakan masuknya waktu maghrib. Namun oleh sebagian warga Gedongan, isyarat ini saja belum cukup untuk membatalkan puasanya sebelum yakin bahwa kentong masjid Gedongan benar-benar sudah ditabuh dan adzan dikumandangkan. Inilah salah satu bentuk kefanatikan yang hingga kini tetap kokoh tertanam dalam kalbu komunitas Magarsari Gedongan.
*****
"Serbaneka Ramadhan ala Gedongan", memang bukan hanya sekedar yang digambarkan di posting ini. Tentunya masih beraneka dan lebih beragam lagi di luar apa yang dapat terekam memori dan tertuangkan. Oleh karenanaya, serbaneka ini bukan representasi secara total Ramadhan ala Gedongan, namun hanya sebahagian, Nyuwun pangapuntenipun ingkang kathah.... (ASF)
Tradis yang Islami dan penuh Nuansa Ibadah yang kental sekali...
BalasHapus